Kamis, 03 September 2015

Hasil Penelitian

SINKRONITAS PERDA NO. 22/2006 jo. NO.6/2012
TERHADAP UNDANG-UNDANG

oleh :
Pramukhtiko S
Sri Praptianingsih

Abstract
UU 32/2004 secara substansial merubah pengaturan pemilihan kepala desa, dari yang bersifat sentralistik menjadi pengaturan yang desentralistik. UU 32/2004 mendelegasikan kewenangan pengaturan tata cara pemilihan kepala desa ke dalam peraturan daerah, meskipun penyusunan perda harus berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.  Kedudukan Perda dan Perbup secara struktural berada dalam hierarki peraturan perundang-undangan, secara fungsional, merupakan sarana untuk penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menampung kondisi khusus di daerah, juga merupakan penjabaran peraturan perundangan yang lebih tinggi.Peraturan Perundangan yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah peraturan perundangan yang menjadi acuan dan berlaku ketika Perda 22/2006 dan 6/2012 disusun.
Temuan dalam penelitian ini : ketentuan yang over regulation, pengaturan tidak runtut, tumpang tindih dengan ketentuan lain, perumusan yang sangat teknis,   ketentuan yang melanggar prinsip hokum, penggunaan istilah tidak konsisten, tidak diaturnya penyelesaian sengketa dalam perda, tetapi ditentukan lembaga yang berwenang menyelesaikan masalah dalam Perbup. Simpulan penelitian ini adalah Perda 24/2006 jo.Perda 6/2012 banyak memuat ketidakserasian baik secara normative maupun secara teoritis.

Kata Kunci: peraturan daerah, keserasian/sinkronitas

I.     PENDAHULUAN
Pemerintahan desa sudah diakui keberadaannya sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia[1], meskipun belum secara tegas diatur dalam batang tubuh UUD 1945.Meskipun demikian, dalam penyelenggaraan Negara keberadaan pemerintahan desa telah diatur sejak 1965[2], kemudian diganti UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, yang kemudian dinyatakan tidak berlaku oleh UU 22/1999[3].Pemerintahan Desa kemudian diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dalam UU 22/1999[4] dan UU 32/2004[5]. Terakhir, diatur dalam UU dan1999 2004, terakhir diatur dalam UU 6/2014 tentang Desa.
UU 32/2004 secara substansial merubah pengaturan pemilihan kepala desa, dari yang bersifat sentralistik, ditentukan oleh Undang-undang[6], menjadi pengaturan yang desentralistik, karena UU 32/2004 mendelegasikan kewenangan pengaturan tata cara pemilihan kepala desa ke dalam peraturan daerah[7], meskipun untuk itu undang-undang  mewajibkan dalam penyusunan perda harus berpedoman kepada Peraturan Pemerintah[8]
Dalam rangka melaksanakan amanat UU 32/2004 untuk mengatur tata cara pemilihan kepala desa, Pemerintahan Kabupaten Lumajang Perda 24/2006, Perda 6/2012, Perbup 22/2006 dan Perbup 25/2006. Kedudukan Perda dan Perbup Berdasarkan UU 10/2004 dan UU 12/2011 secara struktural berada dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.Secara fungsional, peraturan daerah merupakan sarana untuk penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, menampung kondisi khusus di daerah, juga merupakan penjabaran peraturan perundangan yang lebih tinggi[9]. Jadi, peraturan daerah dalam hal pembentukan dan substansi terikat pada peraturan perundangan yang lebih tinggi, selain itu, juga harus mampu menunjukkan kemandirian daerah dalam menentukan arah dan kebijakannya dalam menyejahterakan masyarakat, mendukung proses demokrasi tingkat local, meningkatkan daya saing dan pelayanan publik[10].
Hasil Penelitian Amira Paripurna[11]  di Kabupaten Jember sudah diatur pemilihan kepala Desa dalam Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2006 tentang Pemerintahan Desa. Hasil Penelitian Fauziyah di kabupaten Bondowoso[12] dan Lumajang[13] pengaturan pemilihan kepala desa dalam Peraturan Daerah tersendiri, khusus mengenai tata cara pemilihan dan pengangkatan kepala desa. Temuan pada penelitian Fauziyah antara lain adanya ketentuan pasal yang dapat menimbulkan penafsiran dilanggarnya pelanggaran prinsip supremasi hukum[14].
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul Sinkronitas Perda 22/2006 jo. Perda 6/2012 terhadap Undang-undang.Peraturan Perundangan yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah peraturan perundangan yang menjadi acuan dan berlaku ketika Perda 22/2006 dan 6/2012 disusun.
II. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sinkronitas (kesesuaian/keserasian) Perda 22/2006 jo. Perda 6/2012 terhadap Undang-undang.

III. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Peraturan Daerah secara normative harus berdasar dan berpedoman kepada Undang-undang baik secara prosedur maupun substansi. Landasan normative substansi Perda 22/2006 jo. Perda 6/2012 adalah UU 32/2004 pada Bab XI, pasal 203–205.Isi peraturan daerah tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan dengan isi undang-undang.Secara teoritis, norma-norma yang ditentukan dalam peraturan perundangan tidak boleh melanggar dan/atau bertentangan dengan asas/prinsip hokum umum yang berlaku. Dengan demikian, selain harus mengacu pada UU 32/2004, Perda 22/2006 jo.6/2012 juga harus sesuai dengan peraturan perundangan lain yang lebih tinggi dan isinya tidak boleh melanggar asas/prinsip hokum yang berlaku.
Perda 24/2006 terdiri dari 6 Bab yang terurai dalam 57 Pasal, yang kemudian berdasarkan Perda 06/2012 dilakukan perubahan pada pasal 5, pasal 7, pasal 11, pasal 13, pasal 35.
Penelitian ini menemukan ketentuan Perda 24/2006 jo. 6/2012 mengandung beberapa kelemahan.
1.    Ketentuan yang berlebihan (over regulation)baik dari segi perumusan maupun isi, antara lain pada pasal:
a.    Pasal 4 , yang mengatur tentang (1) struktur dan keanggotaan Panitia Pemilihan, (2) Kegiatan panitia pemilihan adalah : memeriksa identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pilkades kepada BPD; dan (3) BPD menetapkan susunan keanggotaan Panitia Pemilihan. Materi dalam pasal ini sudah diatur pada pasal 3; sedangkan ayat (2) dari segi perumusan yang sangat teknis layak menjadi materi Peraturan Bupati, sedangkan dari susunan kalimatnya dapat ditempatkan pada ketentuan umum.
b.    Pasal 7 menentukan ‘yang dapat dipilih menjadi Kepala desa adalah penduduk desa WNI yang:
a.    Bertaqwa kepada Tuhan YME
b.    Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD NRI 1945,dan kepada NKRI, serta Pemerintah
c.    Berpendidikan paling rendah tamat SLTP atau yang sederajat dan dilegalisir oleh pejabat yang berwenang
d.   Berusia paling rendah 25 tahun
e.    Penduduk desa setempat
f.     Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun.
g.    Tidak dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
h.    Belum pernah menjabat sebagai kepala desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa jabatan
i.      Berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas, mampu dan berwibawa
j.      Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat desa
k.    Bersedia dicalonkan menjadi kepala desa
Ketentuan pada huruf e dan j, sudah termaksud pada awal pasal (penduduk setempat); dan ketentuan pada huruf h, sudah diatur pembatasan masa jabatan.

c.       Pasal 9 mengatur penjaringan dan penyaringan bakal calon, sebagai berikut:
(1)     Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala desa sesuai persyaratan yang ditentukan pasal 7;
(2)     Panitia melakukan penyaringan setelah hasil penjaringan dilengkapi persyaratan administrasi;
(3)     Panitia Pemilihan mengajukan bakal calon yang memenuhi syarat kepada BPD untuk ditetapkan sebagai calon kepala desa;
(4)     BPD menetapkan calon kepala desa paling sedikit dua orang paling banyak lima orang

Ayat (2) pasal ini menentukan sesuatu yang sudah jelas, demi hukum terjadi demikian.
d.      Pasal 10 menentukan:
(1)   Panitia Pemilihan menyampaikan nama yang telah ditetapkan kepada BPD
(2)   Panitia pemilihan setelah menerima persetujuan calon, menetapkan waktu pelaksanaan rapat pilkades, menetapkan tanda gambar setiap calon, dituangkan dalam berita acara setelah berkonsultasi dengan BPD
Isi pasal 10 ayat (1) sama dengan pasal 9 ayat (3). Idealnya tidak ada repetisi baik rumusan maupun norma dalam sebuah aturan. Sedangkan ayat (2) perlu dirumuskan agar tidak terlalu teknis, sebagai muatan perda. Peneliti mencoba merumuskan kembali pasal 10 sebagai berikut:
(1) Panitia pemilihan mengumumkan calon kepala desa berdasarkan penetapan BPD
(2) Panitia pemilihan mengadakan rapat dengan calon kepala desa untuk menentukan nomor urut dan/atau tanda gambar para calon;
(3) Panitia pemilihan mengumumkan nomor urut dan/atau tanda gambar calon kades secara patut dan layak
e.       Pasal 13 menentukan ‘Dalam pemilihan kepala desa, setiap penduduk desa yang telah ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih atau telah ditetapkan sebagai pemilih dalam pemilihan kepala desa wajib hadir’.
Pasal 13 merupakan bagian dari ketentuan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, sehingga subyek yang diatur adalah calon dan pemilih, oleh karena itu penyebutan ‘penduduk yang telah ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih’ dalam pasal ini berlebihan, lebih tepat disebut calon kepala desa.
f.       Pasal 16 menentukan ‘Panitia pemilihan dan calon yang berhak dipilih dalam pemilihan Calon kepala Desa yang sudah disahkan oleh Ketua Panlih, tetap mempunyai hak untuk menggunakan hak pilihnya’. Pasal ini over regulation, karena pertama, sebagai bagian dari ketentuan pelaksanaan pemilihan, pasal ini merumuskan ‘pemilihan calon kepala desa’, padahal yang dipilih dalam proses ini adalah kepala desa; kedua, sudah ada ketetapan Panitia pemilihan tentang siapa yang berhak memilih, sehingga pasal ini menjadi mubazir.
g.      Pasal 17 menentukan ‘Pelaksanaan Pemilihan Calon Kepala desa yang ditentukan pasal 16 harus memenuhi ketentuan :
a.    Pemilihan calon yang berhak dipilih dilaksanakan secara demokratis dan transparan, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil;
b.    Pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos foto dan nama calon yang berhak dipilih dalam bilik suara yang disediakan oleh Panitia Pemilihan
c.    Seorang pemilih hanya memberikan suaranya kepada 1 (satu) orang calon yang berhak dipilih
d.   Seorang pemilih yang berhalangan hadir karena suatu alasan, tidak dapat diwakilkan dengan cara apapun; dan
e.    Pemilihan calon kades dilaksanakan pada hari, tanggal dan tempat yang telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan
Pasal ini tidak diperlukan, karena, pada huruf a menentukan hal yang memang seharusnya dilakukan, jika ditentukan maka diletakkan pada awal Perda, misalnya pada bagian asas, sedangkan huruf b, c, d, dan e rumusan yang sangat teknis sehingga layak menjadi muatan Perbup.

h. Pasal 22 menentukan :
(1)     Pada saat pemungutan suara dilaksanakan, Panitia Pemilihan  berkewajiban untuk menjamin agar tata demokrasi dan pelaksanaan pemungutan suara berjalan dengan lancar, tertib, aman dan teratur;
(2)     Pada saat pemungutan suara dilaksnakan, para calon yang berhak dipilih harus berada di tempat yang ditentukan untuk mengikuti pelaksanaan pemungutan suara kecuali calon yang berhak dipilih tidak hadir karena alasan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan
(3)     Panitia Pemilihan menjaga agar setiap orang yang berhak memilih hanya memberikan satu suara dan menolak pemberian suara yang diwakilkan dengan alasan apa pun
Pasal 22 menentukan apa yang memang selayaknya dan sepatutnya berlangsung demikian, tanpa perlu diatur lagi dengan rinci. sehinggabaik untuk dihapus saja. Bahkan ketentuan ayat (2) bertentangan dengan ketentuan pasal 13.

2.    Penggunaan istilah yang tidak tepat, misalnya :
a.    Pada ketentuan umum tercantum istilah ‘calon yang berhak dipilih’, yang kemudian dalam pasal-pasal selanjutnya juga demikian untuk menyebut calon kepala desa yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan kepala desa. Istilah tersebut dapat diganti dengan kata calon kepala desa, yang selanjutnya disebut calon, bagi seseorang yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai calon kepala desa oleh BPD. 
b.    pemilihan calon kepala desa, merupakan istilah yang keliru karena dalam Perda mengatur bagaimana memilih kepala desa, bukan memilih calon. Hasil pemilihan langsung, calon dengan suara terbanyak yang akan ditetapkan menjadi kepala desa.
3.        tidak sistematis/runtut, misal:
a.       bagian awal,bab II bagian pertama tentang berakhir jabatan Kades, bagian kedua tentang Panitia Pemilihan,  sedangkan asas penyelenggaraan pemilihan kepala desa diatur pada bagian kedelapan .
b.      ketentuan distribusi distribusi undangan(pasal 19) diatur setelah ketentuan pencoblosan (pasal 15).  
c.       Asas pemilihan ditentukan pada pasal 17 sebagai bagian dari proses pemilihan.
4. Terjadi tumpang tindih baik antar pasal maupun dengan ketentuan yang lain, yaitu pasal 50 dengan ketentuan lain (Pidana) di luar Perda
5.    Rumusan perda sangat teknis, sehingga lebih tepat menjadi muatan Peraturan Bupati, misalnya pada:
a.       pasal 10 ayat (2) Panitia pemilihan setelah menerima persetujuan calon, menetapkan waktu pelaksanaan rapat pilkades, menetapkan tanda gambar setiap calon, dituangkan dalam berita acara setelah berkonsultasi dengan BPD
b.      pasal 15
(1)   Pemilihan kepala desa  dilaksanakan dengan mencoblos surat suara yang memuat foto dan nama calon yg dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah pemilih yang disahkan Ketua Panitia Pemilihan.
(2)   Jika pada saat berakhirnya pemungutan suara tidak quorum, penghitungan suara diundur paling lama 3 jam dengan ketentuan quorum ½ dari jumlah pemilih yang telah disahkan oleh Panitia pemilihan  dan dimuat dalam Berita Acara Pemilihan
(3)   Jika batas waktu (2) habis, quorum belum tercapai, proses pemilihan kepala desa diulang dengan membuka kembali pendaftaran bakal calon
(4)   Jika pemilihan kepala desa diulang, masa jabatan kepala desa telah berakhir, maka diangkat Penjabat Kades

c.       pasal 18
Untuk kelancaran pelaksanaan Pemilihan Calon Kepala desa yang berhak dipilih, Panitia Pemilihan menyediakan:
a.         Papan tulis yang memuat nama-nama calon yang berhak dipilih sesuai dengan persetujuan BPD
b.         Kartu suara yang memuat tanda gambar/foto calon yang berhak dipilih dan bagian bawahnya ditandatangani
c.         Kartu suara yang sah;
d.        Sebuah kotak suara atau lebih berikut kuncinya disesuaikan dengan kebutuhan
e.         Bilik suara atau tempat khusus untuk pelaksanaan pemberian suara; dan
f.          Alat pencoblos dalam bilik suara

d.      pasal 19
(1)      Tiga hari sebelum pemungutan suara Panitia Pemilihan  sudah harus menyampaikan surat undangan kepada para pemilih yang memuat waktu dan tempat pemilih menggunakan hak pilihnya
(2)      Surat undangan diberikan nomor urut sesuai nomor urut daftar pemilih maupun daftar pemilih tambahan yang sudah disahkan.
(3)      Untuk mencocokkan sahnya surat undangan yang dibawa pemilih, Panitia Pemilihan mencocokkan nama yang bersangkutan dengan KTP atau bukti identitas diri.

e.       pasal 20
(1)   Pemilih yang hadir diberikan 1 (satu) lembar kartu suara oleh Panitia Pemilihan melalui pemanggilan berdasarkan urutan daftar hadir;
(2)   Setelah menerima kartu suara, pemilih memeriksa atau meneliti dan apabila kartu suara cacat atau rusak, pemilih berhak meminta kartu suara yang baru setelah menyerahkan kembali kartu suara yang cacat atau rusak kepada Panitia Pemilihan;
(3)   Sebelum melaksanakan pemungutan suara Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan memperlihatkan kepada para pemilih yang hadir bahwa kotak suara dalam keadaan kosong, mengunci dan menyegel dengan menggunakan kertas yang dibubuhi Cap atau stempel Panitia Pemilihan.
f.       pasal 21
(1)   Pemilih yang hadir diberikan 1 (satu) lembar kartu suara oleh Panitia Pemilihan melalui pemanggilan berdasarkan urutan daftar hadir;
(2)   Setelah menerima kartu suara, pemilih memeriksa atau meneliti dan apabila kartu suara cacat atau rusak, pemilih berhak meminta kartu suara yang baru setelah menyerahkan kembali kartu suara yang cacat atau rusak kepada Panitia Pemilihan;
(3)   Sebelum melaksanakan pemungutan suara Panitia Pemilihan  membuka kotak suara dan memperlihatkan kepada para pemilih yang hadir bahwa kotak suara dalam keadaan kosong, mengunci dan menyegel dengan menggunakan kertas yang dibubuhi Cap atau stempel Panitia Pemilihan
g.      pasal 24
(1)   Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan menghitung kartu suara yang masuk, setelah pemungutan suara memenuhi quorum dan dinyatakan selesai serta dihadiri para saksi;
(2)   Setiap lembar kartu suara diteliti satu demi satu untuk mengetahui kartu suara yang diberikan kepada calon yang berhak dipilih dan kemudian Panitia Pemilihan menyebutkan foto dan nama calon yang berhak dipilih yang mendapat suara tersebut dan mencatatnya di papan tulis yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua pemilih yang hadir;
(3)   Pembacaan kartu suara oleh Panitia Pemilihan  dibacakan secara tegas dan jelas dan ditunjukkan kepada para saksi yang telah ditunjuk oleh calon yang berhak dipilih di hadapan seluruh pemilih yang hadir.

h.      pasal 27
(1)   Calon yang berhak berhak dipilih yang memperoleh suara terbanyak sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah pemilih  yang menggunakan hak pilihnya, dinyatakan sebagai calon terpilih.
(2)   Apabila calon yang berhak dipilih tidak mendapatkan dukungan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (1), Panitia Pemilihan  mengadakan pemilihan ulang;
(3)   Pemilih ulang dilaksanakan selambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak saat penanda tanganan berita acara pemilihan 
(4)   Apabila pemilihan ulang hasilnya tetap sama, maka pejabat yang berwenang menunjuk penjabat Kades untuk selanjutnya mengadakan persiapan untuk pemilihan baru atas usulan BPD

i.        pasal 31ayat (1) ayat (2) dan ayat (3),
(2)     Kades terpilih dilantik oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 15 hari terhitung tanggal penerbitan Keputusan Bupati
(3)     Pelantikan Kades dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat
(4)     Sebelum memangku jabatannya Kades mengucapkan sumpah/janji.

j.        pasal 32 menentukan Pelantikan Kades dilaksanakan tepat pada ahir masa jabatan Kades yang lama dan ditetapkan sebagai tanggal pelantikan;

k.      pasal 33 Apabila masa jabatan Kepala Desa yang lama berakhir jatuh libur, maka pelantikan dilaksanakan pada hari kerja berikutnya atau sehari sebelum hari libur.
l.        pasal 34 menentukan :
(1) Pelantikan kades yang tidak dapat dilaksanakan tepat waktu  karena alasan yang dapat dipertanggungjawab-kan dapat ditunda selama-lamanya 3 (tiga bulan) sejak tanggal berakhirnya masa jabatan kepala desa;
(2) Selama masa penundaan untuk melaksanakan tugas pemerintahan ditunjuk Penjabat Sementara Kades sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6.        Aturan pemberhentian kepala desa yang sangat teknis dan rinci  merupakanmateri Peraturan Bupati; sedangkan aturan tentang Penjabat kepala desa lebih tepat dituangkan pada Peraturan daerah tentang pemerintahan desa.
7.         Pengaturan hak pilih bertentangan dengan asas hokum bahwa memilih adalah hak, dan di dalam hak terkandung kebebasan seseorang untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak yang dimilikinya, yaitu pada pasal:
a.       pasal 12, calon tidak dibenarkan mundur,
b.      pasal 15 yang membatasi quorum jumlah pemilih; karena memilih adalah hak.
c.       pasal 26, pengaturan yang ruwet, tidak sesuai dengan prinsip memilih adalah HAK. Secara teoritis, di dalam hak terkandung kebebasan, artinya pemegang hak bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan. Pembatasan kepada pemilik dalam penggunaan hak dalam konteks penggunaan kebebasan untuk mengekspresikan hak tersebut tidak boleh bertentangan dan/atau melanggar susila, sopan santun dan peraturan perundang-undangan.
8.        Penggunaan istilah yang tidak konsisten, misalnya:
a.       kartu suara dan surat suara, 
b.      istilah tenggang waktu menggunakan istilah sejak, dan terhitung … pada pasal 31 ayat (1) ‘terhitung’ ,;pasal 36 ayat (5) ‘sejak’
c.       istilah pencoblosan, pemungutan suara, pemilihan.
9.        Pasal dengan rumusan yang berbelit dan ruwet dengan substansi yang keliru,
misalnya pasal 23 , 24 dan 26.
Pasal 23 menentukan :
(1)     Setelah semua pemilih menggunakan hak pilihnya untuk memberikan suaranya, Panitia Pemilihan meminta kepada masing-masing calon yang berhak dipilih agar menugaskan/menunjuk 1 (satu) orang saksi untuk menjadi saksi dalam setiap papan penghitungan;
(2)     Penunjukkan saksi oleh para calon yang berhak dipilih, dilakukan secara tertulis dengan menggunakan formulir yang disediakan oleh Panitia Pemilihan.
Rumusan pasal 23 membingungkan (ruwet).Berikut peneliti mencoba merumuskan kembali, sehinggan menjadi lebih sederhana, tanpa mengurangi maksud pembuat perda dan mudah dipahami.
(1)   Pemungutan suara berakhir pada  sesuai jadual yang ditentukan panitia pemilihan
(2)   Panitia pemilihan meminta calon kepala desa untuk menyediakan/ menunjuk  satu orang saksi untuk setiap pengumuman
(3)   Penunjukkan saksi oleh calon kepala desa dilakukan secara tertulis dengan menggunakan form yang disediakan panitia pemilihan.
Pasal 24 menentukan :
(1)     Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan menghitung kartu suara yang masuk, setelah pemungutan suara memenuhi quorum dan dinyatakan selesai serta dihadiri para saksi;
(2)     Setiap lembar kartu suara diteliti satu demi satu untuk mengetahui kartu suara yang diberikan kepada calon yang berhak dipilih dan kemudian Panitia Pemilihan menyebutkan foto dan nama calon yang berhak dipilih yang mendapat suara tersebut dan mencatatnya di papan tulis yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua pemilih yang hadir;
(3)     Pembacaan kartu suara oleh Panitia Pemilihan  dibacakan secara tegas dan jelas dan ditunjukkan kepada para saksi yang telah ditunjuk oleh calon yang berhak dipilih di hadapan seluruh pemilih yang hadir.
Rumusan pasal 24 berbelit, isinya sangat teknis, sehingga lebih tepat menjadi muatan Peraturan Bupati. Sedangkan dalam perda dirumuskan  secara sederhana sebagai berikut:
(1)   Penghitungan suara dilakukan oleh panitia pemilihan
(2)   Tata cara penghitungan suara diatur lebih lanjut  dengan Peraturan Bupati
Pasal 26  menentukan :
(1)   Calon yang berhak berhak dipilih yang memperoleh suara terbanyak sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah pemilihk  yang menggunakan hak pilihnya, dinyatakan sebagai calon terpilih.
(2)   Apabila calon yang berhak dipilih tidak mendapatkan dukungan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (1), Panlih mengadakan pemilihan ulang;
(3)   Pemilih ulang dilaksanakan selambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak saat penanda tanganan berita acara pemilihan 
(4)   Apabila pemilihan ulang hasilnya tetap sama, maka pejabat yang berwenang menunjuk penjabat Kades untuk selanjutnya mengadakan persiapan untuk pemilihan baru atas usulan BPD
(5)   Pasal ini selain rumit sekali dalam perumusannya juga mengandung substansi yang bertentangan dengan prinsip bahwa memilih dalam pemilihan umum adalah hak.  Oleh karena itu, perda tidak dapat membatasi jumlah minimal kehadiran dan partisipasi pemilih yang harus dipenuhi. Upaya menyadarkan warga yang berhak memilih untuk menggunakan hak pilih dapat saja dilakukan secara intensif, bentuk himbauan dapat dilakukan, tetapi tidak mewajibkan, termasuk menentukan sebagaimana pasal tersebut. Penghapusan pasal ini tidak menimbulkan konsekuensi yuridis yang berarti dalam proses pemilihan kepala desa.

Disamping itu, dalam perda ini pada pengaturan kampanye dan penghitungan ulang juga perlu dipertimbangkan kembali atau bahkan diperbaiki. Dalam pengaturan kampanye (pasal 12) ditentukan:
-     pengertian kampanye (ayat (4)) yang seharusnya termasuk dalam ketentuan umum pasal 1,
-     jenis kampanye  (ayat (3)),
-     kegiatan kampanye (ayat (1) dan (2)) yang lebih tepat menjadi materi Perbup;
-     larangan kampanye (ayat (5)) yang seharusnya diatur dalam pasal tersendiri dan misalnya dalam rumusan :
Dalam kampanye dilarang :
a.       Mempersoalkan Pancasila dasar Negara dan UUD NRI 1945
b.      Menghina seseorang, suku, agama, ras, golongan calon lain
c.       Mengganggu ketertiban umum dalam bentuk pawai, arak-arakan atau bentuk lain yang serupa
d.      Memberikan sejumlah uang, barang, sarana atau pemberian lain kepada masyarakat atau pemilih dengan maksud untuk mempengaruhi pilihan pemilih;
-     sanksi (ayat (6) dan (7)) yang seharusnya diatur pada bagian akhir tersendiri dalam sub judul ketentuan pidana atau sanksi, yang mengatur seluruh pelanggaran pasal yang mungkin dilakukan oleh calon dan atau pemilih dan pihak lain yang terlibat dalam pemilihan kepala desa, misalnya dalam rumusan :
(1)      Pelanggaran pasal …. diancam dengan pidana  paling lama 1 (satu) tahun.
(2)      Pelanggaran pasal …. dapat berakibat pembatalan sebagai kepala desa.

Materi yang perlu dan belum diatur dalam Perda 22/2006 jo. 6/2012 antara lain :
a.      Biaya pemilihan kepala desa. ketentuan mengenai hal ini baik untuk diatur dalam bagian tersendiri, menentukan sumbernya dan peruntukannya
b.      Pada pasal 8 ditentukan tentang putera desa, tanpa ada keterangan lain. Untuk itu perlu ditentukan maksud pembuat perda mengenai putera desa
c.      Materi yang sama sekali tidak diatur dalam Perda adalah sengketa pemilihan kepala desa dan penyelesaiannya. Sengketa akibat dan dalam pemilihan kepala desa seharusnya diatur dengan jelas dalam Perda ini, untuk mengantisipasi timbulnya sengketa dalam dan pasca pemilihan dan penghitungan suara. Ketentuan ini dituangkan setelah ketentuan pelantikan untuk mengatur hal berikut:
Masalah yang memerlukan solusi bagaimana apabilasetelah penetapan  BPD, kepala desa yang ditetapkan  kemudian digugat, apakah
-       tidak menghalangi pelantikan atau
-       pelantikan ditunda, atau
-       jabatan kepala desa yang lama diperpanjang; atau
-       diangkat penjabat kepala desa
Untuk itu perlu pengaturan dengan rumusan sebagai berikut:
Apabila setelah penetapan BPD timbul sengketa perdata memalui PN atau PTUN, maka (pilihannya adalah)
-          Sengketa tindak menunda pelantikan; atau
-          Sengketa menunda pelantikan dengan konsekuensi : Kepala Desa lama diperpanjang atau diangkat Penjabat Kepala Desa
Kesadaran terhadap potensi sengketa pemilihan kepala desa, sebenarnya sudah ada, terbukti dengan disediakan lembaga pengawas yang diberi tugas untuk menyelesaikan masalah yang timbul dalam pemilihan kepala desa, yaitu Panitia Pengawas dan Tim Penyelesaian Permasalahan Pemerintahan Desa yang diatur dalam Peraturan Bupati no.22/2006 dan Perbup nomor 25/2006 yang merupakan peraturan pelaksana Perda 24/2006. Gagasan pembentukan kedua lembaga tersebut sangat baik, namun secara teoritis kurang tepat apabila pembentukannya berdasarkan Peraturan Bupati, terlebih pada lembaga terdapat  kewenangan untuk melakukan tindakan tertentu berkait dengan penyelesaian permasalahan dalam pemilihan kepala desa. Perlu pula dipertimbangkan kompetensi Panitia Pengawas dalam penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Desa dan perkembangan kehidupan demokrasi pada masyarakat.Untuk itu, melahirkan lembaga yang kredibel dan kompeten dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa menjadi tantangan bagi penyelenggara Pemerintahan Kabupaten, agar permasalahan yang timbul dalam pemilihan kepala desa dapat diselesaikan tanpa harus melalui jalur litigasi.
4. Penutup
4.1  Temuan
1. ketentuan  bersifat berlebihan (over regulation) baik dari segi istilah, perumusan maupun substansi
2. Tata urutan pengaturan tidak sistematis/runtut
3. Terdapat ketentuan yang tumpang tindih baik antar pasal maupun dengan ketentuan yang lain,
4. ketentuan sangat teknis, yang merupakan materi Peraturan Bupati
5. ketentuan bertentangan dengan asas hukum, khususnya pasal yang mengatur tentang ‘Hak’ dalam pemilihan.
6. Penggunaan istilah yang tidak konsisten;
7. Belum diaturnya sengketa berkait dengan kegiatan pemilihan kepala desa yang berpotensi muncul.
8. Panitia Pengawas (di tingkat Kecamatan) dan Tim Penyelesaian Permasalahan Pemerintahan Desa (di tingkat Kabupaten) diatur Peraturan Bupati berwenang menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa. Peraturan Bupati bukanlah acuan yang layak untuk lahirnya sebuah lembaga dengan kewenangan menyelesaikan sengketa.

4.2 Simpulan
Perda 24/2006 jo.Perda 6/2012 banyak memuat ketidaksesuaian baik secara normative maupun secara teoritis.

4.3 Saran
a. Perlu dilakukannya banyak perbaikan dalam pengaturan tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pengangkatan Kepala Desa  di Kabupaten Lumajang baik pada Peraturan daerah maupun Peraturan Bupati. Perbaikan dilakukan dengan mengacu pada peraturan lain yang lebih tinggi, setara dan asas-asas/ prinisip-prinsip hukum.
b. Pemerintah Kabupaten dan DPRD Kabupaten Lumajang perlu menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dalam penyusunan peraturan daerah agar produk hukum kabupaten lumajang menjadi lebih baik.
c. Pengaturan sengketa pemilihan kepala desa justru dapat dipergunakan untuk mengarahkan agar masalah yang timbul dalam penyelenggaraab pemilihan kepala desa dapat diselesaikan oleh pemerintah kabupaten, di luar pengadilan. Andaikata harus melalui jalur peradilan, pengaturan yang benar dan baik dapat mengupayakan agar agenda pemerintahan dapat tetap berlangsung tanpa melanggar hak konstitusional warga Negara dalam proses pemilihan kepala desa. Oleh karena itu, tidak perlu ada pandangan bahwa pengaturan sengketa akan mendorong terjadinya sengketa dalam pemilihan kepala desa.

DAFTAR PUSTAKA

Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan negara, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia

Bernard Arief Sidharta, 2013, Ilmu Hukum Indonesia, Genta Publishing, Jogjakarta

Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta

Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-undang nomor 18 tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara tahun 1965 No. 84)

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974, No. 38, Tambahan Lembaran Negara No. 3037)

Undang- undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, No. 115, Tambahan Lembaran Negara No. 4457)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014tentang DesaLembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara No.5495)
Undang- undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 53  Tambahan Lembaran Negara No.  4389)

Undang- undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang-Undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No.82 Tambahan Lembaran Negara No. 5234)

Peraturan Daerah nomor 24 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 16 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 17);

Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Daerah nomor 24 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah Tahun 2012 Nomor 8,).

Peraturan Bupati Lumajang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Berita Daerah Kabupaten Lumajang Tahun 2006 Nomor 28 Seri E).

Peraturan Bupati Lumajang Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Bupati Lumajang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Berita Daerah Kabupaten Lumajang Tahun 2006 Nomor 38 Seri E)

Hasil Penelitian

Amira Paripurna, 2009, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Jember, Penelitian

Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2014, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Bondowoso, Penelitian.

Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2014, Legal Opinion : Kajian terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, Penelitian.

Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2015, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Lumajang, Penelitian.

Artikel
Zudan Arif Fakrulloh, Kedudukan Peraturan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Pembangunan Substansi Hukum di Daerah, Artikel, Majalah Hukum Nasional, perpustakaan.bphn.go.id,  diunduh 19 April 2015





[1] Periksa Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945
[2] Periksa Undang-undang nomor 18 tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara tahun 1965 nomor 84)
[3] Periksa UU 22/1999 Pasal 131
[4] Periksa UU 22/1999 Bab XI Pasal 93-111
[5] Periksa UU 32/2004 Bab  XI Pasal 200-216
[6] Periksa UU 22/1999 Pasal 95-98
[7] Periksa UU 32/2004 Pasal 203 ayat (1)
[8] Ibid.
[9] Periksa UU 12/2011 Pasal 14
[10]Op.cit.
[11] Amira Paripurna dan Pramukhtiko, 2009, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Jember,  Penelitian, FH-UM Jember
[12]Periksa Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2014, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Bondowoso, Penelitian, Fak. Hukum, UM-Jember
[13]Periksa Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2015, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Lumajang, Penelitian, Fak. Hukum, UM-Jember
[14] Periksa Fauziyah dan Sri Praptianingsih, 2014, Legal Opinion: Kajian terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, Penelitian, Fak. Hukum, UM-Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar