BAB XI
HUKUM ACARA
11.1 Pengertian
Hukum
acara/hukum formal adalah susunan peraturan yang menentukan apa yang harus
dilakukan jika norma hukum dilanggar oleh anggota masyarakat atau jika hukum
subyektif tidak dihormati lagi oleh orang-orang tertentu. Hukum acara bermaksud
menjamin dilaksanakannya hukum materiil, di dalamnya berisi tentang cara
bagaimana perbuatan melawan hukum dapat dihadapkan ke pengadilan dan bagaimana
pengadilan itu harus menjalankan tugasnya
11.2 Lingkungan Peradilan
Ketentuan pasal 24 ayat (2)
Amandemen UUD 1945 bahwa kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Di samping lingkungan peradilan tersebut, dengan
berbagai undang-undang dibentuk berbagai lembaga peradilan, seperti pengadilan
anak, pengadilan pajak, pengadilan ekonomi, pengadilan niaga. Berdasarkan hal
tersebut, secara empiris, terdapat lingkungan peradilan sebagai berikut :
1.
peradilan umum yang mengadili
sengketa keperdataan dan perkara pidana
2.
peradilan agama yang mengadili
sengketa keperdataan bagi warga negara yang beragama Islam;
3.
peradilan militer yang
mengadili perkara dan sengketa di bidang kemiliteran;
4.
peradilan tata usaha negara
yang mengadili sengketa karena diterbitkannya Keputusan tata Usaha Negara;
5.
pengadilan pajak yang mengadili
sengketa perpajakan;
6.
pengadilan anak yang mengadili
perkara pidana dengan pelaku anak-anak;
7.
pengadilan niaga yang mengadili
sengketa yang melibatkan perusahaan;
8.
pengadilan ekonomi yang
mengadili tindak pidana ekonomi
88
9.
Mahkamah Konstitusi yang
mengadili sengketa kenegaraan berupa menguji undang-undang terhadap UUD,
sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik dan sengketa
tentang hasil pemilu.
Mengacu
pada jenis lembaga pengadilan maka tiap lembaga pengadilan mempunyai hukum
materiil dan hukum formilnya masing-masing.
11.3 Asas-Asas dalam Hukum Acara
Meski
terdapat banyak lembaga peradilan dengan kompetensinya masing-masing, secara
umum, asas-asas beracara ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman. Asas-asas umum dalam hukum acara di Indonesia
berdasarkan UU 4/2004 adalah sebagai berikut:
1)
Peradilan dilakukan “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”
2)
Peradilan negara menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila
3)
Peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan
4)
Peradilan bebas dari segala
campur tangan pihak lain
5)
Setiap orang mempunyai
kedudukan yang sama dimuka hokum
6)
Tidak seorangpun dapat
dihadapkan di depan pengadilan selain berdasar ketentuan undang-undang
7)
Tidak seorangpun dapat dijatuhi
pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
bukti yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya
8)
Tidak seorangpun dapat
ditangkap, ditahan, digeledah, disita selain berdasar perintah tertulis oleh
kekuasaan yang sah menurut cara yang diatur undang-undang
9)
Setiap orang yang disangka,
ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib
dianggap tidak bersalah bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
10)
Setiap orang yang ditangkap,
ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabilitasi.
Sementara itu asas-asas lain yang dikenal dalam hukum acara antara
lain:
11)
ulus testis nulus testis (satu saksi bukan saksi), artinya agar mempunyai bobot pembuktian,
diperlukan minimal dua orang saksi;
12)
saksi adalah orang yang
benar-benar mengetahui dalam arti mengalami, atau mendengar atau melihat
peristiwa yang disidangkan;
13)
hakim dilarang menolak perkara
yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada hukumnya atau hukumnya tidak
jelas (hukum acara perdata)
14)
hakim bersifat pasif (Hukum
acara perdata)
15)
hakim wajib mendengarkan
keterangan dari para pihak yang bersengketa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar