6.1 Bentuk Negara
Menurut Moh Kusnardi dan Bintan Saragih
bentuk negara adalah batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan
secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis adalah apabila
negara ditinjau secara keseluruhan tanpa melihat isi dan strukturnya, sedangkan
tinjauan secara yuridis apabila negara ditinjau dari isi dan strukturnya[65].
6.1.1 Bentuk Negara Zaman Yunani Kuno
Plato mengemukakan lima macam bentuk negara yang sesuai dengan
sifat tertentu dan jiwa manusia, yaitu:
1.
Aristokrasi, sebagai bentuk puncak, merupakan pemerintahan oleh
aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah
aristokrasi menjadi :
2.
Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai
kemasyhuran dan kehormatan. Timokrasi berubah menjadi:
3.
Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan
ini melahirkan milik partikulir, maka orang-orang miskinpun bersatulah melawan
kaum hartawan dan lahirlah :
4.
Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan (anarkhi).
5.
Tirani, adalah pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan
sewenang-wenang. Bentuk ini paling jauh dari cita-cita keadilan, karena seorang
tiran akan menindas rakyatnya.
Menurut Aristoteles terdapat
tiga macam bentuk negara yang masing-masing merupakan bentuk ideal dan
pemerosotannya, sebagai berikut:
1.
Monarkhi, adalah pemerintahan oleh satu orang guna kepentingan seluruh
rakyat. Dalam perkembangannya, orientasi pemerintahan bergeser, cenderung lebih
mementingkan kepentingan sendiri, yang akhirnya pemerintahan berubah menjadi
tirani/despotie/dikatator.
2.
Aristokrasi, adalah pemerintahan oleh sekelompok cendikiawan untuk
kepentingan seluruh rakyat. Perkembangan lebih lanjut kemudian memun-culkan
Oligarkhi atau Plutokrasi. Oligarkhi adalah pemerintahan oleh seke-lompok orang
untuk kepentingan golongan/kelompoknya. Plutokrasi adalah pemerintahan oleh
sekelompok orang kaya untuk kepentingan orang kaya.
3.
Politea, adalah pemerintahan seluruh rakyat untuk kepentingan seluruh
rakyat. Perkembangannya adalah demokrasi, yaitu pemerintahan dari orang-orang
yang tidak tahu sama sekali soal pemerintahan .
Ajaran Aristoteles
menimbulkan teori kuantitas dan kualitas. Negara ideal berdasarkan kuantitas,
dan pemerosotannya berdasarkan kualitas. Ajaran tersebut digambarkan dalam
bentuk siklus sebagai berikut:
Siklus
Bentuk Negara menurut ajaran Aristoteles:
Monarkhi


Demokrasi Tirani/Despotie
(Pemerosotan) (Pemerosotan)
![]() |
![]() |
Politea Aristokrasi


Oligarkhi/Plutokrasi
(Pemerosotan)
6.1.2 Bentuk
Negara Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan
dikenal pengertian bentuk negara kerajaan atau republik, yang diajarkan oleh
Machiavelli. Menurutnya, negara, apabila tidak berbentuk Republik, tentu
berbentuk Kerajaan.
Menurut Jellinek
beda kerajaan dan republik adalah pada kemauan negara. Pada Kerajaan/monarchi,
pembentukan kemauan negara terjadi oleh seseorang dan nampak sebagai kemauan
inidividual. Sedangkan pada bentuk negara republik kemauan negara ditentukan
oleh banyak orang/dewan. Pendapat
demikian pada masa sekarang tidak dapat diterima, karena beberapa Kerajaan
ternyata memiliki lembaga perwakilan, seperti Kerajaan Inggris.
Menurut Duguit,
Republik dan Kerajaan dapat dibedakan berdasarkan cara pengangkatan Kepala
Negara. Pada Kerajaan/monarkhi, kepala negara ditunjuk berdasarkan keturunan,
sedangkan apabila tidak ditunjuk/dengan pemilihan disebut Republik. Pendapat
ini pun tidak dapat serta merta diterima, karena Kerajaan Malaysia Kepala
Negaranya diangkat secara bergiliran tidak berdasarkan keturunan semata.
Otto Koellreuter
berpendapat bahwa di samping Monarkhi dan Republik, terdapat bentuk negara
otoriter (autoritarian fuhrerstaat). Menurutnya, Monarkhi dalam negara
modern dikuasai oleh asas ketidaksamaan seperti dinasti, sedangkan Republik
dikuasai oleh asas persamaan pemimpin. Negara otoriter didasarkan pada
kekuasaan pemimpin yang dianggap sebagai dasar kemauan negara.
6.1.3 Bentuk Negara Zaman Sekarang
- Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk
pemerintahan;
- Paham yang membahas bentuk negara terdiri dari dua golonga, yaitu
demokrasi atau diktator;
- Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara dengan
ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Add.
1 Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan;
Bentuk pemerintahan adalah sistem yang berlaku dalam mengatur alat-alat
perlengkapan negara dan bagaimana hubungan antara alat perlengkapan negara.
Terdapat tiga bentuk pemerintahan, yaitu :
a.
bentuk pemerintahan yang hubungan antara badan eksekutif dengan badan
legislatif erat;
Dalam
pemerintahan ini eksekutif dan legislatif saling tergantung satu dengan
lainnya. Antara eksekutif dan legislatif terdapat tig variasi hubungan, :
-
Eksekutif lebih tinggi kekuasaannya dari legislatif,
-
Eksekutif seimbang kekuasaannya dengan legislatif;
-
Eksekutif lebih rendah kekuasaannya dari legislatif.
b.
Bentuk pemerintahan dengan pemisahan eksekutif, legislatif dan
yudisiil;
Dalam bentuk ini
antara eksekutif dengan legislatif tidak
ada saling ketergan-tungan. Masing-masing sebagai lembaga yang manadiri yang
dipilih langsung oleh rakyat, oleh karenanya di antaranya tidak ada hubungan
pertanggung-jawaban sehingga tidak dapat saling menjatuhkan.
c.
Bentuk pemerintahan dengan pengaruh/pengawasan langsung dari rakyat
terhadap eksekutif
Dalam sistem ini
legislatif tunduk pada pengawasan langsung oleh rakyat, yang dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
- Referendum
Referendum adalah
kegiatan politik yang dilakukan rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau
menolak suatu kebijaksanaan yang diberlakukan legislatif atau setuju atau
menolak terhadap kebijaksanaan dimintakan persetujuan kepada rakyat. Dikenal
tiga macam referendum, yaitu:
-
referendum obligator, merupakan referendum yang
wajib dilakukan berkait dengan diberlakukannya undang-undang utamanya yang
menyangkut hak rakyat.
-
referendum fakultatif, terjadi apabila terdapat pengumuman oleh legislatif tentang
berlakunya undang-undang, maka rakyat berhak meminta pengesahan undang-undang
tersebut melalui referendum.
-
referendum consultatif, yaitu referendum untuk soal tertentu yang rakyat tidak tahu
teknisnya.
ii.
usul inisiatif rakyat, merupakan hak rakyat untuk mengajukan rancangan
undang-undang kepada Legislatif dan eksekutif.
Berdasar
teori, bentuk negara yang terpenting dan banyak dianut negara di dunia adalah
negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federal). Berikut adalah
bentuk-bentuk negara yang dikenal pada zaman modern[66].
a.
Negara Kesatuan (unitaris)
Negara kesatuan
(unitaris adalah negara yang bersusunan tunggal, hanya terdiri dari satu negara
saja, tidak terdapat negara dalam negara. Unitaris merupakan bentuk negara yang
tunggal, mandiri, terdiri dari satu negara, satu pemerintahan, dan satu lembaga
legislatif untuk seluruh wilayah negara. Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara,
negara unitaris dapat terbendtu dengan sistem desentralisasi atau sistem
sentralisasi.
Negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi, memberikan kewenangan kepa-da daerah untuk
mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi pada daerah).
Negara kesatuan
dengan sistem sentralisasi, apabila sesgala sesuatu dalam negara langsung
diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, termasuk segala sesuatu yang
menyangkut pemerintahan dan kekuasaan daerah.
b.
Negara serikat (federasi)
Negara
serikat/federasi/federal adalah negara yang merupakan gabungan dari
negara-negara, yang masing-masing merupakan negara bagian dari federasi.
Negara bagian
pada mulanya adalah negara yang merdeka, berdaulat dan mandiri, mempunyai
perlengkapan, kepala negara, pemerintahan dan lembaga legislatif dan yudisiil.
Apabila kemudian menggabungkan diri pada negara serikat, maka akan menjadi
bagian dari negara federasi (negara bagian) dengan akibat harus melepaskan
sebagian kekuasaan/kewenangannya secara limitatif kepada negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan negara bagian kepada negara serikat, lazimnya dapat
dibagi dalam lima
hal.
- hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum
internasional, misalnya masalah kewilayahan, kewarganegaraan, migrasi,
hubungan diplomatik,
ii.
hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, misal pertahanan keamanan,
persetujuan perang dan damai,
iii.
hal mengenai konstitusi, organisasi pemerintahan federasi, asas pokok
hu-kum dan organisasi peradilan jika dipandang perlu oleh pemerintah pusat,
iv.
mengenai mata uang dan keuangan untuk pembiayaan pemerintah federasi,
termasuk pajak, bea cukai, monopoli negara, dsb.
v.
Mengenai kepentingan bersama antara negara bagian, seperti pos dan
telekomunikasi, statistik, industri, perdagangan, penelitian iptek, dsb.
Berdasar latar belakang bergabungnya
negara, negara federal dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu negara serikat
dan serikat negara. Kupasan tentang perbedaan keduanya antara lain sebagai
berikut:
Jellinek,
berpendapat bahwa perbedaan antara serikat negara dengan negara serikat
terletak pada kedaulatannya. Pada negara serikat, kedaulatan berada pada negara
federal (negara gabungan0, sedangkan pada serikat negara kedaulatan tetap
berada pada negara-negara bagian.
Kranenburg
berpendapat bahwa kriteria yang membedakan negara serikat dan serikat negara
adalah pada dapat atau tidaknya pemerintah membuat peraturan yang langsung
mengikat warga negara dari negara bagian. Apabila peraturan pemerintah
gabungan/federal dapat langsung berlaku dan mengikat terhadap negara bagian, maka
negara tersebut adalah negara serikat, sebaliknya apabila peraturan hukum yang
dikeluarkan oleh pemerintahan federal tidak dapat secara langsung berlaku dan
mengikat kepada warga negara dari negara bagian, maka negara tersebut disebut
serikat negara.
Kranenburg juga
mengajukan pembedaan antara negara serikat dengan negara kesatuan, yaitu
sebagai berikut:
-
pada negara serikat, negara bagian memiliki kekuasaan untuk membuat
konstitusi, dapat mengatur sendiri bentuk organisasinya, sedangkan dalam negara
kesatuan dengan sistem desentralisasi daerah-daerah ditetapkan oleh legislatif
(pusat);
-
pada negara serikat kekuasaan legislatif (pusat) untuk membuat
peraturan ditentukan limitatif, sedangkan dalam negara kesatuan desentralistis
kekuasaan legislatif ditentukan secara
umum, kekuasaan pembuat peraturan/legislatif yang lebih rendah ditentukan oleh
legislatif pusat.
c.
Negara Dominion
Negara
dominion adalah negara yang sebelumnya merupakan jajahan Inggris, kemudian
merdeka dan berdaulat, akan tetapi tetap mengakui Raja Inggris sebagai rajanya
dan sekaligus sebnagai lambang persatuan dan kesatuan. Negara dominion tersebut
tergabungdalam ikatan Negara-negara Persemakmuran (The British Commonwealth
of Nations).
The British Commonwealth of Nations merupakan persekutuan kerajaan Inggris
dengan daerah bekas jajahannya yang telah dilimpahkan wewenang penuh untuk
mengatur rumah tangganya sendiri sebagai negara merdeka, berhak mengatur
politik dalam dan luar negeri dan menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan
kedaulatannya.
d.
Negara Protektorat
Negara
Protektorat adalah negara yang berada di bawah lindungan negara lain. Negara
protektorat lazimnya menyerahkan masalah luar negeri dan pertahanan keamanan
kepada negara yang memberikan perlindungan.
Terdapat
dua macam negara protektorat, yaitu protektorat kolonial dan protektorat
internasional. Negara disebut protektorat kolonial apabila masalah keamanan dan
hubungan luar negeri serta sebagian besar urusan dalam negeri yang penting
diserahkan kepada negara pelindung. Sedangkan protektorat internasional adalah
apabila negara yang berada di bawah perlindungan dapat bertindak sebagai subyek
hukum internasional. Contoh negara protektorat yang pernah ada:
-
Zanzibar , protektorat Inggris (1890)
-
Mesir, protektorat Turki (1917)
-
Albania , protektorat dari India (1936)
e.
Negara Uni
Negara
uni adalah gabungan dua negara atau lebih yang masing-masingmerdeka dan
berdaulat dengan satu kepala negara yang sama. Pada hakekatnya uni bukan
merupakan bentuk negara, tetapi bentuk gabungan negara atau badan kerjasama
antar negara. uni sengaja dibentuk untuk menciptakan persatuan di antara dua
negara atau lebih.
Terdapat
dua jenis uni, yaitu : Uni riil (nyata) dan Uni Personal (pribadi). Uni riil
terjadi apabila negara-negara mempunyai kelengkapan negara bersama, yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Uni riil dibentuk dengan sengaja untuk mewujudkan
persatuan yang nyata antara beberapa negara. Misal Austria-Hongaria (1918), Uni
Afrika Selatan.
Uni
personal terjadi apabila kepala negaranya saja yang sama. Uni personal tercipta
seakan tidak dengan sengaja, seorang raja secara kebetulan pada saat yang sama
sekaligus mengepalai lebih dari satu negara. Misal Belanda-Lexumburg (1890),
Swedia-Norwegia (1814-1905).
Dalam
perkembangannya, berdasar erat longgarnya ikatan persetujuan yang diterapkan,
uni menunjukkan sifat-sifatnya sebagai negara yang fusi, federasi atau
konfederasi.
Uni
Fusi, apabila dibentuk untuk mewujudkan persatuan yang bulat sebagai suatu
negara kesatuan. Uni ini merupakan penggabungan dan peleburan secara total
menjadi satu negara, sehingga disebut uni fusi. Misal uni Afsel.
Uni
federasi, apabila dibentuk untuk menyusun persatuan yang lebih rapi antara
beberapa negara atau satuan daerah tanpa menghilangkan keutuhan serta sifat
asli satuan negara tersebut, dengan mewujudkan negara serikat/federasi,
sehingga kemudian disebut uni federasi. Misalnya Uni Soviet Sosialis Rusia.
Uni
konfederasi, dibentuk untukmenciptakan persekutuan yang lebih longgar, dibentuk
mirip konfederasi (serikat negara/gabungan negara-negara).
6.2 Bentuk Pemerintah
Menurut Ramdlon Naning[67],
terdapat beberapa teori yang mengkaji bentuk-bentuk pemerintahan negara.
6.2.1
Teori Tua/Kuno
Penganut teori tua/kuno
(Plato, Aristoteles, Thomas Aquino dan Polybios) berpendapat bentuk
pemerintahan suatu negara dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan besar,
yaitu Monarchi, Aristokrasi dan Demokrasi. Dasar pembedaannya adalah:
- jumlah orang yang memerintah, apakah dipegang oleh seorang,
beberapa atau seluruh rakyat;
- sifat dari pemerintahan, apakah untuk kepentingan umum yang
dinilai baik atau hanya diarahkan untuk kepentingan diri sendiri atau
kelompok saja.
6.2.2
Teori Modern
Teori modern membedakan bentuk
pemerintahan suatu negara dalam monarchi dan Republik. Penganutnya antara lain
Machiavelli, Jellinek dan Leon Duguit.
Machiavelli berpendapat, semua negara
dan semua kekuasaan yang melakukan pemerintahan negara atas manusia adalah
republik atau kerajaan. Tanpa menjelaskan perbedaan antara keduanya,
machiavelli menerangkan bahwa kerajaan adalah negara yang dipimpin oleh kepala
negara berdasarkan hak waris yang turun temurun. Ia juga menjelaskan bagaimana
seharusnya seorang kepala negara memimpin kerajaannya.
Jellinek mengupas perbedaan antara
monarchi dengan republik, berdasar cara pembentukan kehendak negara.
Di dalam negara monarchi kehendak negara
terwujud dalam kemauan raja selaku pemegang kekuasaan tertinggi.
Dalam negara republik kehendak negara
merupakan manifestasi suatu peristiwa hukum.
Dalam negara republik terdapat aparat yang mewakili rakyat sebgai pemegang
kekuasaan dan kedaulatan. Aparat ini terkonstruksi dalam suatu badan yang
memiliki integritas dan kepribadian tersendiri berdasar hukum dan terpisah dari
kehidupan kepentingan orang pribadi dalam strukturnya. Keputusan badan lahir
berdasarkan prosedur hukum sesuai konstitusi. Inilah yang dimaksud kehendak
negara.
Kriteria Jellinek tidak dapat diterapkan
pada setiap negara. Inggris, pemerintahannya berbentuk kerajaan, akan tetapi
pengambilan keputusan untuk menentukan kehendak umum merupakan hasil konsensus
parlemen.
Leon Duguit membedakan bentuk
pemerintahan negara berdasarkan cara penunjukkan/pengangkatan kepala negara.
Apabila kepala negara diangkat/ditun-juk atau berdasar stelsel pewarisan,
negara tersebut adalah monarchi, sedangkan negara adalah republik apabila
kepala negara diangkat berdasarkan hasil pemilihan, kudeta dan lain sebagainya.
Kranenburg berpendapat bahwa terdapat
ketidakpastian dalam penggunaan istilah monarchi atau republik apakah sebagai
bentuk negara ataukah sebagai bentuk pemerintah. Sependapat pada pendapat Leon
Duguit dan Otto Koelreutter bahwa
terdapat jenis pemerintahan negara pemimpin otoriter. Menurutnya sifat hakekat
negara tergantung pada bagaimana sifat hubungan fungsi-fungsi negara dengan
organ-organnya dan sifat hubungan masing-masing organ tersebut. Fungsi negara
apakah dipusatkan pada satu organ, ataukah dibagikan pada beberapa organ yang
saling berhubungan ataukah berdasarkan pertimbangan sejarah dan penjenisan
negara modern yang timbul sebagai hasil perkembangan politik.
Monarchi
Monarchie (kerajaan) adalah negara yang
dikepalai oleh seorang Raja/Ratu, yang bersifat turun temurun dan menjabat
tanpa batas waktu (seumur hidup). Monarchie berasal dari kata monos yang
berarti satu satunya dan archie yang berasal dari kata archien yang berarti
berkuasa. Monarche berarta kekuasaan yang berada pada seseorang saja.
Dikenal beberapa sistem monarchi, yaitu:
a.
Monarchie absolut (monarcho monokrasi)
Kekuasaan
dan wewenang Raja bersifat mutlak tak terbatas. Perintah Raja merupakan
undang-undang yang harus dilaksanakan tanpa reserve. Kehendak raja dianggap
kehendak rakyat. Negara adalah saya, demikian kata Louis XIV dari Perancis.
b.
Monarchie konstitusional (monarcho Oligarchie)
Monarchie
ini dibatasi konstitusi/undang-undang dasar. Raja tidak dapat ber-buat
sewenang-wenang, ia tidak dapat bertindak selain atas dasar konstitusi.
c.
Monarchie Parlementer (Monarcho Demokrasi)
Dalam
monarchie terdapat dewan perwakilan rakyat/parlemen. Menteri secara perorangan
atau bersama bertanggung jawab kepada parlemen. Raja berkedu-dukan sebagai
lambang keutuhan dan kesatuan negara yang tidak dapat di-ganggu guat dan tidak
harus bertanggung jawab (The King can do not wrong).
Oligarchie
Oligachie berasal dari kata oligoi
yang berarti sedikit orang dan archie yang berarti berkuasa. Kekuasaan
ada pada sedikit orang. Oligarchie berarti kekuasaan negara untuk memerintah di
tangan sejumlah orang saja. Oligarchie terdiri dari dua jenis, yaitu:
a.
Aristokrasi, yaitu apabila pemerintahan negara dipegang oleh beberapa
orang kaum bangsawan. Misal Romawi pada zaman Julius Caesar
b.
Plutokrasi, apabila pemerintahan negara dipegang oleh beberapa orang
yang kaya raya, seperti negara Eropa pada abad pertengahan.
Autokrasi
Berasal dari kata auto
dan cratein, yang berarti memerintah sendirian; Negara autokrasi adalah
negara yang diperintah oleh satu orang.
Autokrasi kuno tanpa badan perwakilan. Autokrasi modern mempunyai badan
perwakilan meski ternyata badan tersebut hanya sebagai lembaga pelengkap dari
organ negara yang tidak memiliki fungsi dan hak sebagai lembaga negara yang
representatif. Pada negara modern pemerintahan autokrasi dimanifestasikan dalam
sistem satu partai. Misal Fasisme Italia di bawah Benito Mussolini, Naziisme
Jerman di bawah Adolf Hitler dan Spanyol di bawah Jendral Franco.
Demokrasi
Berasal dari kata demos
(rakyat) dan cratein (pemerintahan, menurut Abraham Lincoln demokrasi
berarti pemerintahan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Pemerintahan
demokrai dipegang oleh seluruh rakyat, yang memerintah melalui wakil-wakilnya
dan kemauannya harus dituruti.
Dalam perkembangannya
pengertian demokrasi mempunyai dua makna. Demokrasi dalam arti formal merupakan
pengakuan bahwa faktor yangmenentukan dalam negara adalah kemauan rakyat
yangmenjadi bagian terbesar dari rakyat tanpa ada batasan yang dapat diujadikan
jaminan bagi kemerdekaan individu. Demokrasi dalam arti materiil adalah hakekat
demokrasi terletak pada kemerdekaan dan kebebasan warga negara.
Menurut Hans Kelsen prinsip
umum demokrasi adalah adanya persamaan wujud antara yang memerintah dan yang
diperintah antara subyek dan obyek kekuasaan. Rakyat harus dikuasai oleh rakyat
sendiri.
Cara menerapkan demokrasi digolongkan dalam dua
bentuk, yaitu
-
demokrasi langsung, apabila rakyat berkumpul bersama untuk membuat
undang-undang yang perlu, contoh sistem referendum dan
-
demokrasi perwakilan, yaitu apabila rakyat yang telah dewasa memilih
wakil-wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat yang akan melaksanakan
mekanisme pemerintahan..
6.2.3
Teori Pemisahan Kekuasaan
Untuk menunjang perwujudan demokrasi
perlu mekanisme hubungan para pemegang kekuasaan. Salah satu teorinya adalah
teori pemisahan kekuasaan, antara lain:
a.
John Locke
John
Locke, dalam Two Treatises on Civil Government (1690) memisahkan
kekuasaan dalam negara menjadi :
(i)
kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang,
(ii)
kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang,
(iii)
kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untukmengadakan perikatan dan
aliansi beserta segala tindakan semua badan di luar negeri.
Kekuasaan
lembaga negara tersebut harus dipisahkan
satu dari lainnya.
b.
Montesquieu
Montesquieu
(1689-1755) ahli politik dan Filsafat Perancis dalam L`Esprit des Lois
(jiwa undang-undang) berpendapat bahwa dalam suatu kekuasaan pemerintahan harus
dipisahkan dalam tiga jenis, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif
dan kekuasaan yudisiil. Ketiga kekuasaan tersebut terpisah sama sekali satu
dari yang lainnya baik mengenai fungsi, kewenangan maupun alat perlengkapan
yang melaksanakan:
(i)
kekuasaan legislatif, dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat
(parlemen)
(ii)
Kekuasaan eksekutif, dilaksanakan oleh Pemerintah (Presiden atau Raja
dibantu Kabinet)
(iii)
Kekuasaan Yudisiil, dilaksanakan oleh badan peradilan.
Ajaran
tersebut oleh Immanuel Kant disebut Trias Politika (artinya Politik Tiga
Serangkai), yang isinya bahwa dalam suatu pemerintahan negara harus terdiri
dari tiga jenis kekuasaan yang masing-masing dipegang oleh satu tangan dengan
kekuasaan yang saling terpisah.
Ajaran
Trias Politika, kemudian menumbuhkan bentuk penafsiran baru dalam
pelaksanaannya, yaitu :
(i)
di Amerika Serikat, pembentuk konstitusi menafsirkan ajaran Montesquieu
sebagai pemisahan kekuasaan negara yang sempurna. Tidak ada campur tangan di
antara para pemegang kekuasaan. Penafsiran demikian menimbulkan sistem
presidensiil dalam pemerintahan;
(ii)
Di negara Eropa Barat, teori Trias Politika ditafsirkan bahwa antara
satu badan dengan badan lain terdapat hubungan timbal balik, khususnya antara
lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif. Penafsiran ini menimbulkan sistem
parlementer.
(iii)
Di Swiss, pemisahan kekuasaan Montesquieu ditafsirkan bahwa badan
eksekutif hanya merupakan badan pelaksana atau badan pekerja dari keputusan
Badan Legislatif. Sistem ini disebut sistem referendum atau sistem badan
pekerja.
c.
Maurice Duverger
Maurice
membedakan implementasi Demokrasi dalam satu negara berdasarkan cara pemilihan
penguasa, yang dapat dikelompokkan sbb.:
(i)
Negara dengan pemilihan bebas, misal Amerika Serikat, Inggris, Perancis
(ii)
Negara dengan pemilihan terpimpin, misal negara-negara Balkan
(iii)
Negara dengan pemilihan secara plebisit, misal USSR (alm)
(iv)
Negara yang tidak mengadakan pemilihan, misal Keraj. Arab Saudi
Maurice mengakui kekurangan klasifikasi
tersebut di atas, dan mengemukakan pembagian yang menurutnya lebih memuaskan,
yaitu:
(i)
Sistem pemerintahan parlementer, misal Inggris
(ii)
Sistem pemerintahan presidensiil, misal AS
(iii)
Sistem pemerintahan majelis perwakilan, pernah dianut di Perancis.
Maurice masih memberrikan alternatif
klasifikasi, yaitu berdasarkan struktur partau politik yang terdapat dalam
sebuah negara, menghasilkan klasifikasi sbb.:
(i)
Sistem partai tunggal, misal RRC ,
USSR (alm)
(ii)
Sistem partai dua (bipartai), misal AS, Inggris
(iii)
Sistem banyak partai, misal Perancis, Jerman, Italia.
Pembagian ini masih dianggap belum
memuaskan, karena tiap negara mempunyai sistem pemerintahan yang berbeda, oleh
karenanya Maurice mengajukan lagi klasifikasi dengan kriterria struktur
pemerintahannya, tetapi belum memperhitungkan kekuasaan penguasa dan cara
pembatasan kekuasaan, dengan penjenisan sbb.:
(i)
Sistem pemerintahan bebas atau liberal, membatasi kekuasaan penguasa
secara ketat sementara setiap individu diberi kebebasan secara istimewa kecuali
dibidang perekonomian, misal AS, Inggris, Swiss
(ii)
Sistem pemerintahan setengah bebas atau setengah liberal, penguasa
tidak terlalu dibatasi demikian pula jaminan terhadap kebebasan warganegaranya,
misal beberapa negara di Amerika Selatan
(iii)
Sistem pemerintahan totaliter atau kolektif, penguasamempunyai
kekkuasaan yang bersifat mutlak terhadap warganegaranya. Kekuasaan dipegang
oleh pemerintah yang didukung oleh partai negara, misal Rusia, era nazi di
Jerman, era Facis di Italia.
Beberapa klasifikasi negara tersebut
menurut Maurice masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Berdasarkan penalaran,
menurutnya, pada dasarnya pemerintahan yang benar-benar ada di dunia ini dapat
digolongkan dalam tiga golongan besar, yaitu :
(i)
Tipe Inggris,
(ii)
Tipe Amerika
(iii)
Tipe Rusia
6.2.4
Tipe Demokrasi Modern
Demokrasi dalam perkembangannya, menunjukkan perbedaan antara demokrasi
yang pertama kali muncul (dalam polis) dengan demokrasi yang berkembang di
kemudian hari, yang lazim disebut sebagai demokrasi modern. Jenis/Tipe
demokrasi modern digolongkan sbb.:
a.
Demokrasi dengan sistem Presidensiel
Demokrasi dengan
sistem presidensiel merupakan sistem demokrasi (pemerin-tahan perwakilan
rakyat) yang representatif dengan sistem pemisahan kekua-saan secara tegas.
Pembagian kekuasaan di antara alat-alat perlengkapan negara (division of
power) sekaligus juga pemisahan kekuasaan (separation of power).
Kekuasaan
eksekutif, pada dasaarnya terpisah dari badan perwakilan rakyat dan kekuasaan
yudisiil. Kekuasaan eksekutif, Presiden mengangkat menteri, para menteri yang
diangkat presiden bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden mempertanggungjawabkan
tugas pemerintahannya kepada rakyat melalui badan perwakilan rakyat, sementara
badan perwakilan rakyat tidak dapat menggulingkan presiden.
b.
Demokrasi dengan Sistem Parlementer
Dalam demokrasi
ini sistem perwakilan rakyat representatif bersamaan dengan pemisahan kekuasaan
yang diantara pemegang kekuasaan (legislatif dan eksekutif) dapat saling
mempengaruhi. Terdapat hubungan yang erat antara badan perwakilan rakyat dengan
eksekutif. Kabinet bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat baik secara
perorangan maupun kolektif. Apabila legislatif mempercayai eksekutif,
legislatif akan memberikan dukungan, sebaliknya apabila legislatif tidak lagi
mempercayai eksekutif, legislatif dapat menjatuhkan kabinet
Dalam sistem ini
eksekutif menjalankan berdasarkan ketentuan yang digariskan legislatif.
Legislatif (dewan/badan perwakilan) berbentuk majelis atau dewan (monokameral)
atau berbentuk bikameral (dua majelis/dewan) sedangkan eksekutif berupa dewan
menteri yang terbagi atas beberapa departemen.
Sistem
parlementer dianut baik oleh negara republik maupun negara kerajaan.
c.
Demokrasi dengan Sistem Referendum
Sistem
pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif dengan pengawasan langsung
oleh rakyat, disebut demokrasi dengan sistem referendum atau dengan sistem
badan pekerja.
Dalam sistem ini
perundang-undangan diawasi langsung oleh rakyat, melalui dua cara, yaitu :
(i)
referendum obligatoire
Berlaku dan
mengikatnya rancangan undang-undang tergantung pada persetujuan rakyat
terbanyak terlebih dahulu. Referendum ini dilaksanakan terhadap peraturan yang
berkait dengan konstitusi negara.
(ii)
referendum fakultatief
Peraturan
diumumkan terlebih dahulu oleh badan legislatif. Apabila dalam tenggang waktu
yang ditetapkan rakyat yang menyatakan tidak setuju mencapai jumlah minimum
yang ditentukan, maka peraturan tersebut dianggap batal dan tidak dapat
diberlakukan.
Sistem referendum
ini memungkinkan peran serta aktif rakyat dalam mekanisme pemerintahan negara.
Sistem ini
dilaksanakan Swiss, yang disalurkan denga hak inisiatif dan hak referendum. Hak
inisiatif, dalam arti rakyat berhak membuat gagasan memajukan usul baik
menyangkut konstitusi maupun perundangan lain.
6.2.5
Teori Ciclus Polybios
Polybios, ahli
sejarah berkebangsaan Yunani, (pernah dipenjarakan di Ro-mawi), seorang yang
rajin, tekun dan cakap, meski dalam penjara ia sempat dan dapat mengadakan
penelitian tentang sistem dan susunan ketatanegaraan di Roma-wi. Menurut
Polybios, bentuk negara atau pemerintahan suatu negara sesungguh-nya merupakan
akibat dari bentuk lain yang mendahuluinya, dan sekaligus meru-pakan sebab dari
bentuk negara berikutnya, demikian seterusnya, sehingga bentuk negara kemudian
akan dapat terulang lagi. Terdapat hubungan sebab akibat antara berbagai bentuk
sehingga perubahannya merupakan suatu siklus, sehingga teori-nya disebut cyclus
theory. Ajaran Polybios (zaman Alexander Zulkarnaen) banyak mengikuti ajaran
Aristoteles dengan sedikit perubahan,
yaitu mengganti ideal Politea dengan demokrasi dan bentuk pemerosotan
(Demokrasi) menjadi Aristokrasi.
Siklus Polybios :

![]() |
Demokrasi Aristokrasi



Menurut Polybios,
bentuk negara dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, masing-masing
dibedakan menjadi dua jenis, sehingga akhirnya dikenal ada enam bentuk negara
sebagai ekses dari tiga bentuk pokok tersebut.
Bentuk Monarkhi
merupakan bentuk tertua, didirikan atas kekuasaan dari rak-yat, yang merupakan
kesatuan berhubung kecenderungan alamiah. Cita-cita keadilan dan kesusilaan
menjadi dasar penghargaan masyarakat pada bentuk Monarki. Kekuasaan negara
dalam Monarki dipegang oleh satu orang
tunggal, berkuasa dan berbakat mempunyai sifat yang lebih unggul dari yang lain
(ingat teori Patriarchaad), maka ia
mendapatkan kekuasaan memerintah. Penguasa semula menjalankan pemerintahan
untuk kepentingan umum, memperhatikan kepentingan rakyat. Sifat
pemerintahan-nya baik. Kemudian, keturunan raja tidak lagi menjalankan
kepentingan umum, sedikit demi sedikit menggeser, hingga akhirnya hanya untuk
kepentingan dirinya. Untuk itu kemudian memerintah dengan sewenang-wenang,
akibatnya rakyat menjadi tertindas. Pemerintahan negara yang jelek oleh satu
orang, menyebabkan bentuk negara berubah dari bentuk monarki menjadi Tyranni.
Pemerintahan yang
tiran memicu lahirnya orang-orang yang berani dan mem-punyai sifat baik. Mereka
bersatu, tampil dan mengadakan
pemberontakan. Setelah berhasil mendapatkan kekkuasaan mereka menjalankan
kekuasaan dengan memperhatikan kepentingan umum. Pemerintahan Negara dijalankan
oleh beberapa orang yang sangat
memperhatikan kepentingan rakyat, kepentingan umum. Negara berubah dari tyranni
menjadi Aristokrasi. Pemerintahan aristokrasi, sejalan dengan pergantian para
pemegang kekuasaan negara, juga mengalami perubahan. Keturunan pemegang
pemerrintahan lama-kelamaan tidak lagi mengupayakan keadilan dan kepentingan
umum, tetapi memperhatikan kepentingan sendiri, sehingga sifat pemerintahannya
menjadi buruk. Bentuk aristokrasi berubah menjadi Oligarki.
Dalam oligarki
tidak terdapat keadilan, rakyat memberontak dan mengambil alih kekuasaan untuk
memperbaiki nasib mereka. Pemerintahan Negara kemudian dijalankan oleh rakyat
dengan tujuan melaksanakan kepentingan rakyat. Oligarki berubah menjadi
demokrasi. Dalam perkembangannya, persamaan dan kebebasan tidak lagi dihargai,
karena kemudian muncul dan berkembang pandangan bahwa kebebasan adalah hal
biasa dan ingin bebas sama sekali dari peraturan yang ada. Akibatnya timbul kekacauan,
kebobrokan, korupsi merajalela, peraturan hukum tidak lagi mempunyai kekuatan
mengikat, bahkan orang menjadi bebas untuk berbuat sesuka hati, tiap orang
ingin mengatur dan memerintah. Demokrasi telah berubah menjadi Okhlokrasi.
Atas keadaan yang
kacau balau tersebut, rakyat hidup di luar batas ketertiban dan kesusilaan,
timbul keinginan untuk memperbaiki keadaan. Kemudian muncul seorang yang kuat
dan berani, dengan jalan kekerasan berhasil mendapatkan dan menduduki
kekuasaan. Kekuasaan kembali beralih ke tangan seorang tunggal lagi, yang dalam
menjalankan pemerintahan ingin memperhatikan rakyatnya yang sudah bobrok.
Timbul kembali bentuk negara Monarki.
6.2.6
Teori Aristoteles
Pendapat Aristoteles tentang bentuk pemerintahan pada suatu negara
antara lain, bahwa kekuasaan negara harus berada pada tangan golongan warga
negara atau rakyat yang berkumpul merupakan kesatuan, dan yang semuanya telah
mempunyai kecerdasan dan kebajikan yang cukup, dimana kelebihan dan kekurangan
saling berimbang. Hal demikian merupakan keadilan yang diwujudkan dengan
terlaksananya kepentingan umum.
Pemerintahan dilaksanakan oleh seseorang
atau segolongan orang berdasar undang-undang yang bersifat umum, sehingga untuk
mempertegas dan memperjelas dibutuhkan putusan atau pengesahan dari seseorang.
Karena orang dapat dipengaruhi oleh hawa nafsunya, maka undang-undang yang
berakar pada tata susila akan lebih kuat dan lebih stabil, lebih dapat menuju
ke penghidupan yang sempurna.
Lebih lanjut Aristoteles berpendapat
bahwa tidak ada pemerintahan yang bersifat abadi, karena dalam tiap bentuk
pemerintahan dalam dirinya mengandung benih pemaksaaan semacam revolusi. Tiap
bentuk pemerintahan tidak dapat memuaskan setiap orang. Selalu ada sebagian
yang merasa diperlakukan tidak adil. Mereka inilah yang berpotensi untuk
meletuskan revolusi dan ingin menggulingkan pemerintahan untuk kemudian
menggantikannya. Inilah bukti tidak ada bentuk pemerintahan yang abadi.
Bentuk negara terbaik adalah republik
konstitusional, yaitu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan
sifat pemerintahannya memperhatikan kepentingan umum/rakyat.
6.3
Sistem Pemerintahan
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara pada umumnya
dikenal sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.
Pemerintahan dengan sistem presidensial, Kepala Negara (presiden)
berke-dudukan sebagai kepala pemerintahan. Untuk menjalankan tugas
pemerintahan-nya, presiden mengangkat menteri-menteri yang bertugas untum
membantu presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden atas pelaksanaan
tugasnya tersebut. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen (badan
perwakilan rakyat), tetapi bertanggung jawab kepada pemilihnya, yaitu rakyat
baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Dalam sistem presidensiil
Kepala Negara (Presiden) mempunyai kedudukan tertinggi di bidang pemerintahan.
Meski demikian dia tidak dapat membubarkan parlemen.
Pemerintahan dengan sistem parlementer dipimpin oleh Perdana Menteri.
Kepala Negara (Raja) berfungsi sebagai simbol negara saja, sedangkan Perdana
Menteri beserta kabinetnya yang menjalankan fungsi pemerintahan. Dalam sistem
ini terdapat hubungan yang erat antara Parlemen dengan Kabinet. Perdana Menteri
beserta para menterinya baik sebagai Kabinet maupun secara perorangan bertang-gung
jawab kepada parlemen atas pelaksanaan tugas pemerintahan. Apabila menteri
(menteri-menteri) dianggap gagal menjalankan tugas pemerintahan maka Parlemen
dapat menjatuhkan menteri bahkan kabinet tersebut. Demikian juga apabila
Kabinet (Perdana menteri beserta para menterinya) menganggap Parlemen telah
tidak dapat menjalankan tugas dengan baik maka kabinet dapat mengajukan mosi
tidak percaya, yang dapat mengakibatkan bubarnya parlemen. Apabila parlemen
bubar/jatuh maka harus diadakan pemilu lagi untuk memilih anggota parlemen yang
baru.
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar