Sejarah
Konstitusi
(constitution), sering disamakan artinya atau diterjemahkan sebagai undang-undang dasar. Kepustakaan
Belanda membedakan arti konstitusi (constitutie) dengan undang-undang
dasar (grondwet), bahwa undang-undang dasar merupakan bagian tertulis
dari konstitusi; konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis[69].
Pemahaman
konstitusi, pada mulanya hanya merupakan kumpulan peraturan adat kebiasaan.
Masa Kekaisaran Roma pengertian constitutionnes berkembang menjadi
`kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh kaisar/preator, termasuk
pernyataan hali hukum dan negarawan, adat kebiasaan dan undang-undang`[70].
Konstitusi Roma ini mempunyai pengaruh sampai abad pertengahan, nampak dari
konsep ultimate power (kekuasaan tertinggi) kaisar Roma menjelma dalam L`Etat
General di Perancis dan konsep ordo et unitas mengilhami tumbuhnya
paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme[71].
Pada
abad pertengahan, corak konstitusionalisme bergeser ke arah feodalisme, dimana
berkembang faham bahwa tanah dikuasai oleh para tuan tanah dan setiap orang
harus mengabdi kepada salah satu tuan tanah, sehingga raja yang seharusnya
menempati kedudukan tertinggi tergeser oleh para tuan tanah[72].
Abad VII
(zaman klasik) pada awal zaman klasik lahir piagam/konstitusi Madinah, yang
merupakan konstitusi negara Madinah, dibentuk sekitar tahun 622 M. Piagam ini
dibentuk tidak lama setelah Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah. Piagam Madinah
dibuat untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah, berisi tentang aturan pokok
kehidupan bersama agar terbentuk kesatuan hidup para penghuninya yang majemuk.
Nabi Muhammad s.a.w. dalam piagam tersebut mengatur antara lain :
1.
mempersaudarakan muslim
pendatang dengan muslim Madinah, kewajiban saling tolong di antara mereka
bahkan tingkat saling mewarisi;
2.
kesepakatan untuk hidup bersama
secara damai antar berbagai golongan di
Madinah, yaitu golongan Islam dan non Islam yang dituangkan secara tertulis
dalam naskah yang disebut shahifah.
Naskah
yang dibuat Nabi Muhammad s.a.w. tersebut mendapat sebutan yang beragam, antara
lain : The Constitution of Medina (W.
Montgomery Watt), charter (R.A.
Nocholson), treaty (Majid Khadduri) agreement (Philip K Hitti), piagam
(Zainal Abidin Ahmad)[73].
Di Eropa
Kontinental, pada abad 15 merupakan puncak kekuasaan pemerintahan oleh Raja,
absolutisme semakin kokoh, khususnya di Perancis, Rusia, Prusia dan Austria .
Sedangkan di Inggris, kaum bangsawan mengungguli kekuasaan Raja dengan pecahnya
The Glorius Revolution (1688) yang mengakhiri absolutisme raja di Inggri
dan memunculkan parlemen sebagai lembaga pemegang kedaulatan. Akhirnya tahun
1776 12 negara koloni Inggris mengeluarkan Declarations of Independence
dan menetapkan konstitusinya sebagai dasar negara yang berdaulat. Deklarasi ini
merupakan bentuk nyata Teori perjanjian masyarakat.
Tahun
1789 meletus revolusi di Perancis, yangmenimbulkan ketegangan dalam masyarakat
dan gangguan stabilitas keamanan negara. Tanggal 20 Juni 1789 Estats Geneaux
memproklamirkan dirinya sebagai Constituante. Tanggal 14 September untuk
diterima Konstitusi pertama di Eropa oleh Raja Louis XVI. Peristiwa lahirnya
konstitusi ini diikuti oleh sebagian besar negara di dunia. Sampai abad XIX
hanya Inggris, Hongaria dan Rusia yang belum mempunyai konstitusi tertulis[74].
Pada
masa Perang Dunia I (1914), konstitusionalisme mendapatkan dorongan untuk
berkembang. Terjadi penghancuran pemerintahan yang tidak liberal dan didirikan
(diciptakan) pemerintahan baru dengan konstitusi yang berasaskan demokrasi dan
nasionalisme, pendirian Liga bangsa-bangsauntuk mencapai tujuan perdamaian
dunia.
Tahun
1917 muncul reaksi melawan nasionalisme ditanmdai dengan Revolusi Rusia 1917,
diikuti meletusnya fasisme di Italia, pemeberontakan Nazi di Jerman, dan
berpuncak pada meletusnya Perang Dunia II.
Perang
Dunia II, banyak dimenangkan oleh bangsa-bangsa berserikat atas kekuatan tiran
saat itu. Kesempatan kedua bagi bangsa-bangsa tersebut menerapkan metode
konstitusionalisme terhadap bangunan internasional melalui piagam PBB untuk
mencapai perdamaian dunia yang permanen.
8.2 Istilah
Istilah konstitusi dikenal sejak zaman Yunani Purba,
meskipun belum dalam bentuk tertulis, tetapi dalam arti yang materiil, terbukti
dengan ajaran Aristoteles yang membedakan istilah Politiea (diartikan sebagai
konstitusi) dan Nomoi (diartikan sebagai undang-undang). Politiea mempunyai
kekuasaan membentuk , sehingga kedudukan lebih tinggi daripada nomoi yang tidak
mempunyai kekuasaan demikian[75].
Pada Zaman Rumawi dikenal adanya Lex Regia,
berisi perjanjian perpindahan kekuasaan rakyat ke Caesar, yang berkuasa mutlak.
Abad pertengahan terdapat Leges Fundamentalis yang isinya hak dan
kewajiban rakyat (rex) dan Raja (regnum). Perjanjian yang
tertulis tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sejarah pemerintahan yang mulai
menaskahkan perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya, dengan tujuan untuk
memudahkan para pihak menuntut haknya masing-masing serta mengingatkan
kewajiban yang harus dilaksanakan, dan masing-masing tidak elupakannya karena
sudah ditulis.
Konstitusi/Constitution/verfassung tidak sama
dengan UUD/grundgesetz. Dalam pergaulan kita menyamakan konstitusi
dengan undang-undang dasar. Dalam kepustakaan berbahasa Inggris terdapat
istilah Constitution. Inggris merupakan negara yang tidak mempunyai
konstitusi tertulis. Kepustakaan berbahasa Belanda (L.J. van Apeldoorn)
membedakan pengertian undang-undang dasar (grondwet) dengan konstitusi (constitutie)[76].
8.3 Pengertian
Konstitusi
(constitusion, verfasung) tidak sama dengang undang-undang dasar (grundgesetz).
Konstitusi mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada undang-undang
dasar. Menurut L.J. van Apeldoorn, undang-undang dasar merupakan bagian
tertulis suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik hukum dasar
tertulis maupun yang tidak tertulis[77].
Menurut Herman
Heller, konstitusi dapat diartikan dalam tiga pengertian, yaitu :
a.
konstitusi mencerminkan
kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politische
verfassung als gesselschaftliche Wirklichkeit) dan ia belum merupakan
konstitusi dalam arti hukum (ein Rechtsverfassung) atau d.p.l.
konstitusi masih merupakan pengertian sosiologis atau politis, belum pengertian
hukum.
b.
Kemudian dicari unsur hukum
dari konstitusi dalam huruf a.untuk dijadikan sebagai suatu kaidah hukum. Maka
konstitusi disebut rechtverfassung. Tugas mencari unsur hukum dalam ilmu
pengetahuan hukum disebut abstraksi
c.
Kemudian orang menulisnya dalam
naskah sebagai undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara[78].
Rechtsverfassung memerlukan dua syarat,
yaitu syarat bentuk dan syarat isi. Bentuknya harus merupakan naskah tertulis,
yang merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku dalam negara. Syarat isi,
bahwa peraturan tersebut bersifat fundamental, artinya memuat hal-hal mendasar,
bersifat pokok atau asas-asas saja.
8.4 Hakekat
Menurut C.F. Strong , konstitusi pada negara federal pada hakekatnya merupakan
perjanjian yang harus ditaati baik oleh negara bagian maupun negara federal,
karena di dalamnya ditentukan bagaimana
pembagian kekuasaan dibagi antara pemerintah negara bagian dengan pemerintah
negara federal, serta bagaimana wewenang penyelesaian sengketa apabila timbul
perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
Menurut Kusnardi, konstitusi pada hakekatnya adalah
suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundangan lainnya.
Kedudukan konstitusi lebih tinggi dan menjadi dasar dan sumber dari peraturan
perundangan lain.
8.5
Sifat Konstitusi
Sifat konstitusi akan mengkaji sifat sbb: fleksibel
(luwes) atau rigid (kaku), tertulis atau tidak tertulis
a.
fleksibel dan rigid suatu
konstitusi detentukan oleh :
(i)
cara merubah konstitusi
konstitusi tertulis menentukan dalam
salah satu pasalnya cara perubahan konstitusi, agar dapat mengikuti
perkembangan masyarakat. Perubahan konstitusi haruslah karena benar-benar
dikehendaki dan dianggap perlu oleh rakyat. Konstitusi yang mempertimbangkan
syarat yang tidak memberatkan untuk perubahannya disebut bersifat fleksibel,
sedangkan apabila konstitusi menetapkan syarat yang memberatkan dan mempersulit
untuk terjadinya perubahan disebut bersifat rigid
(ii)
mudah tidaknya konstitusi
mengikuti perkembangan jaman
ukuran kedua untuk menentukan sifat
rigid dan fleksibel adalah karakter konstitusi mengikuti perkembangan
masyarakat. Apabila konstitusi mengatur hal-hal yang pokok saja sedangkan
aturan lebih rinci diatur dalam undang-undang dan peraturan di bawahnya, maka
konstitusi akan mudah mengikuti perkembangan (bersifat fleksibel), sedangkan
apabila konstitusi mengatur segala sesuatunya dengan rinci, maka konstitusi
akan mudah ketinggalan zaman. Inilah yang disebut bersifat rigid (kaku).
b.
tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi tertulis lahir akibat pengaruh berkembang dan
diterimanya ajaran legisme. Lazimnya konstitusi dinaskahkan. Negara yang
konstitusinya tidak tertulis hanya Inggris, tetapi prinsip-prinsipnya
dituangkan dalam undang-undang biasa seperti Bill of Right
8.6 Nilai Konstitusi
- nilai normatif
apabila konstitusi resmi diterima suatu bangsa, maka
konstitusi berlaku secara yuridis dan secara empiris juga diperlukan dan
efektif.
- nilai nominal
Konstitusi yang secara yuridis berlaku, tetapi
kenyataannya tidak sempurna, karena terjadi perbedaan antara yang tertulis
dalam konstitusi dengan praktek penyelenggaraan negara.
- nilai semantic
konstitusi yang secara yuridis tetap berlaku, tetapi
dalam kenyataannya hanya sekedar memberi bentuk yang telah ada dan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Konstitusi dilaksanakan/dimanipulasi sekedar
untuk kepentingan segolongan kecil pemegang kekuasaan
8.7 Teori-teori Konstitusi
1.
Konstitusi dalam arti
materiil, adalah kajian konstitusi dengan menitik
beratkan pada isi konstitusi, yang merupakan unsur pokok terpenting dari
struktur dan organisasi negara
2.
Konstitusi dalam arti formil, adalah kajian
konstitusi dengan menitikberatkan pada prosedur pembentukan dan perubahan
konstitusi, yang bersifat istimewa, berbeda dari produk perundangan yang lain
3.
Konstitusi dalam arti
tertulis, yaitu konstitusi yang dinaskahkan untuk memudahkan pihak-pihak
mengetahuinya
4.
Konstitusi undang-undang
tertinggi, pandangan bahwa konstitusi merupakan
undang-undang tertinggi dari perundangan yang berlaku dalam suatu negara. Oleh
karenanya prosedur pembentukan dan perubahannya harus istimewa dan hanya
mengatur hal-hal yang fundamental saja dalam negara yang bersangkutan.
5.
Konstitusi menurut paham
Leon Duguit
Menurut Leon Duguit, Konstitusi adalah undang-undang dasar yang memuat
sekumpulan norma dan struktur negara yang ada dalam kenyataan masyarakat.
Konstitusi adalah faktor-faktor kekuatan yang nyata yang terdapat dalam
masyarakat yang bersangkutan.
6.
Konstitusi menurut paham
Maurice Hauriou
Ajaran Hauriou tentang konstitusi disebut
institusionalisme. Menurutnya, konstitusi merupakan suatu institution yang
merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat, berisi penjelmaan ide-ide dalam
suatu lembaga hukum hasil abstraksi pembuat undang-undang atas kenyataan dalam
masyarakat[79].
7.
Konstitusi menurut paham
Ferdinand Lassale
Menurut Lassale Konstitusi mempunyai dua pengertian[80],
yaitu :
a.
Konstitusi dalam arti
sosiologis atau politis yaitu faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam
masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang
secara nyata terdapat dalam suatu negara, seperti kepala negara, partai
poliltik, kelompok penekan, parlemen,
kabinet, media massa
dll.
b.
Konstitusi dalam pengertian
yuridis, merupakan suatu naskah yang memuat semua sendi negara dan
pemerintahan.
8.
Konstitusi menurut paham
A.A.H Struycken
Struycken menyamakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya
konstitusi adalah undang-undang yang memuat garis-garis besar dan asas-asas
organisasi negara[81].
9.
Konstitusi menurut paham Dr.
Guys
Guys menyamakan konstitusi dengan UUD, dan memandang UUD
sebagai undang-undang yang tertinggi, yang prosedur pembentukan dan
perubahannya bersifat istimewa. Sifat istimewa ini yang membedakannya dari
undang-undang pada umumnya. Sebagaimana undang-undang, UUD mempunyai tiga arti, yaitu
a.
UUD dalam arti formal, yaitu
undang-undang dasar yang dibuat secara istimewa dan ditinjau secara istimewa
pula;
b.
UUD dalam arti material, yaitu
suatu undang-undang yang mengatur pokok-pokok alat perlengkapan dan
penyelenggaraan negara. UUD berisi struktur bangunan negara dan fungsi
administrasi negara.
c.
UUD sebagai naskah yang
mempunyai nilai kenegaraan, merupakan naskah poitik yang penting artinya[82].
10.
Konstitusi menurut paham
Herman Heller
Tiga pengertian konstitusi dikemukakan oleh Herman
Heller, yaitu :
a.
Konstitusi dalam arti politis
dan sosiologis mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan:
b.
Konstitusi dalam arti yuridis,
merupakan kesatuan kaidah hukum yang hidup dalam masyarakat;
c.
Konstitusi sebagai hukum
positif, yang tertuang dalam suatu naskah undang-undang yang tertinggi yang
berlaku dalam suatu negara[83].
11.
Konstitusi menurut paham
Carl Schmitt[84]
Dalam bukunya Vervassunglehre, setelah melalui
proses inventarisasi bahan pustaka pendapat para ahli berkait dengan pengertian vervassung, menyusun secara sistematis,
menganalisa dengan mengupas arti vervassung
kemudian menarik kesimpulan, bahwa konstitusi mempunyai empat pengertian pokok. Pengertian pertama
terbagi dalam empat sub pengertian sedangkan pengertian pokok kedua mempunyai
dua sub pengertian.
Pengertian pokok pertama
a.
Konstitusi dalam arti absolut (absolute vervassungbegriff), artinya
konstitusi memuat semua hal pokok yang ada pada setiap negara pada umumnya,
antara lain bentuk negara, faktor integrasi dan norma-norma dasar/struktur
pemerintahan; konstitusi dalam pengertian ini terbagi dalam empat sub
pengertian, yaitu:
(i)
konstitusi menggambarkan
hubungan antara faktor-faktor kekuatan yang nyata (de riele machtsfactoren) dalam suatu negara, yakni hubungan antara
raja, parlemen, kabinet, partai politik, pressure group dan lain-lain, mencakup
juga bangunan hukum dan semua organisasi yang ada dalam negara;
(ii)
konstitusi memuat forma
formarum, yakni bentuk yang menentukan bentuk-bentuk lainnya, bentuk negara.
Bentuk negara merupakan bentuk yang penting yang akan mempengarungi sistem
penyelenggaraan pemerintahan. Untuk mengetahui bentuk negara, perlu ditinjau
tiga asas negara (staatsprincipe),
yaitu :
(a)
asas bentuk negara ; terdapat
dua asas negara berkait dengan bentuk negara yaitu asas kesamaan yang
berhubungan dengan demokrasi, dimana rakyat memerintah, sehingga antara yang
memerintah dan yang diperintah adalah sama dan asas perwakilan, yaitu asas yang
berkait dengan bentuk monarki, di mana raja yang memerintah dipandang sebagai
wakil rakyat
(b)
asas yang timbul dari baik
bentuk negara, maupun sendi dan isi tertib negara. Aristoteles dan Hans Kelsen
berpendapat bahwa demokrasi bersandar pada dua sendi yaiotu kebebasan dan
persamaan. Menurut aristoteles, persamaan lebih penting, karena persamaan
merupakan sendi dari semua bentuk negara. Pada monarki sama dalam kecakapan
karena raja tidakmungkin memerintah sendirian, harus ada yang membantu, dan
orang-orang yang dipilih untuk membantu sama kecakapannya; sedangkan pada
aristokrasi, sama dalam kejujuran, orang-orang yang memerintah dipilih
orang-orang yang sama kejujurannya karena dalam masyarakat tidak banyak orang
yang jujur. Pada demokrasi sama dalam kebebasan/kemerdekaan. Kebebasan di
sandarkan pada bidang politik, ekonomi, sosial dan kultural. Bebas berarti
bebas dari kesewenangan dan bebas dari kemauan orang lain.
Menurut Hans Kelsen sendi kebebasan
lebih utama dalam negara, karena:
-
pada dasarnya manusia tidak mau
diperintah orang lain, manusia selalu ingin merdeka. Tetapi faktanya,
segolongan kecil manusia memerintah/mengatur segolongan besar. Karena perasaan
bebas, muncul hasrat untuk membebaskan diri dari kekuasaan orang lain
-
pada hakekatnya semua manusia
mau merdeka, tetapi fakta selalu terikat dan harus hidup bernegara. Menurut
Hobbes manusia terpaksa hidup bernegara karena status naturalis. Menurut zoon
politicon Aristoteles karena manusia zoon politicon. Oleh karenanya, untuk
memenuhi hasrat merdeka manusia memilih bentuk negara yang sesuai dengan
peralihan dari kebebasan menjadi keterikatan. Bentuk negara yang tepat adalah
demokrasi. Rousseau menemukan dasar pembenaran dengan kontrak sosialnya.
Menurut Rousseau rakyat mengadakan perjanjian dengan kesepakatan untuk
membentuk negara dan menentukan penyelenggara negara. Para
penyelenggara negara sebatas menjalankan kehendak rakyat. Pada dasarnya rakyat
yang memerintah. Rakyat merangkap sebagai yang memerintah dan yang diperintah.
Secara moral, rakyat tetap merdeka karena yang memerintah wakilnya sendiri.
(c)
asas dalam arti asas
pemerintahan; asas pemerintahan yang yang menjadi dasar penyelenggaraan
pemerintahan suatu negara akan disesuaikan dengan prinsip-prinsip
penyelenggaraan negara, tatapi tidak selalu sama pada negara yang berbentuk
sama.
(iii)
Konstitusi sebagai faktor
integrasi; mengandung pengertian konsitusi merupakan faktor pemersatu negara,
dalam aturan yang ditentukan dalam konstitusi diberlakukan bagi segenap
komponen negara.
(iv)
Konstitusi merupakan norma
dasar, dalam arti merupakan sumber norma hukum tertinggi bagi norma-norma yang
lain.
Pengertian Pokok Kedua : Konstitusi dalam arti relatif (relative verfassungbegriff)
Dalam pengertian ini konstitusi tidak
berlaku umum, hanya terdapat pada negara tertentu saja. Konstitsusi dibuat
tertulis supaya dapat dijadikan alat bukti jika diperlukan, terdapat pada
negara yang menganut konstitusi tidak tertulis.
Pengertian ini terbagi dalam sub pengertian :
1.
konstitusi dihubungkan dengan
kepentingan suatu golongan tertentu di dalam masyarakat (kaitkan dengan
konstitusi dalam arti materiil, tentang cara mengatur organisasi negara,
kemudian muncul konstitusi dalam arti formal)
2.
konstitusi dalam arti formal
atau memperoleh bentuk tertulis. Isi konstitusi amat penting dan merupakan
hukum tertinggi oleh karenanya prosedur pembuatannya harus istimewa.
Menurut Abu Daud Busroh yang paling penting adalah isi konstitusi.
Dalam arti Formal maupun sifat tertulis konstitusi supaya dapat dibuktikan dan
stabil sehingga setiap saat dapat dibuktikan dan dijadikan jaminan[85].
Pengertian Pokok ketiga : Konstitusi dalam arti positif.
Konstitusi dalam arti positif
merupakan keputusan politik tertinggi suatu bangsa, yang berlaku berdasarkan
kehendak seluruh rakyat, merupakan norma dasar dan menjadi sandaran setiap
kewenangan organ negara. Pendapat ini dikritik Herman Heller. Konstitusi secara
keseluruhan merupakan norma dasar, sehingga tidak mungkin hanya berdasarkan
perbuatan rakyat semata tanpa norma dan tanpa berdasarkan political philosophy.
Pengertian pokok ke empat: Konstitusi dalam arti ideal (idealbegriff der verfassung). Konstitusi
menampung seluruh ide yang merupakan tujuan dan cita-cita bangsa.
12.
Konstitusi menurut paham
Hawgood[86]
Dalam bukunya Modern Constitution since 1787,
dengan menggunakan pendekatan sejarah, dikupas dua macam bangunan negara, yaitu
bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang selalu tercantum dalam konstitusi.
Paparannya, menggunakan pendekatan sejarah, dewasa ini sudah tidak diterapkan lagi.
Tiga macam konstitusi di antara ajarannya tentang konstitusi adalah :
a.
Spontaneous state (spontane staat), konstitusinya disebut revolutionary
constitution. Spontaneous state adalah negara yang timbul sebagai akibat
revolusi, sehingga konstitusinya bersifat revolusioner;
b.
Negotiated state (parliamentary staat), konstitusinya disebut parliamentari-an
constitution. Negara berdasarkan pada kebenaran relatif, misal kebenaran
pragmatis berdasarkan kesepakatan dalam parlemen dengan proses negosiasi,
sehingga konstitusinya disebut parliamentarian constitution;
c.
Derivate state (efgeleide staat), konstitusinya neo national
constitution. Negara mengambil pengalaman yang pernah ada. Derivative
berarti meniru. Bentuk negara menurun (afleiden) dari negara barat,
sehingga disebut neo national, yaitu nasionalisme berdasarkan
kolonialisme yang timbul karena penjajahan akibat akulturasi proses, sehingga
konstitusinya disebut neo national constitution.
8.8 Teori-Teori Perubahan
Konstitusi
Badan
pilihan rakyat yang dibentuk dengan tujuan untuk menyusun konstitusi lazim
disebut Konstituante. Konstituante terdiri dari sekelompok manusia, sehingga
hasil ciptaanya sudah pasti tidak sempurna. Penyebab ketidak sempurnaannya
adalah pertama konstitusi merupakan
hasil yang bersifat kompromi, kedua kemampuan para penyusun bisa jadi amat
terbatas (moh Kusnardi, H. 80). Keterbatasan kemampuan manusia mengakibatkan
kebeterbatasan keberlakuan konstitusi untuk dapat selalu mengikuti perkembangan
masyarakat dalam negara tertentu. Oleh karena itu agar selalu dapat mengikuti
perkembangan maka konstitusi juga menentukan bagaimana konstitusi dapat diubah.
Perubahan ini dapat berarti merubah ketentuan yang sudah ada dalam konstitusi,
menambah ketentuan yang belum diatur atau menghilangkan ketentuan yang semula
diatur menjadi tidak diatur dalam konstitusi[87].
Cara perubahan konstitusi dapat digolongkan sebagai
berikut :
1.
oleh kekuasaan legislatif,
tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu;
2.
oleh rakyat melalui referendum;
3.
oleh sejumlah negara bagian
(bagi negara serikat);
4.
dengan kebiasaan
ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya
untuk keperluan perubahan[88].
Menurut Ismail Suny proses perubahan konstitusi dapat terjadi dengan
berbagai cara, karena :
1.
perubahan resmi;
2.
penafsiran hakim;
3.
kebiasaan
ketatanegaraan/konvensi[89].
Perubahan
konstitusi bisa dalam bentuk :
1.
amandemen, merubah ketentuan
pasal dengan melampirkan pasal-pasal perubahan tanpa menghapus ketentuan semula
yang dirubah tetapi tidak diberlakukan;
2.
merubah ketentuan pasal, dengan
menghapus pasal-pasal yang sudah tidak berlaku digantikan dengan ketentuan baru
yang akan diberlakukan;
3.
menentukan konstitusi baru
dengan tetap mengakomodir ketentuan dalam konstitusi yang lama yang masih
relevan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negara yang
bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar