Jumat, 04 September 2015

Konstitusi

 Sejarah
Konstitusi (constitution), sering disamakan artinya atau diterjemahkan  sebagai undang-undang dasar. Kepustakaan Belanda membedakan arti konstitusi (constitutie) dengan undang-undang dasar (grondwet), bahwa undang-undang dasar merupakan bagian tertulis dari konstitusi; konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis[69].
Pemahaman konstitusi, pada mulanya hanya merupakan kumpulan peraturan adat kebiasaan. Masa Kekaisaran Roma pengertian constitutionnes berkembang menjadi `kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh kaisar/preator, termasuk pernyataan hali hukum dan negarawan, adat kebiasaan dan undang-undang`[70]. Konstitusi Roma ini mempunyai pengaruh sampai abad pertengahan, nampak dari konsep ultimate power (kekuasaan tertinggi) kaisar Roma menjelma dalam L`Etat General di Perancis dan konsep ordo et unitas mengilhami tumbuhnya paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme[71].
Pada abad pertengahan, corak konstitusionalisme bergeser ke arah feodalisme, dimana berkembang faham bahwa tanah dikuasai oleh para tuan tanah dan setiap orang harus mengabdi kepada salah satu tuan tanah, sehingga raja yang seharusnya menempati kedudukan tertinggi tergeser oleh para tuan tanah[72].
Abad VII (zaman klasik) pada awal zaman klasik lahir piagam/konstitusi Madinah, yang merupakan konstitusi negara Madinah, dibentuk sekitar tahun 622 M. Piagam ini dibentuk tidak lama setelah Muhammad s.a.w. hijrah ke Madinah. Piagam Madinah dibuat untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah, berisi tentang aturan pokok kehidupan bersama agar terbentuk kesatuan hidup para penghuninya yang majemuk. Nabi Muhammad s.a.w. dalam piagam tersebut mengatur antara lain :
1.      mempersaudarakan muslim pendatang dengan muslim Madinah, kewajiban saling tolong di antara mereka bahkan tingkat saling mewarisi;
2.      kesepakatan untuk hidup bersama secara damai  antar berbagai golongan di Madinah, yaitu golongan Islam dan non Islam yang dituangkan secara tertulis dalam naskah yang disebut shahifah.
Naskah yang dibuat Nabi Muhammad s.a.w. tersebut mendapat sebutan yang beragam, antara lain : The Constitution of Medina (W. Montgomery Watt), charter (R.A. Nocholson), treaty (Majid Khadduri) agreement (Philip K Hitti), piagam (Zainal Abidin Ahmad)[73].
Di Eropa Kontinental, pada abad 15 merupakan puncak kekuasaan pemerintahan oleh Raja, absolutisme semakin kokoh, khususnya di Perancis, Rusia, Prusia dan Austria. Sedangkan di Inggris, kaum bangsawan mengungguli kekuasaan Raja dengan pecahnya The Glorius Revolution (1688) yang mengakhiri absolutisme raja di Inggri dan memunculkan parlemen sebagai lembaga pemegang kedaulatan. Akhirnya tahun 1776 12 negara koloni Inggris mengeluarkan Declarations of Independence dan menetapkan konstitusinya sebagai dasar negara yang berdaulat. Deklarasi ini merupakan bentuk nyata Teori perjanjian masyarakat.
Tahun 1789 meletus revolusi di Perancis, yangmenimbulkan ketegangan dalam masyarakat dan gangguan stabilitas keamanan negara. Tanggal 20 Juni 1789 Estats Geneaux memproklamirkan dirinya sebagai Constituante. Tanggal 14 September untuk diterima Konstitusi pertama di Eropa oleh Raja Louis XVI. Peristiwa lahirnya konstitusi ini diikuti oleh sebagian besar negara di dunia. Sampai abad XIX hanya Inggris, Hongaria dan Rusia yang belum mempunyai konstitusi tertulis[74].
Pada masa Perang Dunia I (1914), konstitusionalisme mendapatkan dorongan untuk berkembang. Terjadi penghancuran pemerintahan yang tidak liberal dan didirikan (diciptakan) pemerintahan baru dengan konstitusi yang berasaskan demokrasi dan nasionalisme, pendirian Liga bangsa-bangsauntuk mencapai tujuan perdamaian dunia.
Tahun 1917 muncul reaksi melawan nasionalisme ditanmdai dengan Revolusi Rusia 1917, diikuti meletusnya fasisme di Italia, pemeberontakan Nazi di Jerman, dan berpuncak pada meletusnya Perang Dunia II.
Perang Dunia II, banyak dimenangkan oleh bangsa-bangsa berserikat atas kekuatan tiran saat itu. Kesempatan kedua bagi bangsa-bangsa tersebut menerapkan metode konstitusionalisme terhadap bangunan internasional melalui piagam PBB untuk mencapai perdamaian dunia yang permanen.

8.2 Istilah
Istilah konstitusi dikenal sejak zaman Yunani Purba, meskipun belum dalam bentuk tertulis, tetapi dalam arti yang materiil, terbukti dengan ajaran Aristoteles yang membedakan istilah Politiea (diartikan sebagai konstitusi) dan Nomoi (diartikan sebagai undang-undang). Politiea mempunyai kekuasaan membentuk , sehingga kedudukan lebih tinggi daripada nomoi yang tidak mempunyai kekuasaan demikian[75].
Pada Zaman Rumawi dikenal adanya Lex Regia, berisi perjanjian perpindahan kekuasaan rakyat ke Caesar, yang berkuasa mutlak. Abad pertengahan terdapat Leges Fundamentalis yang isinya hak dan kewajiban rakyat (rex) dan Raja (regnum). Perjanjian yang tertulis tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sejarah pemerintahan yang mulai menaskahkan perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya, dengan tujuan untuk memudahkan para pihak menuntut haknya masing-masing serta mengingatkan kewajiban yang harus dilaksanakan, dan masing-masing tidak elupakannya karena sudah ditulis.
Konstitusi/Constitution/verfassung tidak sama dengan UUD/grundgesetz. Dalam pergaulan kita menyamakan konstitusi dengan undang-undang dasar. Dalam kepustakaan berbahasa Inggris terdapat istilah Constitution. Inggris merupakan negara yang tidak mempunyai konstitusi tertulis. Kepustakaan berbahasa Belanda (L.J. van Apeldoorn) membedakan pengertian undang-undang dasar (grondwet) dengan konstitusi (constitutie)[76].
8.3  Pengertian
Konstitusi (constitusion, verfasung) tidak sama dengang undang-undang dasar (grundgesetz). Konstitusi mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada undang-undang dasar. Menurut L.J. van Apeldoorn, undang-undang dasar merupakan bagian tertulis suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik hukum dasar tertulis maupun yang tidak tertulis[77].
Menurut Herman Heller, konstitusi dapat diartikan dalam tiga pengertian, yaitu :
a.       konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politische verfassung als gesselschaftliche Wirklichkeit) dan ia belum merupakan konstitusi dalam arti hukum (ein Rechtsverfassung) atau d.p.l. konstitusi masih merupakan pengertian sosiologis atau politis, belum pengertian hukum.
b.      Kemudian dicari unsur hukum dari konstitusi dalam huruf a.untuk dijadikan sebagai suatu kaidah hukum. Maka konstitusi disebut rechtverfassung. Tugas mencari unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum disebut abstraksi
c.       Kemudian orang menulisnya dalam naskah sebagai undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara[78].
Rechtsverfassung memerlukan dua syarat, yaitu syarat bentuk dan syarat isi. Bentuknya harus merupakan naskah tertulis, yang merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku dalam negara. Syarat isi, bahwa peraturan tersebut bersifat fundamental, artinya memuat hal-hal mendasar, bersifat pokok atau asas-asas saja.

8.4  Hakekat
Menurut C.F. Strong , konstitusi pada  negara federal pada hakekatnya merupakan perjanjian yang harus ditaati baik oleh negara bagian maupun negara federal, karena di dalamnya  ditentukan bagaimana pembagian kekuasaan dibagi antara pemerintah negara bagian dengan pemerintah negara federal, serta bagaimana wewenang penyelesaian sengketa apabila timbul perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara bagian.
Menurut Kusnardi, konstitusi pada hakekatnya adalah suatu hukum dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundangan lainnya. Kedudukan konstitusi lebih tinggi dan menjadi dasar dan sumber dari peraturan perundangan lain.

8.5  Sifat Konstitusi
Sifat konstitusi akan mengkaji sifat sbb: fleksibel (luwes) atau rigid (kaku), tertulis atau tidak tertulis
a.       fleksibel dan rigid suatu konstitusi detentukan oleh :
(i)     cara merubah konstitusi
konstitusi tertulis menentukan dalam salah satu pasalnya cara perubahan konstitusi, agar dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Perubahan konstitusi haruslah karena benar-benar dikehendaki dan dianggap perlu oleh rakyat. Konstitusi yang mempertimbangkan syarat yang tidak memberatkan untuk perubahannya disebut bersifat fleksibel, sedangkan apabila konstitusi menetapkan syarat yang memberatkan dan mempersulit untuk terjadinya perubahan disebut bersifat rigid
(ii)   mudah tidaknya konstitusi mengikuti perkembangan jaman
ukuran kedua untuk menentukan sifat rigid dan fleksibel adalah karakter konstitusi mengikuti perkembangan masyarakat. Apabila konstitusi mengatur hal-hal yang pokok saja sedangkan aturan lebih rinci diatur dalam undang-undang dan peraturan di bawahnya, maka konstitusi akan mudah mengikuti perkembangan (bersifat fleksibel), sedangkan apabila konstitusi mengatur segala sesuatunya dengan rinci, maka konstitusi akan mudah ketinggalan zaman. Inilah yang disebut bersifat rigid (kaku).
b.      tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi tertulis lahir akibat pengaruh berkembang dan diterimanya ajaran legisme. Lazimnya konstitusi dinaskahkan. Negara yang konstitusinya tidak tertulis hanya Inggris, tetapi prinsip-prinsipnya dituangkan dalam undang-undang biasa seperti Bill of Right

8.6  Nilai Konstitusi
  1. nilai normatif
apabila konstitusi resmi diterima suatu bangsa, maka konstitusi berlaku secara yuridis dan secara empiris juga diperlukan dan efektif.
  1. nilai nominal
Konstitusi yang secara yuridis berlaku, tetapi kenyataannya tidak sempurna, karena terjadi perbedaan antara yang tertulis dalam konstitusi dengan praktek penyelenggaraan negara.
  1. nilai semantic
konstitusi yang secara yuridis tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar memberi bentuk yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Konstitusi dilaksanakan/dimanipulasi sekedar untuk kepentingan segolongan kecil pemegang kekuasaan

8.7  Teori-teori Konstitusi
1.      Konstitusi dalam arti materiil, adalah kajian konstitusi dengan menitik beratkan pada isi konstitusi, yang merupakan unsur pokok terpenting dari struktur dan organisasi negara
2.      Konstitusi dalam arti formil, adalah kajian konstitusi dengan menitikberatkan pada prosedur pembentukan dan perubahan konstitusi, yang bersifat istimewa, berbeda dari produk perundangan yang lain
3.      Konstitusi dalam arti tertulis, yaitu konstitusi  yang dinaskahkan untuk memudahkan pihak-pihak mengetahuinya
4.      Konstitusi undang-undang tertinggi, pandangan bahwa konstitusi merupakan undang-undang tertinggi dari perundangan yang berlaku dalam suatu negara. Oleh karenanya prosedur pembentukan dan perubahannya harus istimewa dan hanya mengatur hal-hal yang fundamental saja dalam negara yang bersangkutan.
5.      Konstitusi menurut paham Leon Duguit
Menurut Leon Duguit, Konstitusi  adalah undang-undang dasar yang memuat sekumpulan norma dan struktur negara yang ada dalam kenyataan masyarakat. Konstitusi adalah faktor-faktor kekuatan yang nyata yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan.
6.      Konstitusi menurut paham Maurice Hauriou
Ajaran Hauriou tentang konstitusi disebut institusionalisme. Menurutnya, konstitusi merupakan suatu institution yang merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat, berisi penjelmaan ide-ide dalam suatu lembaga hukum hasil abstraksi pembuat undang-undang atas kenyataan dalam masyarakat[79].
7.      Konstitusi menurut paham Ferdinand Lassale
Menurut Lassale Konstitusi mempunyai dua pengertian[80], yaitu :
a.       Konstitusi dalam arti sosiologis atau politis yaitu faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang secara nyata terdapat dalam suatu negara, seperti kepala negara, partai poliltik, kelompok  penekan, parlemen, kabinet, media massa dll.
b.      Konstitusi dalam pengertian yuridis, merupakan suatu naskah yang memuat semua sendi negara dan pemerintahan.
8.      Konstitusi menurut paham A.A.H Struycken
Struycken menyamakan konstitusi dengan UUD. Menurutnya konstitusi adalah undang-undang yang memuat garis-garis besar dan asas-asas organisasi negara[81].
9.      Konstitusi menurut paham Dr. Guys
Guys menyamakan konstitusi dengan UUD, dan memandang UUD sebagai undang-undang yang tertinggi, yang prosedur pembentukan dan perubahannya bersifat istimewa. Sifat istimewa ini yang membedakannya dari undang-undang pada umumnya. Sebagaimana undang-undang,  UUD mempunyai tiga arti, yaitu
a.       UUD dalam arti formal, yaitu undang-undang dasar yang dibuat secara istimewa dan ditinjau secara istimewa pula;
b.      UUD dalam arti material, yaitu suatu undang-undang yang mengatur pokok-pokok alat perlengkapan dan penyelenggaraan negara. UUD berisi struktur bangunan negara dan fungsi administrasi negara.
c.       UUD sebagai naskah yang mempunyai nilai kenegaraan, merupakan naskah poitik yang penting artinya[82].
10.  Konstitusi menurut paham Herman Heller
Tiga pengertian konstitusi dikemukakan oleh Herman Heller, yaitu :
a.             Konstitusi dalam arti politis dan sosiologis mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan:
b.            Konstitusi dalam arti yuridis, merupakan kesatuan kaidah hukum yang hidup dalam masyarakat;
c.             Konstitusi sebagai hukum positif, yang tertuang dalam suatu naskah undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara[83].
11.  Konstitusi menurut paham Carl Schmitt[84]
Dalam bukunya Vervassunglehre, setelah melalui proses inventarisasi bahan pustaka pendapat para ahli berkait dengan pengertian vervassung, menyusun secara sistematis, menganalisa dengan mengupas arti vervassung kemudian menarik kesimpulan, bahwa konstitusi mempunyai  empat pengertian pokok. Pengertian pertama terbagi dalam empat sub pengertian sedangkan pengertian pokok kedua mempunyai dua sub pengertian.
Pengertian pokok pertama
a.       Konstitusi dalam arti absolut (absolute vervassungbegriff), artinya konstitusi memuat semua hal pokok yang ada pada setiap negara pada umumnya, antara lain bentuk negara, faktor integrasi dan norma-norma dasar/struktur pemerintahan; konstitusi dalam pengertian ini terbagi dalam empat sub pengertian, yaitu:
(i)     konstitusi menggambarkan hubungan antara faktor-faktor kekuatan yang nyata (de riele machtsfactoren) dalam suatu negara, yakni hubungan antara raja, parlemen, kabinet, partai politik, pressure group dan lain-lain, mencakup juga bangunan hukum dan semua organisasi yang ada dalam negara;
(ii)   konstitusi memuat forma formarum, yakni bentuk yang menentukan bentuk-bentuk lainnya, bentuk negara. Bentuk negara merupakan bentuk yang penting yang akan mempengarungi sistem penyelenggaraan pemerintahan. Untuk mengetahui bentuk negara, perlu ditinjau tiga asas negara (staatsprincipe), yaitu :
(a)    asas bentuk negara ; terdapat dua asas negara berkait dengan bentuk negara yaitu asas kesamaan yang berhubungan dengan demokrasi, dimana rakyat memerintah, sehingga antara yang memerintah dan yang diperintah adalah sama dan asas perwakilan, yaitu asas yang berkait dengan bentuk monarki, di mana raja yang memerintah dipandang sebagai wakil rakyat
(b)   asas yang timbul dari baik bentuk negara, maupun sendi dan isi tertib negara. Aristoteles dan Hans Kelsen berpendapat bahwa demokrasi bersandar pada dua sendi yaiotu kebebasan dan persamaan. Menurut aristoteles, persamaan lebih penting, karena persamaan merupakan sendi dari semua bentuk negara. Pada monarki sama dalam kecakapan karena raja tidakmungkin memerintah sendirian, harus ada yang membantu, dan orang-orang yang dipilih untuk membantu sama kecakapannya; sedangkan pada aristokrasi, sama dalam kejujuran, orang-orang yang memerintah dipilih orang-orang yang sama kejujurannya karena dalam masyarakat tidak banyak orang yang jujur. Pada demokrasi sama dalam kebebasan/kemerdekaan. Kebebasan di sandarkan pada bidang politik, ekonomi, sosial dan kultural. Bebas berarti bebas dari kesewenangan dan bebas dari kemauan orang lain.
Menurut Hans Kelsen sendi kebebasan lebih utama dalam negara, karena:
-          pada dasarnya manusia tidak mau diperintah orang lain, manusia selalu ingin merdeka. Tetapi faktanya, segolongan kecil manusia memerintah/mengatur segolongan besar. Karena perasaan bebas, muncul hasrat untuk membebaskan diri dari kekuasaan orang lain
-          pada hakekatnya semua manusia mau merdeka, tetapi fakta selalu terikat dan harus hidup bernegara. Menurut Hobbes manusia terpaksa hidup bernegara karena status naturalis. Menurut zoon politicon Aristoteles karena manusia zoon politicon. Oleh karenanya, untuk memenuhi hasrat merdeka manusia memilih bentuk negara yang sesuai dengan peralihan dari kebebasan menjadi keterikatan. Bentuk negara yang tepat adalah demokrasi. Rousseau menemukan dasar pembenaran dengan kontrak sosialnya. Menurut Rousseau rakyat mengadakan perjanjian dengan kesepakatan untuk membentuk negara dan menentukan penyelenggara negara. Para penyelenggara negara sebatas menjalankan kehendak rakyat. Pada dasarnya rakyat yang memerintah. Rakyat merangkap sebagai yang memerintah dan yang diperintah. Secara moral, rakyat tetap merdeka karena yang memerintah wakilnya sendiri.
(c)    asas dalam arti asas pemerintahan; asas pemerintahan yang yang menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan disesuaikan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara, tatapi tidak selalu sama pada negara yang berbentuk sama.
(iii) Konstitusi sebagai faktor integrasi; mengandung pengertian konsitusi merupakan faktor pemersatu negara, dalam aturan yang ditentukan dalam konstitusi diberlakukan bagi segenap komponen negara.
(iv) Konstitusi merupakan norma dasar, dalam arti merupakan sumber norma hukum tertinggi bagi norma-norma yang lain.
Pengertian Pokok Kedua : Konstitusi dalam arti relatif (relative verfassungbegriff)
Dalam pengertian ini konstitusi tidak berlaku umum, hanya terdapat pada negara tertentu saja. Konstitsusi dibuat tertulis supaya dapat dijadikan alat bukti jika diperlukan, terdapat pada negara yang menganut konstitusi tidak tertulis.

Pengertian ini terbagi dalam sub pengertian :
1.            konstitusi dihubungkan dengan kepentingan suatu golongan tertentu di dalam masyarakat (kaitkan dengan konstitusi dalam arti materiil, tentang cara mengatur organisasi negara, kemudian muncul konstitusi dalam arti formal)
2.            konstitusi dalam arti formal atau memperoleh bentuk tertulis. Isi konstitusi amat penting dan merupakan hukum tertinggi oleh karenanya prosedur pembuatannya harus istimewa.
Menurut Abu Daud Busroh yang paling penting adalah isi konstitusi. Dalam arti Formal maupun sifat tertulis konstitusi supaya dapat dibuktikan dan stabil sehingga setiap saat dapat dibuktikan dan dijadikan jaminan[85].
Pengertian Pokok ketiga : Konstitusi dalam arti positif.
Konstitusi dalam arti positif merupakan keputusan politik tertinggi suatu bangsa, yang berlaku berdasarkan kehendak seluruh rakyat, merupakan norma dasar dan menjadi sandaran setiap kewenangan organ negara. Pendapat ini dikritik Herman Heller. Konstitusi secara keseluruhan merupakan norma dasar, sehingga tidak mungkin hanya berdasarkan perbuatan rakyat semata tanpa norma dan tanpa berdasarkan political philosophy.

Pengertian pokok ke empat: Konstitusi dalam arti ideal (idealbegriff der verfassung). Konstitusi menampung seluruh ide yang merupakan tujuan dan cita-cita bangsa.

12.        Konstitusi menurut paham Hawgood[86]
Dalam bukunya Modern Constitution since 1787, dengan menggunakan pendekatan sejarah, dikupas dua macam bangunan negara, yaitu bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang selalu tercantum dalam konstitusi. Paparannya, menggunakan pendekatan sejarah, dewasa ini sudah tidak diterapkan lagi. Tiga macam konstitusi di antara ajarannya tentang konstitusi adalah :
a.       Spontaneous state (spontane staat), konstitusinya disebut revolutionary constitution. Spontaneous state adalah negara yang timbul sebagai akibat revolusi, sehingga konstitusinya bersifat revolusioner;
b.      Negotiated state (parliamentary staat), konstitusinya disebut parliamentari-an constitution. Negara berdasarkan pada kebenaran relatif, misal kebenaran pragmatis berdasarkan kesepakatan dalam parlemen dengan proses negosiasi, sehingga konstitusinya disebut parliamentarian constitution;
c.       Derivate state (efgeleide staat), konstitusinya neo national constitution. Negara mengambil pengalaman yang pernah ada. Derivative berarti meniru. Bentuk negara menurun (afleiden) dari negara barat, sehingga disebut neo national, yaitu nasionalisme berdasarkan kolonialisme yang timbul karena penjajahan akibat akulturasi proses, sehingga konstitusinya disebut neo national constitution.
8.8  Teori-Teori Perubahan Konstitusi
Badan pilihan rakyat yang dibentuk dengan tujuan untuk menyusun konstitusi lazim disebut Konstituante. Konstituante terdiri dari sekelompok manusia, sehingga hasil ciptaanya sudah pasti tidak sempurna. Penyebab ketidak sempurnaannya adalah pertama  konstitusi merupakan hasil yang bersifat kompromi, kedua kemampuan para penyusun bisa jadi amat terbatas (moh Kusnardi, H. 80). Keterbatasan kemampuan manusia mengakibatkan kebeterbatasan keberlakuan konstitusi untuk dapat selalu mengikuti perkembangan masyarakat dalam negara tertentu. Oleh karena itu agar selalu dapat mengikuti perkembangan maka konstitusi juga menentukan bagaimana konstitusi dapat diubah. Perubahan ini dapat berarti merubah ketentuan yang sudah ada dalam konstitusi, menambah ketentuan yang belum diatur atau menghilangkan ketentuan yang semula diatur menjadi tidak diatur dalam konstitusi[87].
Cara perubahan konstitusi dapat digolongkan sebagai berikut :
1.        oleh kekuasaan legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu;
2.        oleh rakyat melalui referendum;
3.        oleh sejumlah negara bagian (bagi negara serikat);
4.        dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan[88].
Menurut Ismail Suny proses perubahan konstitusi dapat terjadi dengan berbagai cara, karena :
1.        perubahan resmi;
2.        penafsiran hakim;
3.        kebiasaan ketatanegaraan/konvensi[89].


Perubahan konstitusi bisa dalam bentuk :
1.      amandemen, merubah ketentuan pasal dengan melampirkan pasal-pasal perubahan tanpa menghapus ketentuan semula yang dirubah tetapi tidak diberlakukan;
2.      merubah ketentuan pasal, dengan menghapus pasal-pasal yang sudah tidak berlaku digantikan dengan ketentuan baru yang akan diberlakukan;
3.       menentukan konstitusi baru dengan tetap mengakomodir ketentuan dalam konstitusi yang lama yang masih relevan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negara yang bersangkutan.



[69] Miriam Budiardjo, loc.cit., h.95
[70] Dahlan Thaib, loc.cit., h.3
[71] Ibid.
[72] Ibid.
[73] Ibid., h.35-36
[74] Ibid., h.5-6
[75] Kusnadi Hardjasumantri, loc.cit., h.62.
[76] Miriam Budiardjo, loc.cit., h.95
[77] Ibid.
[78] Muh. Kusnardi, op.cit., h. 65
[79] Periksa Maurice Hauriou dalam  Abu Daud Busroh, loc.cit., h. 96-99
[80] Periksa Ferdinand Lassale dalam Ibid., h.99
[81] Periksa Struycken, dalam Ibid., h.100
[82] Periksa Guys, dalam Ibid., 101-102
[83] Periksa herman heller, dalam Ibid., 108
[84] Periksa Carl Scmitt, dalam Ibid., 109-122
[85] Ibid., h. 118
[86] Periksa Hawgood dalam Ibid., h.141
[87] Moh. Kusnardi, loc.cit., h.83
[88] Periksa C.F.Strong dalam Ibid., h.85.
[89] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar