Selasa, 05 Oktober 2010

Materi I : Etika : Konsep, pengertian dan bidang-bidangnya

A. Musa Asy’ari, Filsafat Islam, Sunah Nabi dalam Berpikir, LESFI, Jogjakarta, 2002, mendeskripsikan
Etika, disebut juga filsafat moral. Etika merupakan cabang disiplin aksiologi yang membicarakan dan berusaha mendapatkan kesimpulan tentang norma tindakan serta pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral. Etika menganalisis konsep-konsep seperti keharusan, kemestian, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab dan lain-lain. pembagian bidang etika setidaknya menyangkut:
1) moralitas berdasarkan kitab suci (scriptual morality)
2) etika teologis (theological ethics)
3) etika kefilsafatan (philosiphical ethics)
4) moralitas keagamaan (religius morality)
Etika adalah cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-nilai baik dan jahat yang berkait dengan perbuatan dan tindakan seseorang yang dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya. Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya, baik sebagai individu maupun masyarakat dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dirinya, maupun dengan alam sekitarnya, baik dalam kaitannya dengan eksistensi manusia di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama.

B. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Penada Media, Jakarta, 2005
Struktur Filsafat berkisar pada tiga cabang filsafat, yaitu :
1) Teori Pengetahuan
a) Epistemologi
i) empirisme
ii) rasionalisme
iii) fenomenalisme
iv) intuisionisme
v) metode ilmiah
b) Logika
2) Teori Hakikat
a) Ontologi
i) materialisme
ii) idealisme
iii) dualisme
iv) agnoticisme
b) Kosmologi
c) Antropologi
d) Theodecia
i) theisme
ii) monoteisme
iii) politeisme
iv) panteisme
v) atheisme
vi) agnostisisme
e) Filsafat Agama
i) agama
ii) tuhan
iii) iman
iv) ibadat
v) perlukah manusia beraga
f) Filsafat Hukum
g) Filsafat Pendidikan
dll

3) Teori Nilai
a) Etika : merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah laku tersebut.
Tugas etika : memberi jawaban atas pertanyaan Berikut:
- atas dasar hak apa orang menuntut kita untuk tunduk terhadap norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dsb.
- Bagaimana kita bisa menilai norma-norma tersebut?
Pertanyaan tersebut timbul karena hidup kita terentang seakan-akan terentang dalam suatu jaringan norma. Jaringan norma tersebut seolah membelenggu, mencegah kita dari bertindak sesuai keinginan kita, memaksa kita berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak kita sukai
Sifat dasar etika : kritis. Etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku; menyelidiki dasar norma-norma itu; mempersoalkan hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara dan agama untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati. Hak dan wewenang untuk menuntut ketaatan dari lembaga ketaatan tersebut harus dan perlu dibuktikan. Etika menuntut orang agar bersikap rasional terhadap semua norma, sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom. Otonomi manusia tidak terletak pada kebebasan dari segala norma , tidak sama dengan kesewenangan. Otonomi manusia tercapai dalam kebebasannya mengakui norma yang diyakininya sendiri sebagai kewajibannya.
Etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran kritis yang dapat membedakan antara yang sah- tidak sah, benar-tidak benar. Shg, etika memberi kemungkinan untuk mengambil sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan masyarakat.
Objek etika : peryataan-pernyataan moral yangmerupakan perwujudan dari pendangan-pendangan dan persoalan-persoalan dalam bidang moral. Terdapat dua macam pernyataan yaitu : pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang unsur-unsur kepribadian manusia, seperti motif, maksud dan watak.
Metode etika : pendekatan yang dipergunakan dalam menilai suatu pendapat moral, yaitu:
- pendekatan empiris deskriptif, yaitu untuk menyelidiki seperti : apa pendapat umum yang berlaku di Indonesia, sejak kapan pendapat tersebut berlaku, adakah yang tidak setuju dengan pendapat tersebut, bagaimana pendapat yang lain dalam masyarakat. Fakta moral dipastikan adanya, digambarkan bagaimana bentuknya, dibandingkan dengan masyarakat yang lain, bagaimana sejarahnya, dsb. Dapat pula diteliti ciri-ciri orang yang sependapat.
- pendekatan fenomenologis, untuk menunjukkan bagaimana kesadaran seseorang yang sependapat bahwa ia wajib untuk menikah. Unsur-unsur apa yang terkandung dalam kesadaran moralnya diperhatikan dengan seksama.
- pendekatan normatif, untuk mengkaji apakah suatu norma moral diterima umum atau dalam masyarakat tertentu memang tepat ataukan sebetulnya tidak berlaku atau bahkan harus ditolak.
- pendekatan metaetika : merupakan analisis bahasa moral, yang berusaha mencegah kekeliruan dalam penelitian fenomenologis dan normatif dengan cara mempersoalkan arti tepat istilah moral dan mengatur pernyataan-pernyataan moral menurut macamnya serta mempersoalkan bagaimana suatu pernyataan moral dapat dibenarkan.
Etika Normatif : mempersoalkan menurut norma manakah kita seharusnya bertindak? Untuk menjawabnya, terdapat tiga teori, yaitu:
- teori deontologis (deon : yang diharuskan, diwajibkan) : bahwa salah betul suatu tindakan ditentukan dari cara bertindak, yang sudah ditentukan begitu saja mana yang dilarang dan mana yang diwajibkan.
- teori teleologi (telos : tujuan) : betul salahnya tindakan tergantung dari akibatnya. Apabila akibatnya baik, tindakan tersbut boleh bahkan wajib dilakukan, jika akibatnya buruk maka tidak boleh bahkan dilarang.
- teori egoisme etis : merupakan kelanjutan dari teori teleologi. Teori ini banyak menyoroti akibat perbuatan bagi kepentingan pribadi. Ajarannya, bahwa orang yang betul-betul hidup sesuai dengan kepentingannya sendiri adalah seseorang yang matang dan tahu tanggung jawab. Penganut ajaran ini menilai terlebih dahulu tentang apa yang paling cocok bagi dirinya, baru kemudia bertindak sesuai dengan hasil penilainnya. Terdapat dua aliran, yaitu:
a. hedonisme : yang dinilai baik adalah sesuatu yang dapat memberikan rasa nikmat bagi manusia. Kaidah dasar hedonisme egois adalah : bertindaklah sedemikian rupa sehingga engkau mencapai jumlah nikmat yang paling besar. Hindarilah segala macam yang bisa menimbulkan rasa sakit darimu. Penganut ajaran ini melakukan sesuatu untuk orang lain karena justru mengharap mendapatkan ‘keuntungan’ bagi dirinya.
b. Eudemonisme : setiap tindakan manusia ada tujuannya, baik itu tujuan akhir maupun tujuan antara, yang pada akhirnya tujuan itu ada pada dirinya sendiri, yaitu mencapai kebahagiaan hidup (eudemania). Kaidah dasar eudemonisme : bertindaklah engkau sedemikian rupa sehingga engkau mencapai kebahagiaan. Menurut kaidah ini tindakan manusia ditujukan untuk mencapai kebahagiaan.
ETIKA UTILITARISME
Utilitarisme adalah teori teleologi universalis. Disebut teleologi, karena utilitaisme menilai benar salah tindakan ditinjau dari segi manfaat akibatnya, artinya tindakan disebut baik apabila dapat mendatangkan akibat baik bagi kepentingan semua irang yang dapat dipengaruhi. Disebut universalis karena dasar penilaian adalah akibat bagi seluruh manusia. Utilitarisme mengatasi egoisme dan membenarkan bahwa pengorbanan pribadi untuk kepentingan orang lain merupakan tindakan yang paling tinggi nilai moralnya.
a. Utilitarisme Tindakan : mengajarkan bahwa manusia mesti bertindak sedemikian rupa sehingga setiap tindakannya menghasilkan akibat baik sebesar mungkin dibandingkan dengan akibat buruk yang mungkin timbul.
b. Utilitarisme Peraturan : ajaran utamanya adalah ‘bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penetapannya menghasilkan kelebihan akibat-akibat baik di dunia yang sebesar mungkin dibandingkan dengan akibat buruk’


ETIKA TEONOM : mengajarkan bahwa norma moral merupakan kehendak Allah
a. Etika Teonom Murni : tindakan benar adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak Allah, tindakan wajib dikerjakan apabila diperintahkan Allah. Allah bebas sama sekali menentukan apa yang wajib dan dilarang, yang baik dan buruk, tugas manusia menerima apa yang ditentukan Allah, bukan berpikir sendiri, karena pikirannya tidak berdaya. Sedangka Islam mengajarkan manusia untuk memikirkan segala sesuatu selain Allah, jangan berpikir tentang dzat Allah (tafakkaru fi khalaq al-Lah wala tafakaru fi al-khaliq).
b. Teori Hukum Kodrat : inti ajarannya bertindaklah sesuai dengan kodratmu sebagai manusia, yaitu sempurnakanlah kemampuan-kemampuanmu dan dengan ini engkau sekaligus akan mencapai kebahagiaan yang sebenarnya serta memenuhi kehendak Allah.
b) Estetika

C. Frans Magnis Suseno, dkk, Etika Sosial, APTIK-Gramedia, Jakarta,1993
Etika perlu dibedakan dari moralitas
Ajaran moral memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang terdapat di antara sekelompok manusia. Nilai moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah aturan tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia, berbeda dari kebaikan pada umumnya yang merupakan kebaikan manusia berdasar satu segi saja, misal sebagai ibu rumah tangga, sebagai anggota masyarakat, sebagai dosen atau profesi/pekerjaan yang lain. Norma moral mempunyai bobot istimewa, mengukur tindakan seseorang sesuai dengan kebaikannya sebagai manusia. Menilai apakah orang itu baik. Moralitas dapat berasal dari satu atau beberapa sumber, yaitu tradisi/adat, agama atau ideologi.
Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran-ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas, yaitu rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif.
Rasional : mendasarkan diri pada nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa kekecualian;
Kritis : mempersoalkan/mempertanyakan mengapa harus demikian
Mendasar : filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-akarnya
Sistematik : untuk melakukan pemikiran mengenai segala sesuatu diadakan langkah demi langkah secara teratur;
Normatif : filsafat tidak sekadar melaporkan pandangan moral, tetapi juga meneliti bagaimana pandangan moral yang seharusnya
Etika, merupakan filsafat moral, pemikiran rasional, kritis, mendasar, dan sistematik tentang ajaran-ajaran moral. Etika mempelajari mengapa kita harus mengikuti moralitas tertentu, bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai moralitas.
Fungsi Etika : pedoman manusia dalam menentukan sikap dalam suasana pluralisme moral.
Etika dan agama
- agama menuntut kepatuhan makhluknya, tetapi tidak dengan taklid. Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas moralitas agama
- dalam beberapa hal agama mengijinkan interpretasi yang berbeda
- dalam beberapa hal agama tidak secara langsung bersikap. Etika membantu menerapkan ajaran moral agama pada masalah moral tersebut. Misal kasus bayi tabung.
- etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata; Agama mendasarkan diri pada wahyu
Etika dan ilmu sosial
Ilmu-ilmu sosial, seperti antropologi, sosiologi, psikologi menganalisis gejala kemasyarakatan berdasar pelbagai aspek moralitas dengan pendekatan deskriptif, sedangkan etika mempertanyakan tepat tidaknya pelbagai ajaran moral secara kritis, dengan pendekatan normatif, karena mempersoalkan moralitas yang seharusnya.
Sistematika Etika :
Etika terdiri dari :
a. Etika Umum : yang merupakan prinsip moral dasar
b. Etika Khusus : yang merupakan etika terapan, terdiri dari Etika Individual dan Etika Sosial
Prinsip dasar Etika Umum adalah kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan mengandung dua pengertian yaitu bebas untuk menentukan diri sendiri dan bebas dari pembatasan oleh orang lain dalam masyarakat. Kedua pengertian itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Kebebasan seseorang untuk menentukan bagi dirinya sendiri dibatasi oleh kebebasan yang sama milik orang lain.
Tiga jenis kebebasan beserta cara pembatasannya adalah :
- kebebasan fisik : kebebasan untuk menggerakkan anggota tubuh, dapat dibatasi oleh paksaan fisik, dengan cara misalnya diborgol, ditahan, disiksa;
- kebebasan psikis : kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dipikirkan dan dikehendaki, dapat dibatasi dengan tekanan psikis seperti ancaman, siksaan, sugesti;
- kebebasan normatif : keadaan bebas dari larangan dan kewajiban, kebebasan yang seharusnya dimiliki oleh manusia, dapat dibatasi melalui pelarangan dan kewajiban
Kebebasan manusia diwujudkan dengan sikap dan tindakan. Manusia yang menentukan sendiri itulah tanggung jawab. Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab dalam arti sbb.:
- keputusan dan tindakan yang diambil harus dipertanggungjawabkan sendiri;
- setiap keputusan senantiasa menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapi dan diterima. Oleh karenanya ruang kebebasan harus diisi secara bermakna.
- Apabila seseorang tidak mau bertanggung jawab berarti ia melihat apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya, apa yang paling bernilai akan tetapi tidak melakukannya. Orang tidak bertanggung jawab menunjukkan orang yang lemah, mengalah terhadap dorongan dan hambatan irasional yang dirasakannya. Ia malas, tak suka susah, takut, lemah, emosi sentimen atau dikuasai hawa nafsu.
Etika Profesi
Profesi dapat di bedakan menjadi dua, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Profesi pada umumnya adalah segenap pekerjaan untuk memperoleh nafkah yang membutuhkan keahlian; profesi luhur adalah profesi yang bertujuan untuk mengabdi pada sesama manusia. Perbedaan ini tidak tajam, karena setiap profesi mempunyai unsur pelayanan kepada masyarakat.
Bagi setiap profesi harus dijalankan berdasar pada dua tuntutan etis, yaitu:
a. harus dijalankan secara bertanggung jawab, dalam arti :
- pekerjaan dan hasilnya harus bermutu;
- akibatnya tidak boleh merugikan orang lain.
b. tujuan profesi tak pernah dilaksanakan apabila, atau sejauh pelaksanaannya melanggar hak orang lain.
Bagi profesi luhur dituntut lebih, yaitu :
a. sikap bebas dari pamrih : kepentingan klien/pasien harus didahulukan daripada kepentingan pribadi;
b. tuntutan etika profesi harus tetap dipertahankan, meski klien, masyarakat, agama, negara menghendaki lain.
Tiga ciri moral yang harus dimiliki orang dalam menjalankan profesinya adalah:
a. memiliki kepribadian moral yang kuat
b. mempunyai kesadaran untuk mempertahankan tuntutan profesinya
c. memiliki cukup idealisme

C. E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius, cet. Ke 6, Jogjakarta, 2003

Etika adalah salah satu bagian dari filsafat.
Etika merupakan studi tentang kehendak manusia, yaitu kehendak yang berhubungan dengan keputusan tentang yang benar dan yang salah dalam tindak perbuatan manusia, karena salah-benarnya perbuatan manusia berhubungan dengan prinsip-prinsip yang mendasari nilai-nilai hubungan antar manusia.
Etika berusaha untuk menemukan prinsip-prinsip yang paling tepat dalam bersikap. Prinsip ini dibutuhkan untuk membuat hidup manusia menjadi sejahtera secara keseluruhan.
Etika merupakan studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia, yang bermanifestasi di dalam kehendak manusia.
Etika mencari dan berusaha menunjukkan nilai-nilai kehidupan yang benar secara manusiawi kepada setiap orang. Etika bertanya dan mencoba menjawab pertanyaan seperti berikut:
- nilai manakah yang paling pantas diperhatikan?
- Mengapa seseorang berbuat lebih baik dari yang lain?
Postulat Etika
Postulat etika adalah kebenaran-kebanaran atau proposisi-proposisi yang validitasnya tidak perlu dibuktikan oleh ilmu pengetahuan yang bersangkutan, melainkan sebagai sesuatu yang diandaikan. Postulat bukan merupakan asumsi manusia yang tanpa dasar, tetapi merupakan pernyataan-pernyataan yang dipinjam dari ilmu pengetahuan lain yang berwenang menyelidiki dan menetapkan postulat tersebut. Tiga postulat/kebenaran filosofis yang menopang segala sistem etika, yaitu :
a. keberadaan Tuhan
Tuhan, maha pencipta adalah tujuan akhir hidup dan perjuangan manusia. Pemberi hukum mutlak dan Hakim segala hakim, sumber segala sumber hukum moral yang menuntun dan menentukan apa yang harus dilakukan manusia.
b. kebebasan kehendak
manusia mempunyai kebebasan untuk memilih antara yang benar dan tidak benar. Setiap perbuatan manusia dianggap benar apabila perbuatan itu merupakan satu-satunya cara yang dimungkinkan untuk dilakukan.
c. keabadian jiwa
keyakinan bahwa jiwa manusia merupakan roh yang hidup abadi, dan setiap perbuatan yang dilakukan, akibatnya akan pula dirasakannya, terlebih apabila ia tidak menerima akibat yang setimpal di dunia.
Moralitas perbuatan manusia
Diktum skolastik berbunyi berbunyi “bonum ex integral causa, malum ex quocumque”, artinya untuk menjadi baik maka sesuatu hal harus sepenuhnya baik. Ini artinya perbuatan manusia disebut baik apabila tujuan akhirnya baik, motivasi dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu dari ketiganya tidak baik, perbuatan manusia secara keseluruhan menjadi tidak baik.
Faktor-faktor penentu moralitas perbuatan yaitu : sasaran (tujuan akhir), motivasi dan lingkungan (ruang lingkup perbuatan). Sasaran merupakan perwujudan perbuatan yang dikehendaki secara bebas menurut aturan moral. Moralitas pada dasarnya terletak dalam kehendak. Motivasi (intensi) adalah hal yang secara personal diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Motivasi, dikehendaki secara sadar, mendukung moralitas perbuatan. Ruang lingkup (lingkungan perbuatan) adalah segala sesuatu yang secara aksidental mengelilingi dan mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian ini adalah manusia, kualitas dan kuantitas, cara, waktu, tempat, motivasi, frekuensi perbuatan, dsb., yang harus dipertimbangkan sebelumnya dan menyumbang moralitas perbuatan meski tidak semua lingkungan mempengaruhi moralitas perbuatan.

D. Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendeskripsikan tiga arti etika, yaitu:
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Berten, tiga arti etika adalah:
1. etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya etika orang Jawa, etika agama Budha.
2. etika dipakai dalam arti : kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik, misalnya Kode Etik Dokter Indonesia, Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti : ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti etika disini sama dengan filsafat moral.
Etika juga diartikan adat istiadat/kebiasaan yang baik, dan kemudian berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya (etika perangai) dan studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia (etika moral.
Berdasarkan perkembangan tersebut, dibedakan etika perangai dan etika moral.
Etika perangai merupakan adat-istiadat yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu pada waktu tertentu, berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian tertentu. Contoh etika perangai : busana adat, pergaulan muda-mudi, upacara adat.
Etika moral berkait dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika dilanggar timbullah kejahatan, yang berupa perbuatan tidak baik dan tidak benar. Etika moral terwujud dalam kehendak manusia berdasarkan kesadaran, kesadaran adalah suara hati nurani. Contoh etika moral : berkata baik dan jujur, menghargai hak orang lain, menghormati orangtua dan guru, membela kebenaran dan keadilan. Manusia mempunyai kebebasan kehendak, memilih yang baik tidak baik, benar tidak benar, untuk kemudian mempertanggungjawabkan pilihannya. Nilai moral menjadi dasar dalam pembentukan hukum positif oleh penguasa.
Etika dan Etiket : Etika berarti moral ; Etiket berarti sopan santun, tata krama.
Persamaannya : keduanya merupakan pedoman perilaku manusia
Bertens mengemukakan empat perbedaan sbb:
a. Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin. Bagaimana cara masuk tidak jadi soal. Etiket menetapkan cara melakukan perbuatan, menunjukkan cara yang tepat, baik dan benar sesuai yang diharapkan.
b. Etika berlaku tidak tergantung pada ada tidaknya orang lain, misal larangan mencuri, selalu berlaku baik ada maupun tidak ada orang lain; etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Jika tidak ada orang lain yang hadir, etiket tidak berlaku, misal dalam tata cara makan.
c. Etika bersifat absolut, tidak dapat ditawar-tawar, misal larangan mencuri, larangan membunuh. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, dapat dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal cara menghormati orang pada masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia.
d. Etika memandang manusia dari segi batiniah, orang yang bersikap etis adalah orang yang benar-benar baik, tidak munafik. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah, tampak dari luar sangat sopan dan halus, tetapi bisa jadi akhlak dan kepribadiannya sangat tidak baik. Misal penipu dapat berhasil mencapai maksud jahatnya karena sikapnya sangat baik sehingga orang lain tertawan hatinya.
Etika berasal dari bahasa Yunani, moral dari bahasa Latin secara etimologi keduanya berarti adat kebiasaan; nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Nilai dan norma tersebut menjadi ukuran moralitas perbuatan. Moralitas merupakan kualitas perbuatan manusiawi dalam arti perbuatan tersebut baik buruk atau benar-salah. Moralitas perbuatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu motivasi, tujuan akhir dan lingkungan perbuatan.

E. Bruggink, terj. Oleh Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999

Bruggink menjelaskan etika dengan mendeskripsikan terlebih dahulu keterkaitan antara hukum dengan moral.
Moral dapat diartikan sebagai :
1. keseluruhan tentang kaidah dan nilai berkenaan dengan ihwal ‘baik’ atau perbuatan baik manusia yang dapat diartikan juga dengan etika, dan
2. teori tentang moral sebagai keseluruhan kaidah dan nilai
Dalam persamaan matematis dapat disederhanakan sebagai berikut:
Moral = keseluruhan tentang kaidah dan nilai
Etika = teori tentang moral
Jadi, etika = teori tentang keseluruhan kaidah dan nilai berkenaan dengan ihwal baik atau perbuatan baik manusia
1.2 Macam-macam Etika
a. etika deskriptif/paparan
sebagai ilmu pengetahuan, dalam etika deskriptif orang memaparkan pola moral yang berpengaruh/berlaku dalam suatu masyarakat tertentu, baik dalam pandangan normatif maupun posivistik.
Menurut pandangan posivistik, bentuk etika paparan harus berkenaan dengan pendekatan empirik murni tentang moral. Etika deskriptif sebatas menggambarkan pola kaidah dan nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian sama dengan pendekatan yang dipergunakan dalam sosiologi hukum empiris.
Menurut pandangan normatif, moral yang harus dipatuhi oleh masyarakat tertentu nilai moral yang tergambarkan dalam sistem konseptual kaidah dan moral.
Untuk memahami etika sebagai pola moral, perlu dipahami batasan antara kaidah kesopanan, kaidah moral dan kaidah hukum.
Perbedaan antara Kesopanan dan moral
Kaidah kesopanan dan kaidah moral : keduanya diarahkan pada perbuatan manusia; bersifat intersubjektif, mengarah pada perbuatan manusia sebagai sesama manusia.
Perbedaannya : kaidah moral merupakan kaidah terpenting yang dikenal manusia; kaidah moral menata kehidupan manusia, memberikan struktur pada masyarakat; kaidah kesopanan berkenaan dengan kaidah yang tumbuh dari kebiasaan berkait dengan kemudahan (keluwesan, keramahan, keakraban) kepantasan atau bentuk pergaulan

Perbedaan antara hukum dan moral
Kaidah hukum bertumpu pada kaidah moral. Kedua kaidah sesungguhnya sulit dipisahkan. Dalam kehidupan kemasyarakatan, keduanya sering saling bertumpang tindih. Terdapat kaidah moral yang mengatasi kaidah hukum, kaidah hukum yang mengandung moral, serta kaidah hukum yang netral dalam arti tidak (selalu) mengandung kaidah moral.
Kaidah moral yang mengatasi kaidah hukum : misal kaidah yang berkenaan dalam ikatan keluarga dan lingkungan persahabatan
Kaidah moral yang bertumpang tindih dengan kaidah hukum, meliputi kaidah-kaidah hukum yang dipandang penting bagi manusia. Termasuk dalam kaidah ini adalah hampir semua ketentuan pidana materiil.
Kaidah hukum yang tidak termasuk kaidah moral, lazimnya kaidah yang bersifat teknikal/netral. Termasuk dalam kaidah demikian adalah peraturan lalu lintas.
b. etika kaidah/etika asas/etika aturan
Etika kaidah mencakup teori bahwa orang melakukan perbuatan secara moral baik apabila ia mematuhi perintah/aturan, yang dengan bantuan rasionya ia jabarkan dari kaidah moral yang berlaku umum. Perbuatan baik apabila bersifat melakukan kewajiban dan perbuatan buruk apabila melalaikan/tidak melakukan kewajiban.
Dalam etika kaidah terdapat aliran-aliran, dua yang terpenting adalah teori-teori deontik dan teori-teori teleologik
Teori-teori deontik: meletakkan kewajiban kepada manusia yang harus dipenuhi, semata-mata karena perbuatan itu secara moral baik.
Teori teleologik: menempatkan tujuan perbuatan sebagai landasan bagi kaidah moral; perbuatan sebagai baik secara moral apabila akibat-akibat dari perbuatan itu secara moral baik.
c. etika nilai
Etika nilai meliputi teori-teori yang menguraikan bahwa manusia melakukan perbuatan baik secara moral apabila ia mengacu kepada nilai-nilai, yang harus ia berikan bentuk sebanyak mungkin dalam kehidupannya. Dalam etika ini diandaikan terdapat suatu hierarki nilai yang kurang lebih ajeg dengan derajat berbeda-beda dapat ditemukan orang. Pemahaman dalam nilai memberikan orientasi/acuan kepada manusia bagi kehidupannya. Semakin ia berhasil mewujudkan niali itu, manusia semakin sempurna. Etika nilai mengarah pada perbuatan manusia bahkan keseluruhan pribadinya. Dikenal beberapa penggolongan nilai:
1. nilai moral, berkait dengan yang baik secara moral
2. nilai estetika, nilai yang berkait dengan keindahan
3. nilai religius, terkait pada nilai moral dan estetika tetapi dari suatu tatanan tertentu.
4. nilai teknikal/instrumental, nilai yang berkait dengan berfungsinya/bekerja-nya ihwal tertentu dengan baik
Frankena membedakan nilai moral dan nilai bukan moral. Nilai bukan moral dibedakan ke dalam:
1. nilai kegunaan; apa yang baik karena dapat digunakan untuk tujuan tertentu
2. nilai ekstrinsik ; apa yang baik karena merupakan sarana untuk apa yang baik
3. nilai inheren ; apa yang baik karena pengalaman memandangnya pada dirinya sendiri adalah baik atau memberi kepuasan;
4. nilai intrinsik ; apa yang baik pada dirinya sendiri adalah baik atau adalah baik karena sifat-sifat intrinsiknya sendiri
5. nilai kontributif ; apa yang baik karena nilai ini memberikan sumbangan pada kehidupan yang intrinsik baik atau merupakan bagian daripadanya
6. nilai terakhir ; apa yang dipandang dalam keseluruhannya adalah baik.

1 komentar:

  1. akhirnya ketemu juga blognya bu,,,
    makasie bu jadi enak bisa ambil dari internet materinya,,,

    BalasHapus