SINKRONITAS PERDA NO. 22/2006 jo. NO.6/2012
TERHADAP UNDANG-UNDANG
oleh :
Pramukhtiko
S
Sri
Praptianingsih
Abstract
UU 32/2004 secara substansial merubah pengaturan pemilihan kepala desa,
dari yang bersifat sentralistik menjadi pengaturan yang desentralistik. UU
32/2004 mendelegasikan kewenangan pengaturan tata cara pemilihan kepala desa ke
dalam peraturan daerah, meskipun penyusunan perda harus berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah. Kedudukan Perda dan Perbup secara
struktural berada dalam hierarki peraturan perundang-undangan, secara
fungsional, merupakan sarana untuk penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, menampung kondisi khusus di daerah, juga merupakan penjabaran
peraturan perundangan yang lebih tinggi.Peraturan
Perundangan yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah peraturan
perundangan yang menjadi acuan dan berlaku ketika Perda 22/2006 dan 6/2012
disusun.
Temuan dalam penelitian ini : ketentuan yang
over regulation, pengaturan tidak runtut, tumpang tindih dengan ketentuan lain,
perumusan yang sangat teknis, ketentuan
yang melanggar prinsip hokum, penggunaan istilah tidak konsisten, tidak diaturnya
penyelesaian sengketa dalam perda, tetapi ditentukan lembaga yang berwenang
menyelesaikan masalah dalam Perbup. Simpulan penelitian ini adalah Perda 24/2006 jo.Perda
6/2012 banyak memuat ketidakserasian baik secara normative maupun secara
teoritis.
Kata Kunci: peraturan
daerah, keserasian/sinkronitas
I.
PENDAHULUAN
Pemerintahan desa sudah
diakui keberadaannya sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia[1],
meskipun belum secara tegas diatur dalam batang tubuh UUD 1945.Meskipun
demikian, dalam penyelenggaraan Negara keberadaan pemerintahan desa telah
diatur sejak 1965[2],
kemudian diganti UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, yang kemudian dinyatakan
tidak berlaku oleh UU 22/1999[3].Pemerintahan
Desa kemudian diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dalam UU 22/1999[4] dan UU
32/2004[5].
Terakhir, diatur dalam UU dan1999 2004, terakhir diatur dalam UU 6/2014 tentang
Desa.
UU 32/2004 secara substansial
merubah pengaturan pemilihan kepala desa, dari yang bersifat sentralistik,
ditentukan oleh Undang-undang[6], menjadi
pengaturan yang desentralistik, karena UU 32/2004 mendelegasikan kewenangan
pengaturan tata cara pemilihan kepala desa ke dalam peraturan daerah[7],
meskipun untuk itu undang-undang
mewajibkan dalam penyusunan perda harus berpedoman kepada Peraturan
Pemerintah[8].
Dalam rangka melaksanakan amanat UU
32/2004 untuk mengatur tata cara pemilihan kepala desa, Pemerintahan Kabupaten
Lumajang Perda 24/2006, Perda 6/2012,
Perbup 22/2006 dan Perbup 25/2006. Kedudukan Perda dan Perbup Berdasarkan UU
10/2004 dan UU 12/2011 secara struktural berada dalam hierarki peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.Secara fungsional, peraturan
daerah merupakan sarana untuk penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, menampung kondisi khusus di daerah, juga merupakan penjabaran
peraturan perundangan yang lebih tinggi[9]. Jadi,
peraturan daerah dalam hal pembentukan dan substansi terikat pada peraturan
perundangan yang lebih tinggi, selain itu, juga harus mampu menunjukkan
kemandirian daerah dalam menentukan arah dan kebijakannya dalam menyejahterakan
masyarakat, mendukung proses demokrasi tingkat local, meningkatkan daya saing
dan pelayanan publik[10].
Hasil Penelitian Amira Paripurna[11] di Kabupaten Jember sudah diatur pemilihan
kepala Desa dalam Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2006 tentang Pemerintahan
Desa. Hasil Penelitian Fauziyah di kabupaten Bondowoso[12] dan
Lumajang[13]
pengaturan pemilihan kepala desa dalam Peraturan Daerah tersendiri, khusus
mengenai tata cara pemilihan dan pengangkatan kepala desa. Temuan pada
penelitian Fauziyah antara lain adanya ketentuan pasal yang dapat menimbulkan
penafsiran dilanggarnya pelanggaran prinsip supremasi hukum[14].
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul Sinkronitas
Perda 22/2006 jo. Perda 6/2012 terhadap Undang-undang.Peraturan Perundangan
yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah peraturan perundangan yang
menjadi acuan dan berlaku ketika Perda 22/2006 dan 6/2012 disusun.
II. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini adalah bagaimana sinkronitas (kesesuaian/keserasian) Perda
22/2006 jo. Perda 6/2012 terhadap Undang-undang.
III. Hasil Penelitian dan
Pembahasan
Peraturan Daerah secara normative harus berdasar dan berpedoman kepada
Undang-undang baik secara prosedur maupun substansi. Landasan normative
substansi Perda 22/2006 jo. Perda 6/2012 adalah UU 32/2004 pada Bab XI, pasal
203–205.Isi peraturan daerah tidak boleh menyimpang apalagi bertentangan dengan
isi undang-undang.Secara teoritis, norma-norma yang ditentukan dalam peraturan
perundangan tidak boleh melanggar dan/atau bertentangan dengan asas/prinsip
hokum umum yang berlaku. Dengan demikian, selain harus mengacu pada UU 32/2004,
Perda 22/2006 jo.6/2012 juga harus sesuai dengan peraturan perundangan lain
yang lebih tinggi dan isinya tidak boleh melanggar asas/prinsip hokum yang
berlaku.
Perda 24/2006 terdiri dari 6 Bab yang terurai dalam 57 Pasal, yang kemudian
berdasarkan Perda 06/2012 dilakukan perubahan pada pasal 5, pasal 7, pasal 11,
pasal 13, pasal 35.
Penelitian ini menemukan ketentuan Perda 24/2006 jo. 6/2012 mengandung
beberapa kelemahan.
1. Ketentuan yang berlebihan (over regulation)baik dari segi perumusan
maupun isi, antara lain pada pasal:
a. Pasal 4 , yang mengatur tentang (1)
struktur dan keanggotaan Panitia Pemilihan, (2) Kegiatan panitia pemilihan
adalah : memeriksa identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang
ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pilkades
kepada BPD; dan (3) BPD menetapkan susunan keanggotaan Panitia Pemilihan.
Materi dalam pasal ini sudah diatur pada pasal 3; sedangkan ayat (2) dari segi
perumusan yang sangat teknis layak menjadi materi Peraturan Bupati, sedangkan
dari susunan kalimatnya dapat ditempatkan pada ketentuan umum.
b. Pasal 7 menentukan ‘yang dapat dipilih
menjadi Kepala desa adalah penduduk desa WNI yang:
a.
Bertaqwa
kepada Tuhan YME
b.
Setia
kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD NRI 1945,dan kepada NKRI, serta
Pemerintah
c.
Berpendidikan
paling rendah tamat SLTP atau yang sederajat dan dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang
d.
Berusia
paling rendah 25 tahun
e.
Penduduk
desa setempat
f.
Tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling
singkat 5 (lima) tahun.
g.
Tidak
dicabut hak pilihnya sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
h.
Belum
pernah menjabat sebagai kepala desa paling lama 10 tahun atau dua kali masa
jabatan
i.
Berkelakuan
baik, jujur, adil, cerdas, mampu dan berwibawa
j.
Mengenal
daerahnya dan dikenal oleh masyarakat desa
k.
Bersedia
dicalonkan menjadi kepala desa
Ketentuan pada huruf e
dan j, sudah termaksud pada awal pasal (penduduk setempat); dan ketentuan pada
huruf h, sudah diatur pembatasan masa jabatan.
c.
Pasal 9 mengatur penjaringan dan penyaringan bakal calon,
sebagai berikut:
(1) Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan
dan penyaringan bakal calon kepala desa sesuai persyaratan yang ditentukan
pasal 7;
(2) Panitia melakukan penyaringan setelah hasil
penjaringan dilengkapi persyaratan administrasi;
(3) Panitia Pemilihan mengajukan bakal calon
yang memenuhi syarat kepada BPD untuk ditetapkan sebagai calon kepala desa;
(4) BPD menetapkan calon kepala desa paling
sedikit dua orang paling banyak lima orang
Ayat (2) pasal ini menentukan sesuatu yang
sudah jelas, demi hukum terjadi demikian.
d.
Pasal 10 menentukan:
(1) Panitia Pemilihan menyampaikan nama yang
telah ditetapkan kepada BPD
(2) Panitia pemilihan setelah menerima
persetujuan calon, menetapkan waktu pelaksanaan rapat pilkades, menetapkan
tanda gambar setiap calon, dituangkan dalam berita acara setelah berkonsultasi
dengan BPD
Isi
pasal 10 ayat (1) sama dengan pasal 9 ayat (3). Idealnya tidak ada repetisi
baik rumusan maupun norma dalam sebuah aturan. Sedangkan ayat (2) perlu
dirumuskan agar tidak terlalu teknis, sebagai muatan perda. Peneliti mencoba
merumuskan kembali pasal 10 sebagai berikut:
(1) Panitia pemilihan mengumumkan calon kepala
desa berdasarkan penetapan BPD
(2) Panitia pemilihan mengadakan rapat dengan
calon kepala desa untuk menentukan nomor urut dan/atau tanda gambar para calon;
(3) Panitia pemilihan mengumumkan nomor urut
dan/atau tanda gambar calon kades secara patut dan layak
e.
Pasal 13 menentukan ‘Dalam pemilihan kepala desa, setiap
penduduk desa yang telah ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih atau
telah ditetapkan sebagai pemilih dalam pemilihan kepala desa wajib hadir’.
Pasal
13 merupakan bagian dari ketentuan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, sehingga
subyek yang diatur adalah calon dan pemilih, oleh karena itu penyebutan
‘penduduk yang telah ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih’ dalam pasal
ini berlebihan, lebih tepat disebut calon kepala desa.
f.
Pasal 16 menentukan ‘Panitia pemilihan dan calon yang
berhak dipilih dalam pemilihan Calon
kepala Desa yang sudah disahkan oleh Ketua Panlih, tetap mempunyai hak
untuk menggunakan hak pilihnya’. Pasal ini over regulation, karena pertama,
sebagai bagian dari ketentuan pelaksanaan pemilihan, pasal ini merumuskan
‘pemilihan calon kepala desa’, padahal yang dipilih dalam proses ini adalah
kepala desa; kedua, sudah ada ketetapan Panitia pemilihan tentang siapa yang
berhak memilih, sehingga pasal ini menjadi mubazir.
g.
Pasal 17 menentukan ‘Pelaksanaan Pemilihan Calon Kepala
desa yang ditentukan pasal 16 harus memenuhi ketentuan :
a.
Pemilihan
calon yang berhak dipilih dilaksanakan secara demokratis dan transparan,
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil;
b.
Pemberian
suara dilakukan dengan cara mencoblos foto dan nama calon yang berhak dipilih
dalam bilik suara yang disediakan oleh Panitia Pemilihan
c.
Seorang
pemilih hanya memberikan suaranya kepada 1 (satu) orang calon yang berhak
dipilih
d.
Seorang
pemilih yang berhalangan hadir karena suatu alasan, tidak dapat diwakilkan
dengan cara apapun; dan
e.
Pemilihan
calon kades dilaksanakan pada hari, tanggal dan tempat yang telah ditetapkan
oleh Panitia Pemilihan
Pasal ini
tidak diperlukan, karena, pada huruf a menentukan hal yang memang seharusnya
dilakukan, jika ditentukan maka diletakkan pada awal Perda, misalnya pada
bagian asas, sedangkan huruf b, c, d, dan e rumusan yang sangat teknis sehingga
layak menjadi muatan Perbup.
h. Pasal 22 menentukan :
(1)
Pada
saat pemungutan suara dilaksanakan, Panitia Pemilihan berkewajiban untuk menjamin agar tata
demokrasi dan pelaksanaan pemungutan suara berjalan dengan lancar, tertib, aman
dan teratur;
(2)
Pada
saat pemungutan suara dilaksnakan, para calon yang berhak dipilih harus berada
di tempat yang ditentukan untuk mengikuti pelaksanaan pemungutan suara kecuali
calon yang berhak dipilih tidak hadir karena alasan yang rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan
(3)
Panitia
Pemilihan menjaga agar setiap orang yang berhak memilih hanya memberikan satu
suara dan menolak pemberian suara yang diwakilkan dengan alasan apa pun
Pasal 22 menentukan apa yang memang selayaknya dan sepatutnya
berlangsung demikian, tanpa perlu diatur lagi dengan rinci. sehinggabaik untuk
dihapus saja. Bahkan ketentuan ayat (2) bertentangan dengan ketentuan pasal 13.
2.
Penggunaan istilah yang tidak tepat, misalnya :
a. Pada ketentuan umum tercantum istilah ‘calon
yang berhak dipilih’, yang kemudian dalam pasal-pasal selanjutnya juga demikian
untuk menyebut calon kepala desa yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti
pemilihan kepala desa. Istilah tersebut dapat diganti dengan kata calon kepala
desa, yang selanjutnya disebut calon, bagi seseorang yang memenuhi persyaratan
dan ditetapkan sebagai calon kepala desa oleh BPD.
b. pemilihan calon kepala desa, merupakan
istilah yang keliru karena dalam Perda mengatur bagaimana memilih kepala desa,
bukan memilih calon. Hasil pemilihan langsung, calon dengan suara terbanyak
yang akan ditetapkan menjadi kepala desa.
3.
tidak sistematis/runtut, misal:
a.
bagian awal,bab II bagian pertama tentang berakhir
jabatan Kades, bagian kedua tentang Panitia Pemilihan, sedangkan asas penyelenggaraan pemilihan kepala
desa diatur pada bagian kedelapan .
b.
ketentuan distribusi distribusi undangan(pasal 19) diatur
setelah ketentuan pencoblosan (pasal 15).
c.
Asas pemilihan ditentukan pada pasal 17 sebagai bagian
dari proses pemilihan.
4. Terjadi tumpang tindih baik antar pasal
maupun dengan ketentuan yang lain, yaitu pasal 50 dengan ketentuan lain
(Pidana) di luar Perda
5. Rumusan perda sangat teknis, sehingga lebih
tepat menjadi muatan Peraturan Bupati, misalnya pada:
a.
pasal 10 ayat (2) Panitia pemilihan setelah menerima
persetujuan calon, menetapkan waktu pelaksanaan rapat pilkades, menetapkan
tanda gambar setiap calon, dituangkan dalam berita acara setelah berkonsultasi
dengan BPD
b.
pasal 15
(1)
Pemilihan
kepala desa dilaksanakan dengan
mencoblos surat suara yang memuat foto dan nama calon yg dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah pemilih yang disahkan Ketua Panitia Pemilihan.
(2)
Jika
pada saat berakhirnya pemungutan suara tidak quorum, penghitungan suara diundur
paling lama 3 jam dengan ketentuan quorum ½ dari jumlah pemilih yang telah
disahkan oleh Panitia pemilihan dan
dimuat dalam Berita Acara Pemilihan
(3)
Jika
batas waktu (2) habis, quorum belum tercapai, proses pemilihan kepala desa
diulang dengan membuka kembali pendaftaran bakal calon
(4)
Jika
pemilihan kepala desa diulang, masa jabatan kepala desa telah berakhir, maka
diangkat Penjabat Kades
c.
pasal 18
Untuk
kelancaran pelaksanaan Pemilihan Calon Kepala desa yang berhak dipilih, Panitia
Pemilihan menyediakan:
a.
Papan
tulis yang memuat nama-nama calon yang berhak dipilih sesuai dengan persetujuan
BPD
b.
Kartu
suara yang memuat tanda gambar/foto calon yang berhak dipilih dan bagian
bawahnya ditandatangani
c.
Kartu
suara yang sah;
d.
Sebuah
kotak suara atau lebih berikut kuncinya disesuaikan dengan kebutuhan
e.
Bilik
suara atau tempat khusus untuk pelaksanaan pemberian suara; dan
f.
Alat
pencoblos dalam bilik suara
d.
pasal 19
(1)
Tiga
hari sebelum pemungutan suara Panitia Pemilihan
sudah harus menyampaikan surat undangan kepada para pemilih yang memuat waktu
dan tempat pemilih menggunakan hak pilihnya
(2)
Surat
undangan diberikan nomor urut sesuai nomor urut daftar pemilih maupun daftar
pemilih tambahan yang sudah disahkan.
(3)
Untuk
mencocokkan sahnya surat undangan yang dibawa pemilih, Panitia Pemilihan mencocokkan
nama yang bersangkutan dengan KTP atau bukti identitas diri.
e.
pasal 20
(1)
Pemilih
yang hadir diberikan 1 (satu) lembar kartu suara oleh Panitia Pemilihan melalui
pemanggilan berdasarkan urutan daftar hadir;
(2)
Setelah
menerima kartu suara, pemilih memeriksa atau meneliti dan apabila kartu suara
cacat atau rusak, pemilih berhak meminta kartu suara yang baru setelah
menyerahkan kembali kartu suara yang cacat atau rusak kepada Panitia Pemilihan;
(3)
Sebelum
melaksanakan pemungutan suara Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan
memperlihatkan kepada para pemilih yang hadir bahwa kotak suara dalam keadaan
kosong, mengunci dan menyegel dengan menggunakan kertas yang dibubuhi Cap atau
stempel Panitia Pemilihan.
f.
pasal 21
(1)
Pemilih
yang hadir diberikan 1 (satu) lembar kartu suara oleh Panitia Pemilihan melalui
pemanggilan berdasarkan urutan daftar hadir;
(2)
Setelah
menerima kartu suara, pemilih memeriksa atau meneliti dan apabila kartu suara
cacat atau rusak, pemilih berhak meminta kartu suara yang baru setelah
menyerahkan kembali kartu suara yang cacat atau rusak kepada Panitia Pemilihan;
(3)
Sebelum
melaksanakan pemungutan suara Panitia Pemilihan
membuka kotak suara dan memperlihatkan kepada para pemilih yang hadir
bahwa kotak suara dalam keadaan kosong, mengunci dan menyegel dengan
menggunakan kertas yang dibubuhi Cap atau stempel Panitia Pemilihan
g.
pasal 24
(1)
Panitia
Pemilihan membuka kotak suara dan menghitung kartu suara yang masuk, setelah
pemungutan suara memenuhi quorum dan dinyatakan selesai serta dihadiri para
saksi;
(2)
Setiap
lembar kartu suara diteliti satu demi satu untuk mengetahui kartu suara yang
diberikan kepada calon yang berhak dipilih dan kemudian Panitia Pemilihan
menyebutkan foto dan nama calon yang berhak dipilih yang mendapat suara
tersebut dan mencatatnya di papan tulis yang ditempatkan sedemikian rupa
sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua pemilih yang hadir;
(3)
Pembacaan
kartu suara oleh Panitia Pemilihan
dibacakan secara tegas dan jelas dan ditunjukkan kepada para saksi yang
telah ditunjuk oleh calon yang berhak dipilih di hadapan seluruh pemilih yang
hadir.
h.
pasal 27
(1)
Calon
yang berhak berhak dipilih yang memperoleh suara terbanyak sekurang-kurangnya
1/5 (satu per lima) dari jumlah pemilih
yang menggunakan hak pilihnya, dinyatakan sebagai calon terpilih.
(2)
Apabila
calon yang berhak dipilih tidak mendapatkan dukungan suara terbanyak
sebagaimana dimaksud ayat (1), Panitia Pemilihan mengadakan pemilihan ulang;
(3)
Pemilih
ulang dilaksanakan selambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak saat penanda tanganan
berita acara pemilihan
(4)
Apabila pemilihan ulang hasilnya tetap sama, maka pejabat
yang berwenang menunjuk penjabat Kades untuk selanjutnya mengadakan persiapan
untuk pemilihan baru atas usulan BPD
i.
pasal 31ayat (1) ayat (2) dan ayat (3),
(2)
Kades
terpilih dilantik oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 15 hari
terhitung tanggal penerbitan Keputusan Bupati
(3)
Pelantikan
Kades dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat
(4)
Sebelum
memangku jabatannya Kades mengucapkan sumpah/janji.
j.
pasal 32 menentukan Pelantikan Kades dilaksanakan tepat
pada ahir masa jabatan Kades yang lama dan ditetapkan sebagai tanggal
pelantikan;
k.
pasal 33 Apabila masa jabatan Kepala Desa yang lama
berakhir jatuh libur, maka pelantikan dilaksanakan pada hari kerja berikutnya
atau sehari sebelum hari libur.
l.
pasal 34 menentukan :
(1) Pelantikan kades yang tidak dapat
dilaksanakan tepat waktu karena alasan
yang dapat dipertanggungjawab-kan dapat ditunda selama-lamanya 3 (tiga bulan)
sejak tanggal berakhirnya masa jabatan kepala desa;
(2) Selama masa penundaan untuk
melaksanakan tugas pemerintahan ditunjuk Penjabat Sementara Kades sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
6.
Aturan pemberhentian kepala desa yang sangat teknis dan
rinci merupakanmateri Peraturan Bupati;
sedangkan aturan tentang Penjabat kepala desa lebih tepat dituangkan pada
Peraturan daerah tentang pemerintahan desa.
7.
Pengaturan hak
pilih bertentangan dengan asas hokum bahwa memilih adalah hak, dan di dalam hak
terkandung kebebasan seseorang untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak
yang dimilikinya, yaitu pada pasal:
a.
pasal 12, calon tidak dibenarkan mundur,
b.
pasal 15 yang membatasi quorum jumlah pemilih; karena
memilih adalah hak.
c.
pasal 26, pengaturan yang ruwet, tidak sesuai dengan
prinsip memilih adalah HAK. Secara teoritis, di dalam hak terkandung kebebasan,
artinya pemegang hak bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan. Pembatasan
kepada pemilik dalam penggunaan hak dalam konteks penggunaan kebebasan untuk
mengekspresikan hak tersebut tidak boleh bertentangan dan/atau melanggar
susila, sopan santun dan peraturan perundang-undangan.
8.
Penggunaan istilah yang tidak konsisten, misalnya:
a.
kartu suara dan surat suara,
b.
istilah tenggang waktu menggunakan istilah sejak, dan
terhitung … pada pasal 31 ayat (1) ‘terhitung’ ,;pasal 36 ayat (5) ‘sejak’
c.
istilah pencoblosan, pemungutan suara, pemilihan.
9.
Pasal dengan rumusan yang berbelit dan ruwet dengan substansi
yang keliru,
misalnya
pasal 23 , 24 dan 26.
Pasal 23 menentukan :
(1)
Setelah
semua pemilih menggunakan hak pilihnya untuk memberikan suaranya, Panitia
Pemilihan meminta kepada masing-masing calon yang berhak dipilih agar
menugaskan/menunjuk 1 (satu) orang saksi untuk menjadi saksi dalam setiap papan
penghitungan;
(2)
Penunjukkan
saksi oleh para calon yang berhak dipilih, dilakukan secara tertulis dengan
menggunakan formulir yang disediakan oleh Panitia Pemilihan.
Rumusan pasal 23
membingungkan (ruwet).Berikut peneliti mencoba merumuskan kembali, sehinggan
menjadi lebih sederhana, tanpa mengurangi maksud pembuat perda dan mudah
dipahami.
(1)
Pemungutan suara berakhir pada sesuai jadual yang ditentukan panitia
pemilihan
(2)
Panitia pemilihan meminta calon kepala desa untuk
menyediakan/ menunjuk satu orang saksi
untuk setiap pengumuman
(3)
Penunjukkan saksi oleh calon kepala desa dilakukan secara
tertulis dengan menggunakan form yang disediakan panitia pemilihan.
Pasal 24
menentukan :
(1)
Panitia
Pemilihan membuka kotak suara dan menghitung kartu suara yang masuk, setelah
pemungutan suara memenuhi quorum dan dinyatakan selesai serta dihadiri para
saksi;
(2)
Setiap
lembar kartu suara diteliti satu demi satu untuk mengetahui kartu suara yang
diberikan kepada calon yang berhak dipilih dan kemudian Panitia Pemilihan
menyebutkan foto dan nama calon yang berhak dipilih yang mendapat suara
tersebut dan mencatatnya di papan tulis yang ditempatkan sedemikian rupa
sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua pemilih yang hadir;
(3)
Pembacaan
kartu suara oleh Panitia Pemilihan
dibacakan secara tegas dan jelas dan ditunjukkan kepada para saksi yang
telah ditunjuk oleh calon yang berhak dipilih di hadapan seluruh pemilih yang
hadir.
Rumusan pasal 24
berbelit, isinya sangat teknis, sehingga lebih tepat menjadi muatan Peraturan
Bupati. Sedangkan dalam perda dirumuskan
secara sederhana sebagai berikut:
(1)
Penghitungan suara dilakukan oleh panitia pemilihan
(2)
Tata cara penghitungan suara diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
Pasal
26 menentukan :
(1) Calon yang berhak berhak dipilih yang
memperoleh suara terbanyak sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah
pemilihk yang menggunakan hak pilihnya,
dinyatakan sebagai calon terpilih.
(2) Apabila calon yang berhak dipilih tidak
mendapatkan dukungan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (1), Panlih
mengadakan pemilihan ulang;
(3) Pemilih ulang dilaksanakan selambatnya 30
(tiga puluh) hari sejak saat penanda tanganan berita acara pemilihan
(4)
Apabila
pemilihan ulang hasilnya tetap sama, maka pejabat yang berwenang menunjuk
penjabat Kades untuk selanjutnya mengadakan persiapan untuk pemilihan baru atas
usulan BPD
(5)
Pasal ini selain rumit sekali dalam perumusannya juga
mengandung substansi yang bertentangan dengan prinsip bahwa memilih dalam
pemilihan umum adalah hak. Oleh karena
itu, perda tidak dapat membatasi jumlah minimal kehadiran dan partisipasi
pemilih yang harus dipenuhi. Upaya menyadarkan warga yang berhak memilih untuk
menggunakan hak pilih dapat saja dilakukan secara intensif, bentuk himbauan
dapat dilakukan, tetapi tidak mewajibkan, termasuk menentukan sebagaimana pasal
tersebut. Penghapusan pasal ini tidak menimbulkan konsekuensi yuridis yang
berarti dalam proses pemilihan kepala desa.
Disamping itu, dalam
perda ini pada pengaturan kampanye dan penghitungan ulang juga perlu
dipertimbangkan kembali atau bahkan diperbaiki. Dalam pengaturan kampanye
(pasal 12) ditentukan:
-
pengertian kampanye (ayat (4)) yang seharusnya termasuk
dalam ketentuan umum pasal 1,
-
jenis kampanye
(ayat (3)),
-
kegiatan kampanye (ayat (1) dan (2)) yang lebih tepat
menjadi materi Perbup;
-
larangan kampanye (ayat (5)) yang seharusnya diatur dalam
pasal tersendiri dan misalnya dalam rumusan :
Dalam
kampanye dilarang :
a.
Mempersoalkan Pancasila dasar Negara dan UUD NRI 1945
b.
Menghina seseorang, suku, agama, ras, golongan calon lain
c.
Mengganggu ketertiban umum dalam bentuk pawai,
arak-arakan atau bentuk lain yang serupa
d.
Memberikan sejumlah uang, barang, sarana atau pemberian
lain kepada masyarakat atau pemilih dengan maksud untuk mempengaruhi pilihan
pemilih;
-
sanksi (ayat (6) dan (7)) yang seharusnya diatur pada
bagian akhir tersendiri dalam sub judul ketentuan pidana atau sanksi, yang
mengatur seluruh pelanggaran pasal yang mungkin dilakukan oleh calon dan atau
pemilih dan pihak lain yang terlibat dalam pemilihan kepala desa, misalnya
dalam rumusan :
(1)
Pelanggaran
pasal …. diancam dengan pidana paling
lama 1 (satu) tahun.
(2)
Pelanggaran
pasal …. dapat berakibat pembatalan sebagai kepala desa.
Materi yang perlu dan belum diatur dalam Perda 22/2006 jo. 6/2012 antara
lain :
a.
Biaya pemilihan kepala desa. ketentuan mengenai hal ini
baik untuk diatur dalam bagian tersendiri, menentukan sumbernya dan
peruntukannya
b.
Pada pasal 8 ditentukan tentang putera desa, tanpa ada
keterangan lain. Untuk itu perlu ditentukan maksud pembuat perda mengenai
putera desa
c.
Materi yang sama sekali tidak diatur dalam Perda adalah
sengketa pemilihan kepala desa dan penyelesaiannya. Sengketa akibat dan dalam
pemilihan kepala desa seharusnya diatur dengan jelas dalam Perda ini, untuk
mengantisipasi timbulnya sengketa dalam dan pasca pemilihan dan penghitungan
suara. Ketentuan ini dituangkan setelah ketentuan pelantikan untuk mengatur hal
berikut:
Masalah
yang memerlukan solusi bagaimana apabilasetelah penetapan BPD, kepala desa yang ditetapkan kemudian digugat, apakah
- tidak menghalangi pelantikan atau
- pelantikan ditunda, atau
- jabatan kepala desa yang lama diperpanjang;
atau
- diangkat penjabat kepala desa
Untuk itu perlu pengaturan dengan rumusan sebagai
berikut:
Apabila setelah penetapan BPD timbul sengketa perdata
memalui PN atau PTUN, maka (pilihannya adalah)
-
Sengketa tindak menunda pelantikan; atau
-
Sengketa menunda pelantikan dengan konsekuensi : Kepala
Desa lama diperpanjang atau diangkat Penjabat Kepala Desa
Kesadaran terhadap potensi sengketa pemilihan kepala desa, sebenarnya
sudah ada, terbukti dengan disediakan lembaga pengawas yang diberi tugas untuk
menyelesaikan masalah yang timbul dalam pemilihan kepala desa, yaitu Panitia
Pengawas dan Tim Penyelesaian Permasalahan Pemerintahan Desa yang diatur dalam
Peraturan Bupati no.22/2006 dan Perbup nomor 25/2006 yang merupakan peraturan
pelaksana Perda 24/2006. Gagasan pembentukan kedua lembaga tersebut sangat
baik, namun secara teoritis kurang tepat apabila pembentukannya berdasarkan
Peraturan Bupati, terlebih pada lembaga terdapat kewenangan untuk melakukan tindakan tertentu berkait
dengan penyelesaian permasalahan dalam pemilihan kepala desa. Perlu pula
dipertimbangkan kompetensi Panitia Pengawas dalam penyelesaian sengketa
Pemilihan Kepala Desa dan perkembangan kehidupan demokrasi pada
masyarakat.Untuk itu, melahirkan lembaga yang kredibel dan kompeten dalam
penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa menjadi tantangan bagi
penyelenggara Pemerintahan Kabupaten, agar permasalahan yang timbul dalam
pemilihan kepala desa dapat diselesaikan tanpa harus melalui jalur litigasi.
4. Penutup
4.1 Temuan
1. ketentuan
bersifat berlebihan (over
regulation) baik dari segi istilah, perumusan maupun substansi
2. Tata urutan pengaturan tidak
sistematis/runtut
3. Terdapat ketentuan yang tumpang tindih baik
antar pasal maupun dengan ketentuan yang lain,
4. ketentuan sangat teknis, yang merupakan
materi Peraturan Bupati
5. ketentuan bertentangan dengan asas hukum,
khususnya pasal yang mengatur tentang ‘Hak’ dalam pemilihan.
6. Penggunaan istilah yang tidak konsisten;
7. Belum diaturnya sengketa berkait dengan
kegiatan pemilihan kepala desa yang berpotensi muncul.
8. Panitia Pengawas (di tingkat Kecamatan) dan
Tim Penyelesaian Permasalahan Pemerintahan Desa (di tingkat Kabupaten) diatur Peraturan
Bupati berwenang menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
pemilihan kepala desa. Peraturan Bupati bukanlah acuan yang layak untuk
lahirnya sebuah lembaga dengan kewenangan menyelesaikan sengketa.
4.2 Simpulan
Perda 24/2006 jo.Perda
6/2012 banyak memuat ketidaksesuaian baik secara normative maupun secara
teoritis.
4.3 Saran
a. Perlu dilakukannya
banyak perbaikan dalam pengaturan tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan
Pengangkatan Kepala Desa di Kabupaten
Lumajang baik pada Peraturan daerah maupun Peraturan Bupati. Perbaikan dilakukan
dengan mengacu pada peraturan lain yang lebih tinggi, setara dan asas-asas/
prinisip-prinsip hukum.
b. Pemerintah Kabupaten
dan DPRD Kabupaten Lumajang perlu menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi
dalam penyusunan peraturan daerah agar produk hukum kabupaten lumajang menjadi
lebih baik.
c. Pengaturan sengketa
pemilihan kepala desa justru dapat dipergunakan untuk mengarahkan agar masalah
yang timbul dalam penyelenggaraab pemilihan kepala desa dapat diselesaikan oleh
pemerintah kabupaten, di luar pengadilan. Andaikata harus melalui jalur peradilan,
pengaturan yang benar dan baik dapat mengupayakan agar agenda pemerintahan
dapat tetap berlangsung tanpa melanggar hak konstitusional warga Negara dalam
proses pemilihan kepala desa. Oleh karena itu, tidak perlu ada pandangan bahwa
pengaturan sengketa akan mendorong terjadinya sengketa dalam pemilihan kepala
desa.
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi,
1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan negara, Disertasi,
Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia
Bernard
Arief Sidharta, 2013, Ilmu Hukum
Indonesia, Genta Publishing, Jogjakarta
Johnny
Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi
Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar
Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu
Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta
Undang-Undang
Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945
Undang-undang nomor 18
tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran
Negara tahun 1965 No. 84)
Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974, No.
38, Tambahan Lembaran Negara No. 3037)
Undang- undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, No. 115,
Tambahan Lembaran Negara No. 4457)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014tentang
DesaLembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara No.5495)
Undang- undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No.
53 Tambahan Lembaran Negara No. 4389)
Undang- undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perun-dang-Undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No.82
Tambahan Lembaran Negara No. 5234)
Peraturan Daerah nomor 24 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan,
Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah
Tahun 2006 Nomor 16 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 17);
Peraturan Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 6 Tahun
2012 tentang Perubahan Peraturan Daerah
nomor 24 tahun 2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan,
Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah Tahun 2012 Nomor
8,).
Peraturan Bupati Lumajang Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemilihan, Pencalonan,
Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Berita Daerah
Kabupaten Lumajang Tahun 2006 Nomor 28 Seri E).
Peraturan Bupati Lumajang Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Bupati Lumajang
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan,
Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Berita Daerah Kabupaten Lumajang
Tahun 2006 Nomor 38 Seri E)
Hasil Penelitian
Amira
Paripurna, 2009, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di
Kabupaten Jember, Penelitian
Fauziyah
dan Sri Praptianingsih, 2014, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan
Kepala Desa di Kabupaten Bondowoso, Penelitian.
Fauziyah
dan Sri Praptianingsih, 2014, Legal Opinion : Kajian terhadap Peraturan Daerah
Kabupaten Bondowoso Nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan,
Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, Penelitian.
Fauziyah
dan Sri Praptianingsih, 2015, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan
Kepala Desa di Kabupaten Lumajang, Penelitian.
Artikel
Zudan
Arif Fakrulloh, Kedudukan Peraturan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah dan
Pembangunan Substansi Hukum di Daerah, Artikel,
Majalah Hukum Nasional, perpustakaan.bphn.go.id, diunduh 19 April 2015
[1] Periksa Penjelasan Umum
Undang-Undang Dasar 1945
[2] Periksa Undang-undang
nomor 18 tahun 1965 tentang Desapraja (Lembaran Negara tahun 1965 nomor 84)
[3] Periksa UU 22/1999 Pasal
131
[4] Periksa UU 22/1999 Bab
XI Pasal 93-111
[5] Periksa UU 32/2004
Bab XI Pasal 200-216
[6] Periksa UU 22/1999 Pasal
95-98
[7] Periksa UU 32/2004 Pasal
203 ayat (1)
[8] Ibid.
[9] Periksa UU 12/2011 Pasal
14
[10]Op.cit.
[11] Amira Paripurna dan
Pramukhtiko, 2009, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa di
Kabupaten Jember, Penelitian, FH-UM Jember
[12]Periksa Fauziyah dan Sri
Praptianingsih, 2014, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa
di Kabupaten Bondowoso, Penelitian,
Fak. Hukum, UM-Jember
[13]Periksa Fauziyah dan Sri
Praptianingsih, 2015, Identifikasi Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa
di Kabupaten Lumajang, Penelitian,
Fak. Hukum, UM-Jember
[14] Periksa Fauziyah dan Sri
Praptianingsih, 2014, Legal Opinion: Kajian terhadap Peraturan Daerah Kabupaten
Bondowoso nomor 7 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan
dan Pemberhentian Kepala Desa, Penelitian,
Fak. Hukum, UM-Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar