Mengkaji
tentang negara berarti mengkaji tentang kekuasaan. Negara tidak akan dapat ada
tanpa kekuasaan. Kekuasaan dalam negara dipegang oleh sebagian kecil rakyatnya
dengan berpuncak pada kepala negaranya sebagai symbol dan pemegang kedaulatan
pemerintahan dan negara, meskipun secara intern Kepala Negara juga harus tunduk
pada norma-norma ketatanegaraan yang ada.
Kedaulatan
adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara. Sifat
kedaulatan adalah: tunggal, asli, abadi dan tidak terbagi. Para pemegang
kedaulatan, umumnya adalah penguasa yang sah. Kekuasaan adalah kemampuan
seeorang maupun golongan untuk dapat merubah sikap dan kebiasaan pihak lain.
Terhadap
kekuasaan dan kedaulatan negara banyak terdapat teori yang berusaha untuk
menjelaskannya yaitu teori-teori yang memberi dasar hukum bagi kekuasaan negara
dan teori-teori kedaulatan.
3.1 Konsep dan Teori Kekuasaan
Teori teori
yang memberi dasar hukum bagi kekuasaan negara hendak membenarkan adanya
kekuasaan negara. Untuk itu dicari ajaran mengenai arti negara, kemudian
dikaitkan dengan tujuannya. Teori demikian dibagi atas tiga golongan besar[54],
yaitu:
a.
Teori teokrasi, langsung dan
tidak langsung,
b.
Teori kekuasaan (machtstheorie),
fisik dan ekonomis,
c.
Teori Yuridis (Yuridische
theorie), patriarchal, patrimonial dan perjanjian.
a.
Teori Teokrasi Langsung
Menurut ajaran
teokrasi langsung, negara di dunia ada karena kehendak Tuhan dan diperintah oleh Tuhan. Langsung artinya
yang berkuasa di dalam negara adalah langsung Tuhan. Contoh: Jepang mengakui
rajanya sebagai anak Tuhan, Penguasa di Tibet, Pance Lama dan Dalai Lama,
menamakan dirinya sebagai Tuhan yang memperebutkan mahkota kerajaan Tibet.
b.
Teori Teokrasi Tidak
Langsung
Menurut Teori
ini Raja memerintah negara atas kehendak/atas nama Tuhan. Teori ini membenarkan
negara dan kekuasaannya atas dasar pemberian Tuhan.
Sejarah
Belanda dapat dijadikan sebagai contoh. Partai konvensional (agama) di Negeri
Belanda berpendapat bahwa raja Belanda dan rakyatnya diletakkan dalam suatu
tugas suci (mission sacre) sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan
daerah Hindia Belanda (jajahannya). Untuk ini diterapkan Ethisce Politic
yang menimbulkan teori perwalian yang menganggap bahwa pemerintah Belanda
merupakan wali dari Indonesia. Berdasarkan ajaran ini Belanda dapat menjajah
Indonesia.
c. Teori Kekuasaan Jasmaniah (Fisik)
Teori ini
diambil dari ajaran Hobbes dan Machiavelli..
Hobbes dalam
bukunya Leviathan (Singa, binatang terkuat di hutan) mengemukakan
pepatah Homo homini lupus (Manusia sebagai serigala terhadap manusia
yang lain) dan Bellum Omnium Contra Omnes (perang semua melawan semua).
Ajaran Hobbes
membedakan dua macam status manusia, yaitu status naturalis dan status
civilis. Status Naturalis adalah kedudukan manusia ketika belum ada
negara, sedangkan status civilis adalah kedudukan manusia setelah ada
negara sebagai warga negara.
Dalam status
naturalis masyarakat kacau karena tidak ada badan atau organisasi yang
menjaga/menjamin tata tertib. Perselisihan mudah timbul karena sifat manusia
dalam keadaan tidak tertib, merupakan serigala bagi yang lain (homo homini
lupus), kalau keadaan tersebut dibiarkan terus-menerus akan timbul perang
semesta (bellum omnium contra omnes). Dalam keadaan semacam ini yang
berlaku adalah hukum rimba (vuistrecht : hukum kepalan), dalam arti
siapa yang kuat dia yang menang dan berkuasa, karena setiap orang hidup menurut
hukumnya sendiri-sendiri. Syarat penting menjadi raja adalah kuat secara fisik
melebihi orang lain agar dapat mengatasi kekacauan yang timbul dalam
masyarakat.
Machiavelli
dalam Il Principle mengajarkan kepada Raja bagaimana untuk memerintah
sebaik-baiknya. Menurut Machiavelli, Raja harus kuat dan tahu cara mengatasi
segala kekacauan yang dihadapi negara, ia dapat menggunakan segala alat yang
menguntungkan baginya. Untuk mencapai tujuan raja harus menyelenggarakan
pemerintahan. Jika perlu alat yang diperlukan boleh melanggar perikemanusiaan.
d.
Teori Kekuasaan Ekonomi
Menurut Karl
Marx, negara merupakan alat kekuasaan bagi segolongan manusia di dalam
masyarakat untuk menindas golongan lainnya guna mencapai tujuannya. Ajarannya
berlaku di negara kapitalis maupun proletariat yang pemerintahannya lazim
disebut dictator proletariat. Dasar ajaran Marx adalah pertentangan antara dua
kelas, yaitu kaum yang ekonominya kuat dan kaum ekonomi lemah. Pertentangan
tersebut ditujukan untuk merebut kekuasaan negara, sebab negara adalah alat
kekuasaan.
Marx bersandar
pada historische materialisme, yaitu bahwa sejarah kehi-dupan manusia
ditentukan oleh kebendaan. Terdapat dua bangunan masyarakat, yaitu:
1.
bangunan bawah yang didasarkan
atas kebendaan,
2.
bangunan atas yang didasarkan
atas kemanusiaan.
Bangunan bawah merupakan bagian penting
karena berhubungan dengan alat produksi. Bangunan ini akan mempengaruhi
bangunan atas seperti agama, susila, kebudayaan, hukum,dll. Hukum merupakan
alat dari golongan ekonomi yang kuat untuk mempertahankan dan menjamin hak
milik perseorangan. Jika kekuasaan ekonomi di dalam masyarakat dihubungkan
dengan rationalization dan debunking (istilah dalam teori politik
modern) hukum sesungguhnya hanya sebagai alat untuk menjamin hak milik
perseorangan.
e.
Teori Patriarchaal
Teori ini
berdasarkan hukum keluarga zaman lampau, ketika masyarakat masih sangat
sederhana, negara belum terbentuk, masyarakat masih hidup dalam kesatuan
keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Kepala keluarga yang
diangkat adalah seorang yang kuat, berjasa, dan bijaksana dalam sikap bagi
keluarganya (primus interparis yaitu seorang yang pertama di antara yang
sama karena sifat-sifatnya yang lebih, maka ia menjadi orang yang dipuja-puja).
Peristiwa di
dalam masyarakat membuat suatu kelompok menjadi semakin besar, mengakibatkan
kepala kedudukan keluarga semakin kuat dan kemudian disebut sebagai raja yang
berkuasa. Jika ia meninggal kekuasaannya akan diwariskan kepada raja
berikutnya. Tetapi teori ini tidak menjelaskan apakah penggantinya selalu
keturunan raja ataukah dapat diwariskan kepada kepala keluarga yang lain.
f.
Teori Patrimonial
Patrimonium
berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik atas daerahnya sehingga semua
penduduk di daerahnya harus tunduk kepadanya. Apabila Raja memberikan sebidang
tanah kepada orang/bangsawan tertentu, hak atas tanah tersebut berpindah kepada
orang/bangsawan yang diberi, sehingga orang/bangsa-wan tersebut berhak
memerintah terhadap semua orang yang berada di atas tanah itu.
g. Teori Perjanjian
Teori ini
dikemukakanoleh tokoh terkemuka : Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques
Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja pada waktu manusia
hidup dalam status naturalis kepada status civilis melalui
perjanjian masyarakat. Di antara ketiga paham, Persamaannya : bahwa perjanjian
masyarakat yang memindahkan manusia dari status naturalis ke status
civilis. Perbedaannya terletak pada isi dan akibatnya.
Thomas Hobbes
Menurutnya
manusia selalu hidup dalam ketakutan, yaitu takut diserang oleh manusia yang
keadaan jasmaninya lebih kuat. Karena itu diadakan perjanjian masyarakat
(antara rakyat dengan rakyat) dan dalam perjanjian tersebut raja tidak diikut
sertakan. Ajaran Hobbes hanya merupakan konstruksi alam pikiran saja untuk
menghalalkan kekuasaan raja.
Dalam
perjanjian masyarakat tersebut, individu-indivdu menyerahkan haknya kepada
suatu kolektivitas yaitu kesatuan individu yang diperoleh melalui pactum
unions, maka kolektivitas menyerahkan hak-haknya atau kekuasaannya kepada
Raja dalam pactum subjectionis.
Raja sama
sekali di luar perjanjian karenanya raja mempunyai kekuasaan yang mutlak
setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absolut).
John Locke
Menurutnya antara Raja dan rakyat diadakan perjanjian.
Raja menjadi berkuasa untuk melindungi hak-hak rakyat berdasarkan perjanjian
tersebut. Apabila raja bertindak sewenang-wenang, rakyat dapat meminta
pertanggungja-waban, karena yang primer adalah hak-hak asasi yang dilindungi
warga. Perjanjian ini memunculkan monarchi
constitusional (monarchi terbatas), sebab kekuasaan raja dibatasi
konstitusi.
Terdapat dua macam pactum perjanjian masyarakat:
1.
Pactum unions, perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan antar individu,
2.
Pactum subjections, perjanjian penyerahan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Menurut Hobbes, dalam perjanjian masyarakat, pactum unions
sama sekali termasuk dalam pactum subjections sehingga akibatnya raja
berkuasa mutlak. Menurut Locke Pactum unions dan Pactum subyektiones
sama kuat pengaruhnya, oleh karena dalam penyerahan kekuasaan raja harus
berjanji akan melindungi hak-hak asasi rakyat. Aliran ini mengadakan perjanjian
yang hasilnya akan diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan
hak dan kewajiban kedua belah pihak. John Locke sering disebut Monarchomachen
yang memberi jaminan kepada hak asasi rakyat.
Jacques Rousseau
Menurut Rousseau pactum subyektiones ditelaah pactum uniones.
Perjanjian antar rakyat dengan raja, rakyat tidak pernah menyerahkan kedaulatan
kepada Raja. Akibat ajaran Rousseau kedaulatan dan rakyat tidak pernah
menyerahkan kepada raja, bahkan jika ada raja yang memerintah, Raja tersebut
hanya sebagai mandataris rakyat.
3.2 Ajaran Kedaulatan
Dalam hal kedaulatan, beberapa
teori membahas tentang kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu:
a.
Teori Kedaulatan Tuhan,
b. Teori Kedaulatan Raja,
c. Teori Kedaulatan Negara,
d. Teori Kedaulatan Hukum,
e.
Teori Kedaulatan Rakyat[55].
a.
Teori Kedaulatan Tuhan
Tokohnya : Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
Ajarannya : kekuasaan tertinggi dalam suatu negara
adalah dimiliki Tuhan. Teori ini berkembang zaman pertengahan (abad V-XV).
Perkembangannya erat dengan munculnya agama Kristen yang saat itu baru timbul,
kemudian diorganisir dalam organisasi keagamaan, gereja, dikepalai oleh seorang
Paus. Di lain pihak terdapat organisasi kekuasaan yang lain, yaitu negara
sebagai organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh Raja. Raja dalam
memimpin negara amat sewenang-wenang terhadap tokoh agama. Organisasi gereja
tetap dapat hidup meski di bawah tekanan, hingga kemudian diakui sebagai
satu-satunya agama resmi, agama negara. Sejak itu gereja mempunyai kekuasaan
yang nyata baik untuk mengatur kehidupan keagamaan maupun yang bersifat
kenegaraan.
b.
Teori Kedaulatan Raja
Teori ini mengajarkan bahwa kekuasaan raja dalam
lapangan duniawi. Marsilius menyatakan, kekuasaan tertinggi dalam negara ada
pada Raja, karena Raja wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan dunia. Oleh
sebab itu Raja berkuasa mutlak karena Raja merasa dalam tindak-tanduknya
menurut kehendak Tuhan. Perkembangan ajaran ini berpuncak pada masa
Renaissance.
c.
Teori kedaulatan negara
Tokoh : George Jellinek. Pendapatnya bahwa yang menciptakan
hukum bukan Tuhan, bukan pula raja, tetapi negara. Ada hukum karena ada negara.
Hukum belum merupakan penjelmaan kemauan negara. Satu-satunya sumber hukum
adalah negara, oleh karenanya kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh negara.
d.
Teori Kedaulatan Hukum
Leon Duguit berpendapat bahwa
hukum merupakan penjelmaan kemauan negara. Akan tetapi dalam kenyataannya
negara tunduk kepada hukum yang dibuatnya.
Menurut Krabbe, kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah hukum. Atas pendapat ini Jellinek menanggapi
bahwa negara tunduk kepada hukum secara sukarela (ajaran selbstbindung).
Menurut Krabbe terdapat faktor di atas negara, yaitu kesadaran hukum dan rasa
keadilan, oleh karenanya hukum yang berdaulat bukan negara. Pendapat Krabbe
banyak dipengaruhi oleh aliran historis yang dipelopori Friedrich Karl von
Savigny.
Menurut Friedrich Karl von
Savigny, hukum merupakan ketentuan yang sudah lama terdapat dalam hati sanubari
masyarakat dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan masyarakat. Hukum tumbuh
bersama-sama dengan perkembangan kesadaran masyarakat. Pembuat undang-undang
bukanlah pencipta undang-undang. Mereka sekedar perumus kesadaran hukum yang
tumbuh dalam kalangan masyarakat.
Menurut teori kedaulatan hukum,
pemerintah memperoleh kekuasaannya dari hukum dan berdasarkan atas hukum,
sehingga kedaulatan itu berada pada hukum. Pemerintah dan rakyat mendapat
kekuasaannya dari hukum, karenanya wajib tunduk pada ketentuan hukum.
e.
Teori Kedaulatan Rakyat
Ajaran kaum monarchomachen yang
berkembang dalam abad pertengahan (Abad XV) memberikan reaksi atas kekuasaan
raja yang mutlak. Aliran ini bermaksud mengadakan pembatasan kepada kekuasaan
raja dengan mengadakan perjanjian. Hasil perjanjian dituangkan dalam Leges
Fundamentalis yang menetapkan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Ajaran kaum monarchomachen
diteruskan pengikut hukum alam. Menurut ajaran hukum alam abad XVII dan XVIII,
individu mempunyai kekuasaan pada dirinya yang diperolehnya dari hukum alam.
Berdasarkan perjanjian masyarakat, individu-individu tersebut membentuk
masyarakat dan selanjutnya masyarakat ini menyerahkan kekuasaannya kepada raja.
Raja mendapatkan kekuasaan dari para individu melalui masyarakat. Oleh karena
hukum alam merupakan dasar kekuasaan raja, sehingga kekuasaan raja dibatasi
oleh hukum alam. Raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat, sehingga rakyatlah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Rakyat yang berdaulat, sedangkan Raja hanya
pelaksana dari kehendak atau keputusan rakyat. Tokoh ajaran kedaulatan rakyat
antara lain J.J. Rousseau.
Menurut Rousseau, rakyat adalah kesatuan yang dibentuk oleh individu
dan mempunyai kehendak. Kehendak tersebut diperoleh dari individu melalui
perjanjian masyarakat, yang disebut kehendak umum (volonte generale)
yang mencerminkan kemauan/kehendak umum. Di samping kehendak umum (volonte
generale) terdapat volonte de tous, volonte de corp dan volonte
particuliere. Volonte de tous, apabila kehendak itu berasal dari
kumpulan individu dalam negara bukan dalam bentuk kesatuan yang dibentuk
individu. Apabila dalam negara, pemerintahan dipegang oleh beberapa atau
sekelompok yang sesungguhnya merupakan
kesatuan tersendiri dalam negara tersebut dan mempunyai kehendak tersendiri,
maka kehendak tersebut disebut volonte de corp, akibatnya volonte
generale akan jatuh bersamaan dengan volonte de corp. sedangkan
apabila pemerintahan dipegang oleh satu orang yang mempunyai kehendak
tersendiri yang disebut volonte particuliere, akibatnya volonte
generale akan jatuh bersamaan dengan volonte particuliere. Oleh
karena itu maka pemerintahan harus dipegang rakyat, atau setidaknya rakyat
terwakili dalam pemerintahan agar volonte generale dapat diwujudkan.
Menurut Rousseau kedaulatan rakyat
pada prinsipnya merupakan cara/sistem pemecahan masalah dengan sistem tertentu
yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum merupakan khayalan, bersifat
abstrak. Kedaulatan adalah kehendak umum.
Menurut Immanuel Kant, tujuan negara adalah menegakkan
hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan dalam batas
perundang-undangan. Undang-undang dibuat oleh rakyat, meskipun melalui
wakil-wakilnya. Undang-undang merupakan penjelmaan kemauan/kehendak rakyat.
Rakyat yang mewakili kekuasaan tertinggi/berdaulat dalam negara.