Kamis, 03 September 2015

Bab 5 PHI Hk Dagang

BAB 5

ASAS HUKUM DAGANG


5.1 Konsep Hukum Dagang
Menurut Purwosutjipto hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perikatan termasuk dalam bidang hukum perdata. Perikatan dilakukan baik oleh orang sebagai pribadi maupun orang sebagai pengusaha/perusahaan Jika dilakukan oleh orang sebagai pribadi maka ia tunduk kepada hukum perdata, akan tetapi jika dilakukan oleh badan hukum, khususnya perusahaan, atau orang sebagai pengusaha maka perikatan itu tunduk kepada ketentuan hukum dagang. Dengan perkataan lain hukum perdata merupakan hukum yang mengatur antara orang yang satu dengan orang yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Hukum perdata (BW) dalam hal ini bersifat aanvullen, artinya tidak memaksa bagi para pihak yang mengadakan perikatan. Jika para pihak sepakat, ketentuan dalam hukum perdata dapat dipergunakan, tetapi jika para pihak berpendapat lain maka dapat ditentukan klausula-klausula baru dan lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Sedangkan Hukum Dagang  yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengatur segi-segi hukum perdata yang berkaitan dengan perusahaan. Secara substansial KUHD mengatur perusahaan (merupakan hukum perusahaan). Hubungan antara BW dengan KUHD diungkap dengan adagium lex spesialis derogat legi generalis, yang artinya hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum. Maksudnya, jika terdapat persoalan yang diatur baik dalam BW maupun KUHD mengenai hal yang sama tetapi pengaturannya berbeda, maka yang diberlakukan adalah KUHD sebagai hukum yang lebih khusus dibandingkan BW. KUHD sebagai khusus, dan BW merupakan hukum umum.



31
5.2 Pengaturan Hukum Dagang
Hukum dagang Indonesia terutama diatur dalam
a.   Hukum tertulis yang dikodifikasi (disatukan dalam sebuah kitab undang-undang yang sistematis) berupa KUHD (hukum khusus) dan BW (hukum umum),
b.  Hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yakni peraturan khusus yang mengatur hal yang berkait dengan perdagangan, misal
- UU nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
- UU nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan,
- UU nomor 5 tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
- UU nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
KUHD mulai berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848. KUHD dibawa oleh bangsa Belanda untuk diberlakukan di Indonesia, mula-mula hanya bagi orang Eropa di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. Kemudian diberlakukan bagi orang Timur Asing, seperti China, Jepang, akan tetapi tidak diberlakukan seluruhnya bagi orang Indonesia. Hanya bagian-bagian tertentu saja yang berlaku bagi orang Indonesia (bumiputera).
KUHD terdiri dari dua buku dan 23 bab. Buku satu memuat 10 bab dan buku kedua memuat 13 bab. Buku I mengatur tentang perdagangan pada umumnya dan buku II mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Buku I bab 1 pasal 2 sampai 5 diatur tentang pedagang dan perbuatan perdagangan. Pedagang adalah mereka yang melakukan kegiatan perdagangan sebagai pekerjaan sehari-hari (pasal 2). Perbuatan perdagangan pada umumnya adalah membeli barang untuk dijual kembali dalam jumlah banyak atau sedikit, masih bahan atau sudah jadi, atau hanya untuk disewakan pemakaiannya (pasal 3). Termasuk perbuatan perdagangan antara lain perbuatan-perbuatan berikut: (ps 4)
a.       perdagangan komisi;
b.      mengenai wesel, cek, surat sanggup;
c.       perbuatan para pedagang, pemimpin bank, bendahara, makelar;
d.      pemborongan, pembangunan, perbaikan dan memperlengkapi kapal, jual beli kapal, makanan dan minuman keperluan kapal;
e.       ekspedisi dan pengangkutan barang dagangan;
f.       menyewakan dan mencarterkan kapal;
g.      perbuatan agen, bongkar muat kapal, pemegang buku, pelayan pedagang, urusan dagang para pedagang;
h.      semua asuransi.
Pasal 4 KUHD pengertian perbuatan perdagangan dirumuskan dalam pasal 3 KUHD. Pasal 5 KUHD mengatur tentang kewajiban yang timbul dari lain tabrakan kapal, atau mendorong kapal lain, pertolongan dan penyimpanan barang dari kapal karam, kandas atau penemuan barang di laut, membuang barang ke laut. Ketentuan pasal 2 sampai 5 KUHD menimbulkan kesulitan, karena:
-    dalam praktek dikenal barang bergerak dan tidak bergerak, sementara pengaturan dalam KUHD hanya meliputi barang bergerak saja;
-    perbuatan perdagangan meliputi perbuatan menjual dan membeli, tetapi pasal 3 KUHD hanya mengatur perbuatan membeli;
-    perbuatan perdagangan dapat dilakukan bukan hanya oleh pedagang, ketentuan pasal 2 KUHD hanya mengatur perbuatan perdagangan oleh pedagang;
-    perselisihan antara pedagang dan bukan pedagang dalam pelaksanaan perjanjian tidak dapat diselesaikan dengan KUHD karena KUHD hanya berlaku bagi pedagang yang pekerjaannya sehari-hari melakukan perbuatan perdagangan.
Dari paparan tersebut, pada dasarnya pengaturan dalam KUHD terutama ditujukan kepada perbuatan perdagangan oleh para pedagang, dengan kata lain merupakan hukum bagi para pedagang. Hal ini tentu saja tidak mengakomodir perkembangan dalam dunia bisnis yang amat cepat, baik lingkup, sarana maupun prasarananya, yang mengharuskan adanya perangkat  peraturan yang mempunyai daya muat yang besar.
Untuk mengatasi kesulitan penerapan tersebut, kemudian diadakan perubahan dengan menghapus istilah pedagang dan perbuatan perdagangan dalam ketentuan pasal 2 sampai 5 KUHD dan diganti dengan istilah perusahaan dan perbuatan perusahaan. Dengan perubahan ini, maka hukum dagang menjadi hukum perusahaan, karena KUHD mengatur perbuatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam perdagangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar