Selasa, 05 Oktober 2010

Bab III : Hubungan Antara Hk. Internasional dengan Hukum Nasional

3.1. Tinjauan Teoritis
Secara teoritis terdapat dua pandangan tentang hukum internasional, yaitu:
1. Voluntarisme, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kehendak negara. Pandangan ini mengakibatkan adanya hukum internasional dan hukum nasional sebagai dua satuan perangkat hukum yang hidup berdampingan dan terpisah. Pandangan demikian dikenal sebagai dualisme. Argumentasi yang diajukan untuk mempertahankan pendapatnya adalah:
a. kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber hukum yang berlainan. Hukum nasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara.
b. Subyek hukum nasional ialah perseorangan sedangkan subyek hukum internasional ialah negara.
c. Tata hukum nasional berbeda strukturnya dari tata hukum internasional. Lembaga legislative, eksekutif dan yudisiil hanya ada dalam bentuk yang sempurna dalam hukum nasional.
Akibat pandangan dualisme adalah:
(i) kaidah dari perangkat hukum nasional tidak dapat bersumber pada hukum internasional. Kedua perangkat hukum dipandang berlainan dan tidak tergantung bahkan terlepas satu sama lain,
(ii) tidak mungkin ada pertentangan antara hukum nasional dengan hukum internasional,
(iii) hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum berlaku dalam lingkungan hukum nasional.
Menurut Mochtar, pandangan penganut dualisme mengandung kelemahan, yaitu :
(i) Sumber hukum nasional sukar dikembalikan kepada kehendak negara. Ada dan berlakunya hukum nasional karena kebutuhan hidup manusia yang beradab. Tanpa hukum kehidupan tidak mungkin teratur. Adanya hukum dan daya ikat hukum merrupakanprasyarat bagi kehidupan manusia yang teratur dan beradab, bukan bersumber dari kemauan negara.
(ii) Subyek hukum nasional berbeda dari subyek hukum internasional karena perbedaan struktur adalah kurang tepat. Karena fakta
(a) dalam satu lingkungan hukum dimungkinkan adanya beberapa subyek hukum yang berbeda.
(b) subyek hukum internasional tidak hanya negara, tetapi juga organisasi internasional.
(c) perbedaan struktur hukum nasional dan hukum internasional yang dikemukakan bukan perbedaan yang hakiki, tetapi perbedaan gradual.
(iii) Keberatan terbesar Mochtar adalah pemisahan secara mutlak hukum nasional dan internasional tidak dapat menjelaskan secara memuaskan fakta bahwa dalam praktek serangkali hukum nasional tunduk pada atau sesuai dengan hukum internasional. Perbedaan praktek antara hukum nasional dengan hukum internasional bukan karena perbedaan structural, tetapi lebih karena tidak efektifnya hukum internasional.

2. Obyektivis, yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional terlepas dari kehendak negara. Hukum nasional dan hukum internasional dipandang sebagai dua bagian dari satu kesatuan perangkat hukum. Pemikiran kaum obyektivis memunculkan paham monisme. Konsekuensi pandangan tersebut adalah antara kedua hukum dimungkinkan ada hubungan hierarki. Hal ini menyebabkan dua pandangan dalam aliran monisme mengenai hukum mana yang utama dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional. Yaitu :
a. pandangan monisme dengan primat (supremasi) hukum nasional yang menganggap dalam hubungan nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional. Hukum internasional merupakan lanjutan hukum nasional atau hukum nasional untuk urusan luar negeri. Pada hakekatnya hukum internasional bersumber pada hukum nasional, karena (i) tidak ada satu organisasi di negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara untuk mengatur kehidupan negara-negara di dunia, (ii) dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional terletak dalam wewenang konstitusional negara untuk mengadakan perjanjian internasional.
Menurut Mochtar, kelemahan yang mendasar dalam pandangan ini adalah
(i) paham ini terlalu memandang hukum sebagai hukum tertulis semata. Sehingga hukum internasional yang dianggap sebagai hukum hanya yang bersumber pada perjanjian internasional.
(ii) pada hakekatnya pendirian ini merupakan penyangkalan terhadap adanya hukum internasional yang mengikat negara. Apabila negara terikat pada hukum internasional tergantung hukum nasional, berarti berlakunya tidaknya hukum internasional tergantung pada kehendak negara. Ini berarti paham ini sama dengan paham dualisme.
b. Pandangan monisme dengan primat (supremasi) hukum internasional yang menganggap bahwa hukum internasional adalah yang utama dalam hubungan hukum nasional dan hukum internasional. Menurut pandangan ini hukum internasional merupakan perangkat hukum yang mempunyai kedudukan lebih tinggi, sehingga hukum nasional bersumber pada hukum internasional. Hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakekatnya mempunyai kekuatan mengikat hukum nasional karena pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Kelemahan pandangan ini menurut Mochtar adalah
(i) pandangan bahwa ada dan berlakunya hukum nasional bergantung pada hukum internasional, berarti hukum internasional ada terlebih dahulu daripada hukum nasional. Hal ini bertentangan dengan fakta sejarah.
(ii) dalil bahwa kekuatan mengikat hukum nasional berasal dari hukum internasional tidak dapat dipertahankan. Faktanya, wewenang suatu negara sepenuhnya termasuk di dalam kompetensi hukum nasional, meski hal tersebut terkait dengan kehidupan antar negara.


3.2 Hukum Nasional Dalam Peradilan Internasional
Negara merupakan organisasi dengan kedaulatan penuh. Negara berwenang menentukan apa yang berlaku atau tidak berlaku dalam negaranya, termasuk juga perjanjian internasional. Akan tetapi dalam hal terjadi konflik dengan hukum internasional bagi negara berlaku kaidah hukum internasional baginya tidak dapat membela diri dengan argumen bahwa hal tersebut di negaranya tidak diatur atau bukan merupakan perbuatan melanggar hukum. Analog dengan fiksi hukum dalam asas berlakunya undang-undang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar