Kamis, 03 September 2015

Bab 11 PHI Hk Acara

BAB XI
HUKUM ACARA
11.1 Pengertian
Hukum acara/hukum formal adalah susunan peraturan yang menentukan apa yang harus dilakukan jika norma hukum dilanggar oleh anggota masyarakat atau jika hukum subyektif tidak dihormati lagi oleh orang-orang tertentu. Hukum acara bermaksud menjamin dilaksanakannya hukum materiil, di dalamnya berisi tentang cara bagaimana perbuatan melawan hukum dapat dihadapkan ke pengadilan dan bagaimana pengadilan itu harus menjalankan tugasnya

11.2 Lingkungan Peradilan
Ketentuan pasal 24 ayat (2) Amandemen UUD 1945 bahwa  kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Di samping lingkungan peradilan tersebut, dengan berbagai undang-undang dibentuk berbagai lembaga peradilan, seperti pengadilan anak, pengadilan pajak, pengadilan ekonomi, pengadilan niaga. Berdasarkan hal tersebut, secara empiris, terdapat lingkungan peradilan sebagai berikut :
1.      peradilan umum yang mengadili sengketa keperdataan dan perkara pidana
2.      peradilan agama yang mengadili sengketa keperdataan bagi warga negara yang beragama Islam;
3.      peradilan militer yang mengadili perkara dan sengketa di bidang kemiliteran;
4.      peradilan tata usaha negara yang mengadili sengketa karena diterbitkannya Keputusan tata Usaha Negara;
5.      pengadilan pajak yang mengadili sengketa perpajakan;
6.      pengadilan anak yang mengadili perkara pidana dengan pelaku anak-anak;
7.      pengadilan niaga yang mengadili sengketa yang melibatkan perusahaan;
8.      pengadilan ekonomi yang mengadili tindak pidana ekonomi

88
9.      Mahkamah Konstitusi yang mengadili sengketa kenegaraan berupa menguji undang-undang terhadap UUD, sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik dan sengketa tentang hasil pemilu.
Mengacu pada jenis lembaga pengadilan maka tiap lembaga pengadilan mempunyai hukum materiil dan hukum formilnya masing-masing.

11.3 Asas-Asas dalam Hukum Acara
Meski terdapat banyak lembaga peradilan dengan kompetensinya masing-masing, secara umum, asas-asas beracara ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Asas-asas umum dalam hukum acara di Indonesia berdasarkan UU 4/2004 adalah sebagai berikut:
1)      Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”
2)      Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila
3)      Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan
4)      Peradilan bebas dari segala campur tangan pihak lain
5)      Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dimuka hokum
6)      Tidak seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain berdasar ketentuan undang-undang
7)      Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat  bukti yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya
8)      Tidak seorangpun dapat ditangkap, ditahan, digeledah, disita selain berdasar perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah menurut cara yang diatur undang-undang
9)      Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
10)  Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
Sementara itu asas-asas lain yang dikenal dalam hukum acara antara lain:
11)  ulus testis nulus testis (satu saksi bukan saksi), artinya agar mempunyai bobot pembuktian, diperlukan minimal dua orang saksi;
12)  saksi adalah orang yang benar-benar mengetahui dalam arti mengalami, atau mendengar atau melihat peristiwa yang disidangkan;
13)  hakim dilarang menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada hukumnya atau hukumnya tidak jelas (hukum acara perdata)
14)  hakim bersifat pasif (Hukum acara perdata)
15)  hakim wajib mendengarkan keterangan dari para pihak yang bersengketa



Tidak ada komentar:

Posting Komentar