Minggu, 29 Agustus 2010

Penyelenggaraan Pemerintahan Untuk Negara Hukum*

Oleh : Sri Praptianingsih

A. Pendahuluan
Penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 22/1999) memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan otonomi berdasarkan prinsip desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar pada UUD 1945, apapun asas otonominya, adalah semata untuk mewujudkan negara hukum formil menjadi hukum materiil yang hendaknya dijadikan niscaya oleh setiap komponen bangsa ini.

B. Permasalahan
Yang dimaksud penyelenggara negara adalah pemegang kekuasaan negara, baik kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif maupun kekuasaan yudisiil. Berkait dengan kajian otonomi daerah, yang dimaksud kekuasaan eksekutif adalah Pemerintah Kabupaten/Kota, kekuasaan legislatif adalah DPRD Kabupaten/Kota dan kekuasaan yudisiil adalah lembaga peradilan, dalam hal ini adalah Mahkamah Agung beserta seluruh jajarannya yang berkedudukan di tingkat kabupaten/kota adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, serta Peradilan Tata Usaha Negara untuk Ibukota Propinsi. Tiap-tiap badan penyelenggara negara mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan. Issu hukum yang akan dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana tindakan penyelenggara negara dalam menjalankan wewenangnya berdasarkan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat sekaligus menujudkan negara hukum formil menjadi negara hukum materiil?

C. Pembahasan
Kepustakaan mengenal istilah negara hukum formil dan negara hukum materiil . Negara hukum formil adalah negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Sedangkan negara hukum materiil merupakan perkembangan lebih lanjut negara hukum

formil. Dalam negara hukum materiil, apabila terdapat keadaan mendesak, demi kepentingan warga negara, penguasa diberi kebebasan bertindak berupa freies ermessen (hukum administrasi) dan asas opportunitas (hukum acara pidana)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi negara hukum (rechtsstaat) adalah:
1. asas legalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan
2. jaminan perlindungan hak asasi manusia
3. adanya pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan
4. pengawasan oleh badan peradilan.
Mengacu pada kriteria tersebut, maka penyelenggara negara sebagai aparat sebuah negara hukum dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan wewenangnya harus mengupayakan semaksimal mungkin agar ide negara hukum dapat terwujud melalui praktek penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan di Indonesia.

Add. 1 Asas Legalitas
Asas legalitas dalam penyelenggaraan negara (pemerintahan) berarti bahwa setiap pemegang dan pelaksana kekuasaan negara dalam menjalankan wewenangnya harus berdasar dan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Apabila ternyata timbul keadaan mendesak yang harus diselesaikan, sementara peraturan belum ada atau ada tetapi tidak jelas, maka penyelenggara negara diberi kebebasan bertindak berupa freies ermessen bagi pemegang kekuasaan eksekutif dan di bidang peradilan diberlakukan asas opportunitas. Sedangkan bagi pemegang kekuasaan legislatif belum lazim diberlakukan kebebasan bertindak, karena wewenang utama badan legislatif adalah menyusun undang-undang (peraturan daerah :tingkat Kabupaten/Kota), sehingga tidak langsung bersentuhan dengan kasus-kasus masyarakat yang terus berkembang dan berubah. Kebebasan bertindang yang dimiliki oleh kekuasaan eksekutif dan yudisiil harus tetap mengacu pada perturan perundangan yang berlaku, dalam arti tindakan penguasa tidak menyimpang dan bahkan bertentangan secara substansi peraturan perundangan yang berlaku . Oleh karena itu maka agar setiap tindakan penguasa merupakan perbuatan yang sah sehingga tidak mudah diajukan pembatalan, bahkan sengketa dengan tuntutan ganti kerugian, harus dilakukan harus juga berdasarkan wewenangnya yang sah.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU 22/1999 penyelenggara pemerintahan di daerah kewenangan DPRD ditentukan dalam pasal 18 sbb:
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
a.memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
Walikota;
b.memilih anggota MPR dari Utusan Daerah;
c.mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota;
d.bersama Gubernur, Bupati, dan Walikota membentuk Peraturan Daerah;
e.bersama Gubernur, Bupati, dan Walikota menetapkan APBD;
f.melaksanakan pengawasan terhadap :
1.pelaksanaan Perda dan Peraturan perundang-undangan lain;
2.pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
3.pelaksanaan APBD;
4.kebijakan Pemerintah Daerah;
5.pelaksanaan kerjasama internasional di daerah;
g.memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan Daerah;
h.menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah.
(2)Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD

UU 22/1999 tidak menentukan wewenang Bupati, tetapi menentukan tentang Kewajiban Kepala Daerah dalam pasal 43 UU 22/1999, yaitu :
a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana cita-cita proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945;
b. memegang teguh Pancasila dan UUD 1945;
c. menghormati kedaulatan rakyat;
d. menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
e. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat;
f. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
g. mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkan sebagai Peraturan Daerah
bersama dengan DPRD.
Kewajiban lain ditentukan dalam pasal berikutnya, yaitu :
h. memimpin penyelenggaraan pemerintahan Daerah (ps. 44 ayat (1);
i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan
Daerah kepada Presiden (ps. 44 ayat (2);
j. menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD setiap akhir tahun anggaran;

Setiap tindakan aparat penyelenggara negara harus berpijak pada kewenangan yang ditentukan oleh peraturan perundangan sebagaimana tersirat dalam ketentuan pasal 53 ayat (2) UU 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa keputusan bertentangan dengan peraturan perundang-undang, karena
- bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundangan yang bersifat
prosedural/formal; atau
- bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang bersifat
materiil/substansial; atau
- dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang

add.2 Jaminan Perlindungan Hak Asasi Manusia
Negara mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak dapat terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan (pasal 2 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia).
Aparat penyelenggara negara merupakan kepanjangan tangan negara, tindakan hukum publiknya merupakan representasi dari kebijakan negara. Negara mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi oleh karena itu setiap tindakan aparat berorientasi juga kepada perlindungan hak asasi manusia.
Berkait dengan kesejahteraan masyarakat yang merupakan kewajiban negara (ditangkat daerah menjadi kewajiban pemerintah daerah) untuk mengupayakannya, pasal 36 UU 39/1999 menentukan :
(1) setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan
cara yang tidak melanggar hukum;
(2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara
melawan hukum;
(3) Hak milik mempunyai fungsi sosial.
Berdasarkan ketentuan tersebut dikaitkan dengan ketentuan kepemilikan tanah maka berwenang untuk menentukan memberikan atau mencabut hak atas tanah pada seseorang atau sekelompok orang. Pemberian dan/atau pencabutan hak harus selalu dalam kerangka negara hukum yang
- memberikan pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia;
- dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik proses, persyaratan, prosedur maupun badan/pejabat yang melakukan pemberian atau pencabutan hak atas tanah;
- disertai ganti kerugian yang wajar dan segera, yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap tindakan penguasa yang menimbulkan kerugian kepada warga negara wajib disertai ganti kerugian, baik tindakan tersebut menurut hukum maupun melanggar hukum.
Mengacu pada pasal tersbut harus disadari juga oleh warga negara, bahwa segala hak yang ada pada dirinya mengandung fungsi sosial. Maka apabila terdapat kepentingan umum yang memerlukan wajib bagi warga untuk mengutamakan kepentingan umum tersebut. Persoalannya, “kepentingan umum” harus mempunyai kriteria yang jelas.

Add. 3 Pembagian kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Teori pembagian kekuasaan lahir untuk merespon kekuasaan yang menumpuk pada satu tangan. Oleh karena itu dalam negara demokrasi modern dikenal berbagai badan penyelenggara negara yang masing-masing mempunyai kekuasaan yang ditentukan dengan tegas dalam ketentuan pembentukannya. Antar badan atau lembaga penyelenggaran negara dapat saling mengawasi atau bekerja sama, tetapi masing-masing bertanggung jawab terhadap tugas kewajiban utamanya. Tindakannya dalam pemerintahan adalah sah apabila berdasarkan kewenangan yang sah.

Add. 4 Pengawasan oleh badan peradilan
Salah satu ciri utama negara hukum adalah adanya lembaga peradilan yang memberikan perlindungan hukum kepada warganegaranya terhadap tindakan penguasa yang sewenang-wenang atau dapat merugikan warga negaranya. Oleh karena itu sebagai aparat penyelenggara negara dalam sebuah negara hukum, setiap badan/pejabat tata usaha negara harus siap digugat dimuka pengadilan apabila ternyata warga negara merasa keputusan badan/pejabat tata usaha negara ternyata melanggar haknya atau merugikan dirinya. Sedangkan bagi DPRD, harus siap apabila produknya diajukan kepada Mahkamah Konstitusi apabila ternyata dalam menjalankan wewenang dan tugasnya tidak mencerminkan penyelenggara negara dalam sebuah negara hukum.
Sedangkan bagi sengketa yang tidak melibatkan aparat penyelenggara negara penyelesaiannya merupakan kewenangan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama pada peradilan tingkat pertama, atau dalam hal penyeleseaian sengketa di luar peradilan merupakan penyelesaian sengketa merupakan wewenang Kepala Desa sebagai hakim perdamaian (periksa pasal 101 UU 22/1999)

D. Penutup
Negara Hukum bukan slogan, tetapi cita-cita pendiri negara. Oleh karena itu kewajiban generasi penerus untuk mewujudkannya menjadi negara hukum yang materiil. Jika tidak mulai sekarang, kapan lagi upaya mewujudkan negara hukum akan kita mulai?

DAFTAR BACAAN
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 2001
Philipus Mandiri Hadjon, Pemerintahan Menurut Hukum, Yuridika Surabaya, 1993
Undang Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


*Disampaikan dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Komisi A DPRD Kabupaten
Jember, 9 Maret 2004

1 komentar: