Jumat, 04 September 2015

Negara dan Pemerintah


6.1  Bentuk Negara
Menurut Moh Kusnardi dan Bintan Saragih bentuk negara adalah batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis adalah apabila negara ditinjau secara keseluruhan tanpa melihat isi dan strukturnya, sedangkan tinjauan secara yuridis apabila negara ditinjau dari isi dan strukturnya[65].
6.1.1 Bentuk Negara Zaman Yunani Kuno
Plato mengemukakan lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa manusia, yaitu:
1.      Aristokrasi, sebagai bentuk puncak, merupakan pemerintahan oleh aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi :
2.      Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan. Timokrasi berubah menjadi:
3.      Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir, maka orang-orang miskinpun bersatulah melawan kaum hartawan dan lahirlah :
4.      Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan  (anarkhi).
5.      Tirani, adalah pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-wenang. Bentuk ini paling jauh dari cita-cita keadilan, karena seorang tiran akan menindas rakyatnya.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang masing-masing merupakan bentuk ideal dan pemerosotannya, sebagai berikut:
1.      Monarkhi, adalah pemerintahan oleh satu orang guna kepentingan seluruh rakyat. Dalam perkembangannya, orientasi pemerintahan bergeser, cenderung lebih mementingkan kepentingan sendiri, yang akhirnya pemerintahan berubah menjadi tirani/despotie/dikatator.
2.      Aristokrasi, adalah pemerintahan oleh sekelompok cendikiawan untuk kepentingan seluruh rakyat. Perkembangan lebih lanjut kemudian memun-culkan Oligarkhi atau Plutokrasi. Oligarkhi adalah pemerintahan oleh seke-lompok orang untuk kepentingan golongan/kelompoknya. Plutokrasi adalah pemerintahan oleh sekelompok orang kaya untuk kepentingan orang kaya.
3.      Politea, adalah pemerintahan seluruh rakyat untuk kepentingan seluruh rakyat. Perkembangannya adalah demokrasi, yaitu pemerintahan dari orang-orang yang tidak tahu sama sekali soal pemerintahan .
Ajaran Aristoteles menimbulkan teori kuantitas dan kualitas. Negara ideal berdasarkan kuantitas, dan pemerosotannya berdasarkan kualitas. Ajaran tersebut digambarkan dalam bentuk siklus sebagai berikut:
Siklus Bentuk Negara menurut ajaran Aristoteles:

Monarkhi
(ideal)

Demokrasi                                                                                 Tirani/Despotie
(Pemerosotan)                                                                           (Pemerosotan)
 




Politea                                                                                           Aristokrasi
(ideal)                                                                                            (ideal)


Oligarkhi/Plutokrasi
(Pemerosotan)


6.1.2 Bentuk Negara Zaman Pertengahan
Zaman pertengahan dikenal pengertian bentuk negara kerajaan atau republik, yang diajarkan oleh Machiavelli. Menurutnya, negara, apabila tidak berbentuk Republik, tentu berbentuk Kerajaan.
Menurut Jellinek beda kerajaan dan republik adalah pada kemauan negara. Pada Kerajaan/monarchi, pembentukan kemauan negara terjadi oleh seseorang dan nampak sebagai kemauan inidividual. Sedangkan pada bentuk negara republik kemauan negara ditentukan oleh banyak orang/dewan.  Pendapat demikian pada masa sekarang tidak dapat diterima, karena beberapa Kerajaan ternyata memiliki lembaga perwakilan, seperti Kerajaan Inggris. 
Menurut Duguit, Republik dan Kerajaan dapat dibedakan berdasarkan cara pengangkatan Kepala Negara. Pada Kerajaan/monarkhi, kepala negara ditunjuk berdasarkan keturunan, sedangkan apabila tidak ditunjuk/dengan pemilihan disebut Republik. Pendapat ini pun tidak dapat serta merta diterima, karena Kerajaan Malaysia Kepala Negaranya diangkat secara bergiliran tidak berdasarkan keturunan semata.
Otto Koellreuter berpendapat bahwa di samping Monarkhi dan Republik, terdapat bentuk negara otoriter (autoritarian fuhrerstaat). Menurutnya, Monarkhi dalam negara modern dikuasai oleh asas ketidaksamaan seperti dinasti, sedangkan Republik dikuasai oleh asas persamaan pemimpin. Negara otoriter didasarkan pada kekuasaan pemimpin yang dianggap sebagai dasar kemauan negara.

6.1.3 Bentuk Negara Zaman Sekarang
Para ahli mengkualifikasikan bentuk negara dengan lebih mendasarkan kenyataan yang ada. Terdapat tiga aliran, yaitu:
  1. Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan;
  2. Paham yang membahas bentuk negara terdiri dari dua golonga, yaitu demokrasi atau diktator;
  3. Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara dengan ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Add. 1 Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan;
Bentuk pemerintahan adalah sistem yang berlaku dalam mengatur alat-alat perlengkapan negara dan bagaimana hubungan antara alat perlengkapan negara. Terdapat tiga bentuk pemerintahan, yaitu :
a.       bentuk pemerintahan yang hubungan antara badan eksekutif dengan badan legislatif erat;
Dalam pemerintahan ini eksekutif dan legislatif saling tergantung satu dengan lainnya. Antara eksekutif dan legislatif terdapat tig  variasi hubungan, :
-                                                                Eksekutif lebih tinggi kekuasaannya dari legislatif,
-                                                                Eksekutif seimbang kekuasaannya dengan legislatif;
-                                                                Eksekutif lebih rendah kekuasaannya dari legislatif.
b.      Bentuk pemerintahan dengan pemisahan eksekutif, legislatif dan yudisiil;
Dalam bentuk ini antara eksekutif dengan legislatif  tidak ada saling ketergan-tungan. Masing-masing sebagai lembaga yang manadiri yang dipilih langsung oleh rakyat, oleh karenanya di antaranya tidak ada hubungan pertanggung-jawaban sehingga tidak dapat saling menjatuhkan.
c.       Bentuk pemerintahan dengan pengaruh/pengawasan langsung dari rakyat terhadap eksekutif
Dalam sistem ini legislatif tunduk pada pengawasan langsung oleh rakyat, yang dilakukan dengan dua cara, yaitu:
  1. Referendum
Referendum adalah kegiatan politik yang dilakukan rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau menolak suatu kebijaksanaan yang diberlakukan legislatif atau setuju atau menolak terhadap kebijaksanaan dimintakan persetujuan kepada rakyat. Dikenal tiga macam referendum, yaitu:
-    referendum obligator, merupakan referendum  yang wajib dilakukan berkait dengan diberlakukannya undang-undang utamanya yang menyangkut hak rakyat.
-    referendum fakultatif, terjadi apabila terdapat pengumuman oleh legislatif tentang berlakunya undang-undang, maka rakyat berhak meminta pengesahan undang-undang tersebut melalui referendum.
-    referendum consultatif, yaitu referendum untuk soal tertentu yang rakyat tidak tahu teknisnya.
ii. usul inisiatif rakyat, merupakan hak rakyat untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada Legislatif dan eksekutif.
Berdasar teori, bentuk negara yang terpenting dan banyak dianut negara di dunia adalah negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federal). Berikut adalah bentuk-bentuk negara yang dikenal pada zaman modern[66].
a.       Negara Kesatuan (unitaris)
Negara kesatuan (unitaris adalah negara yang bersusunan tunggal, hanya terdiri dari satu negara saja, tidak terdapat negara dalam negara. Unitaris merupakan bentuk negara yang tunggal, mandiri, terdiri dari satu negara, satu pemerintahan, dan satu lembaga legislatif untuk seluruh wilayah negara. Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, negara unitaris dapat terbendtu dengan sistem desentralisasi atau sistem sentralisasi.
Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, memberikan kewenangan kepa-da daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi pada daerah).
Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, apabila sesgala sesuatu dalam negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, termasuk segala sesuatu yang menyangkut pemerintahan dan kekuasaan daerah.
b.      Negara serikat (federasi)
Negara serikat/federasi/federal adalah negara yang merupakan gabungan dari negara-negara, yang masing-masing merupakan negara bagian dari federasi.
Negara bagian pada mulanya adalah negara yang merdeka, berdaulat dan mandiri, mempunyai perlengkapan, kepala negara, pemerintahan dan lembaga legislatif dan yudisiil. Apabila kemudian menggabungkan diri pada negara serikat, maka akan menjadi bagian dari negara federasi (negara bagian) dengan akibat harus melepaskan sebagian kekuasaan/kewenangannya secara limitatif kepada negara serikat. Kekuasaan yang diserahkan negara bagian kepada negara serikat, lazimnya dapat dibagi dalam lima hal.
  1. hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subyek hukum internasional, misalnya masalah kewilayahan, kewarganegaraan, migrasi, hubungan diplomatik,
ii. hal yang mutlak mengenai keselamatan negara, misal pertahanan keamanan, persetujuan perang dan damai,
iii.    hal mengenai konstitusi, organisasi pemerintahan federasi, asas pokok hu-kum dan organisasi peradilan jika dipandang perlu oleh pemerintah pusat,
iv.    mengenai mata uang dan keuangan untuk pembiayaan pemerintah federasi, termasuk pajak, bea cukai, monopoli negara, dsb.
v.      Mengenai kepentingan bersama antara negara bagian, seperti pos dan telekomunikasi, statistik, industri, perdagangan, penelitian iptek, dsb.
Berdasar latar belakang bergabungnya negara, negara federal dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu negara serikat dan serikat negara. Kupasan tentang perbedaan keduanya antara lain sebagai berikut:
Jellinek, berpendapat bahwa perbedaan antara serikat negara dengan negara serikat terletak pada kedaulatannya. Pada negara serikat, kedaulatan berada pada negara federal (negara gabungan0, sedangkan pada serikat negara kedaulatan tetap berada pada negara-negara bagian.
Kranenburg berpendapat bahwa kriteria yang membedakan negara serikat dan serikat negara adalah pada dapat atau tidaknya pemerintah membuat peraturan yang langsung mengikat warga negara dari negara bagian. Apabila peraturan pemerintah gabungan/federal dapat langsung berlaku dan mengikat terhadap negara bagian, maka negara tersebut adalah negara serikat, sebaliknya apabila peraturan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintahan federal tidak dapat secara langsung berlaku dan mengikat kepada warga negara dari negara bagian, maka negara tersebut disebut serikat negara.
Kranenburg juga mengajukan pembedaan antara negara serikat dengan negara kesatuan, yaitu sebagai berikut:
-          pada negara serikat, negara bagian memiliki kekuasaan untuk membuat konstitusi, dapat mengatur sendiri bentuk organisasinya, sedangkan dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi daerah-daerah ditetapkan oleh legislatif (pusat);
-          pada negara serikat kekuasaan legislatif (pusat) untuk membuat peraturan ditentukan limitatif, sedangkan dalam negara kesatuan desentralistis kekuasaan  legislatif ditentukan secara umum, kekuasaan pembuat peraturan/legislatif yang lebih rendah ditentukan oleh legislatif pusat.
c.       Negara Dominion
Negara dominion adalah negara yang sebelumnya merupakan jajahan Inggris, kemudian merdeka dan berdaulat, akan tetapi tetap mengakui Raja Inggris sebagai rajanya dan sekaligus sebnagai lambang persatuan dan kesatuan. Negara dominion tersebut tergabungdalam ikatan Negara-negara Persemakmuran (The British Commonwealth of Nations).
The British Commonwealth of Nations merupakan persekutuan kerajaan Inggris dengan daerah bekas jajahannya yang telah dilimpahkan wewenang penuh untuk mengatur rumah tangganya sendiri sebagai negara merdeka, berhak mengatur politik dalam dan luar negeri dan menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan kedaulatannya. 
d.      Negara Protektorat
Negara Protektorat adalah negara yang berada di bawah lindungan negara lain. Negara protektorat lazimnya menyerahkan masalah luar negeri dan pertahanan keamanan kepada negara yang memberikan perlindungan.
Terdapat dua macam negara protektorat, yaitu protektorat kolonial dan protektorat internasional. Negara disebut protektorat kolonial apabila masalah keamanan dan hubungan luar negeri serta sebagian besar urusan dalam negeri yang penting diserahkan kepada negara pelindung. Sedangkan protektorat internasional adalah apabila negara yang berada di bawah perlindungan dapat bertindak sebagai subyek hukum internasional. Contoh negara protektorat yang pernah ada:
-          Zanzibar, protektorat Inggris (1890)
-          Mesir, protektorat Turki (1917)
-          Albania, protektorat dari India (1936)
e.       Negara Uni
Negara uni adalah gabungan dua negara atau lebih yang masing-masingmerdeka dan berdaulat dengan satu kepala negara yang sama. Pada hakekatnya uni bukan merupakan bentuk negara, tetapi bentuk gabungan negara atau badan kerjasama antar negara. uni sengaja dibentuk untuk menciptakan persatuan di antara dua negara atau lebih.
Terdapat dua jenis uni, yaitu : Uni riil (nyata) dan Uni Personal (pribadi). Uni riil terjadi apabila negara-negara mempunyai kelengkapan negara bersama, yang telah ditentukan terlebih dahulu. Uni riil dibentuk dengan sengaja untuk mewujudkan persatuan yang nyata antara beberapa negara. Misal Austria-Hongaria (1918), Uni Afrika Selatan.
Uni personal terjadi apabila kepala negaranya saja yang sama. Uni personal tercipta seakan tidak dengan sengaja, seorang raja secara kebetulan pada saat yang sama sekaligus mengepalai lebih dari satu negara. Misal Belanda-Lexumburg (1890), Swedia-Norwegia (1814-1905).
Dalam perkembangannya, berdasar erat longgarnya ikatan persetujuan yang diterapkan, uni menunjukkan sifat-sifatnya sebagai negara yang fusi, federasi atau konfederasi.
Uni Fusi, apabila dibentuk untuk mewujudkan persatuan yang bulat sebagai suatu negara kesatuan. Uni ini merupakan penggabungan dan peleburan secara total menjadi satu negara, sehingga disebut uni fusi. Misal uni Afsel.
Uni federasi, apabila dibentuk untuk menyusun persatuan yang lebih rapi antara beberapa negara atau satuan daerah tanpa menghilangkan keutuhan serta sifat asli satuan negara tersebut, dengan mewujudkan negara serikat/federasi, sehingga kemudian disebut uni federasi. Misalnya Uni Soviet Sosialis Rusia.
Uni konfederasi, dibentuk untukmenciptakan persekutuan yang lebih longgar, dibentuk mirip konfederasi (serikat negara/gabungan negara-negara).
6.2  Bentuk Pemerintah
Menurut Ramdlon Naning[67], terdapat beberapa teori yang mengkaji bentuk-bentuk pemerintahan negara.
6.2.1        Teori Tua/Kuno
Penganut teori tua/kuno (Plato, Aristoteles, Thomas Aquino dan Polybios) berpendapat bentuk pemerintahan suatu negara dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan besar, yaitu Monarchi, Aristokrasi dan Demokrasi. Dasar pembedaannya adalah:
  1. jumlah orang yang memerintah, apakah dipegang oleh seorang, beberapa atau seluruh rakyat;
  2. sifat dari pemerintahan, apakah untuk kepentingan umum yang dinilai baik atau hanya diarahkan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok saja.
6.2.2        Teori Modern
Teori modern membedakan bentuk pemerintahan suatu negara dalam monarchi dan Republik. Penganutnya antara lain Machiavelli, Jellinek dan Leon Duguit.
Machiavelli berpendapat, semua negara dan semua kekuasaan yang melakukan pemerintahan negara atas manusia adalah republik atau kerajaan. Tanpa menjelaskan perbedaan antara keduanya, machiavelli menerangkan bahwa kerajaan adalah negara yang dipimpin oleh kepala negara berdasarkan hak waris yang turun temurun. Ia juga menjelaskan bagaimana seharusnya seorang kepala negara memimpin kerajaannya.
Jellinek mengupas perbedaan antara monarchi dengan republik, berdasar cara pembentukan kehendak negara.
Di dalam negara monarchi kehendak negara terwujud dalam kemauan raja selaku pemegang kekuasaan tertinggi.
Dalam negara republik kehendak negara merupakan manifestasi suatu peristiwa hukum.   Dalam negara republik terdapat aparat yang mewakili rakyat sebgai pemegang kekuasaan dan kedaulatan. Aparat ini terkonstruksi dalam suatu badan yang memiliki integritas dan kepribadian tersendiri berdasar hukum dan terpisah dari kehidupan kepentingan orang pribadi dalam strukturnya. Keputusan badan lahir berdasarkan prosedur hukum sesuai konstitusi. Inilah yang dimaksud kehendak negara.
Kriteria Jellinek tidak dapat diterapkan pada setiap negara. Inggris, pemerintahannya berbentuk kerajaan, akan tetapi pengambilan keputusan untuk menentukan kehendak umum merupakan hasil konsensus parlemen.
Leon Duguit membedakan bentuk pemerintahan negara berdasarkan cara penunjukkan/pengangkatan kepala negara. Apabila kepala negara diangkat/ditun-juk atau berdasar stelsel pewarisan, negara tersebut adalah monarchi, sedangkan negara adalah republik apabila kepala negara diangkat berdasarkan hasil pemilihan, kudeta dan lain sebagainya.
Kranenburg berpendapat bahwa terdapat ketidakpastian dalam penggunaan istilah monarchi atau republik apakah sebagai bentuk negara ataukah sebagai bentuk pemerintah. Sependapat pada pendapat Leon Duguit dan Otto  Koelreutter bahwa terdapat jenis pemerintahan negara pemimpin otoriter. Menurutnya sifat hakekat negara tergantung pada bagaimana sifat hubungan fungsi-fungsi negara dengan organ-organnya dan sifat hubungan masing-masing organ tersebut. Fungsi negara apakah dipusatkan pada satu organ, ataukah dibagikan pada beberapa organ yang saling berhubungan ataukah berdasarkan pertimbangan sejarah dan penjenisan negara modern yang timbul sebagai hasil perkembangan politik.
Monarchi
Monarchie (kerajaan) adalah negara yang dikepalai oleh seorang Raja/Ratu, yang bersifat turun temurun dan menjabat tanpa batas waktu (seumur hidup). Monarchie berasal dari kata monos yang berarti satu satunya dan archie yang berasal dari kata archien yang berarti berkuasa. Monarche berarta kekuasaan yang berada pada seseorang saja.
Dikenal beberapa sistem monarchi, yaitu:
a.      Monarchie absolut (monarcho monokrasi)
Kekuasaan dan wewenang Raja bersifat mutlak tak terbatas. Perintah Raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan tanpa reserve. Kehendak raja dianggap kehendak rakyat. Negara adalah saya, demikian kata Louis XIV dari Perancis.
b.      Monarchie konstitusional (monarcho Oligarchie)
Monarchie ini dibatasi konstitusi/undang-undang dasar. Raja tidak dapat ber-buat sewenang-wenang, ia tidak dapat bertindak selain atas dasar konstitusi.
c.       Monarchie Parlementer (Monarcho Demokrasi)
Dalam monarchie terdapat dewan perwakilan rakyat/parlemen. Menteri secara perorangan atau bersama bertanggung jawab kepada parlemen. Raja berkedu-dukan sebagai lambang keutuhan dan kesatuan negara yang tidak dapat di-ganggu guat dan tidak harus bertanggung jawab (The King can do not wrong).
Oligarchie
Oligachie berasal dari kata oligoi yang berarti sedikit orang dan archie yang berarti berkuasa. Kekuasaan ada pada sedikit orang. Oligarchie berarti kekuasaan negara untuk memerintah di tangan sejumlah orang saja. Oligarchie terdiri dari dua jenis, yaitu:
a.       Aristokrasi, yaitu apabila pemerintahan negara dipegang oleh beberapa orang kaum bangsawan. Misal Romawi pada zaman Julius Caesar
b.      Plutokrasi, apabila pemerintahan negara dipegang oleh beberapa orang yang kaya raya, seperti negara Eropa pada abad pertengahan.
Autokrasi
Berasal dari kata auto dan cratein, yang berarti memerintah sendirian; Negara autokrasi adalah negara yang diperintah oleh satu orang.  Autokrasi kuno tanpa badan perwakilan. Autokrasi modern mempunyai badan perwakilan meski ternyata badan tersebut hanya sebagai lembaga pelengkap dari organ negara yang tidak memiliki fungsi dan hak sebagai lembaga negara yang representatif. Pada negara modern pemerintahan autokrasi dimanifestasikan dalam sistem satu partai. Misal Fasisme Italia di bawah Benito Mussolini, Naziisme Jerman di bawah Adolf Hitler dan Spanyol di bawah Jendral Franco.
Demokrasi
Berasal dari kata demos (rakyat) dan cratein (pemerintahan, menurut Abraham Lincoln demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat dari rakyat dan untuk rakyat. Pemerintahan demokrai dipegang oleh seluruh rakyat, yang memerintah melalui wakil-wakilnya dan kemauannya harus dituruti.
Dalam perkembangannya pengertian demokrasi mempunyai dua makna. Demokrasi dalam arti formal merupakan pengakuan bahwa faktor yangmenentukan dalam negara adalah kemauan rakyat yangmenjadi bagian terbesar dari rakyat tanpa ada batasan yang dapat diujadikan jaminan bagi kemerdekaan individu. Demokrasi dalam arti materiil adalah hakekat demokrasi terletak pada kemerdekaan dan kebebasan warga negara.
Menurut Hans Kelsen prinsip umum demokrasi adalah adanya persamaan wujud antara yang memerintah dan yang diperintah antara subyek dan obyek kekuasaan. Rakyat harus dikuasai oleh rakyat sendiri.
Cara  menerapkan demokrasi digolongkan dalam dua bentuk, yaitu
-          demokrasi langsung, apabila rakyat berkumpul bersama untuk membuat undang-undang yang perlu, contoh sistem referendum dan
-          demokrasi perwakilan, yaitu apabila rakyat yang telah dewasa memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat yang akan melaksanakan mekanisme pemerintahan..

6.2.3        Teori Pemisahan Kekuasaan
Untuk menunjang perwujudan demokrasi perlu mekanisme hubungan para pemegang kekuasaan. Salah satu teorinya adalah teori pemisahan kekuasaan,  antara lain:
a.       John Locke
John Locke, dalam Two Treatises on Civil Government (1690) memisahkan kekuasaan dalam negara menjadi :
(i)           kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang,
(ii)   kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang,
(iii)       kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untukmengadakan perikatan dan aliansi beserta segala tindakan semua badan di luar negeri.
Kekuasaan lembaga negara  tersebut harus dipisahkan satu dari lainnya.

b.      Montesquieu
Montesquieu (1689-1755) ahli politik dan Filsafat Perancis dalam L`Esprit des Lois (jiwa undang-undang) berpendapat bahwa dalam suatu kekuasaan pemerintahan harus dipisahkan dalam tiga jenis, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisiil. Ketiga kekuasaan tersebut terpisah sama sekali satu dari yang lainnya baik mengenai fungsi, kewenangan maupun alat perlengkapan yang melaksanakan:
(i)           kekuasaan legislatif, dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen)
(ii)         Kekuasaan eksekutif, dilaksanakan oleh Pemerintah (Presiden atau Raja dibantu Kabinet)
(iii)       Kekuasaan Yudisiil, dilaksanakan oleh badan peradilan.
Ajaran tersebut oleh Immanuel Kant disebut Trias Politika (artinya Politik Tiga Serangkai), yang isinya bahwa dalam suatu pemerintahan negara harus terdiri dari tiga jenis kekuasaan yang masing-masing dipegang oleh satu tangan dengan kekuasaan yang saling terpisah.
Ajaran Trias Politika, kemudian menumbuhkan bentuk penafsiran baru dalam pelaksanaannya, yaitu :
(i)     di Amerika Serikat, pembentuk konstitusi menafsirkan ajaran Montesquieu sebagai pemisahan kekuasaan negara yang sempurna. Tidak ada campur tangan di antara para pemegang kekuasaan. Penafsiran demikian menimbulkan sistem presidensiil dalam pemerintahan;
(ii)   Di negara Eropa Barat, teori Trias Politika ditafsirkan bahwa antara satu badan dengan badan lain terdapat hubungan timbal balik, khususnya antara lembaga legislatif dengan lembaga eksekutif. Penafsiran ini menimbulkan sistem parlementer.
(iii) Di Swiss, pemisahan kekuasaan Montesquieu ditafsirkan bahwa badan eksekutif hanya merupakan badan pelaksana atau badan pekerja dari keputusan Badan Legislatif. Sistem ini disebut sistem referendum atau sistem badan pekerja.

c.       Maurice Duverger
Maurice membedakan implementasi Demokrasi dalam satu negara berdasarkan cara pemilihan penguasa, yang dapat dikelompokkan sbb.:
(i)                                         Negara dengan pemilihan bebas, misal Amerika Serikat, Inggris, Perancis
(ii)                                       Negara dengan pemilihan terpimpin, misal negara-negara Balkan
(iii)                                     Negara dengan pemilihan secara plebisit, misal USSR (alm)
(iv)                                     Negara yang tidak mengadakan pemilihan, misal Keraj. Arab Saudi
Maurice mengakui kekurangan klasifikasi tersebut di atas, dan mengemukakan pembagian yang menurutnya lebih memuaskan, yaitu:
(i)     Sistem pemerintahan parlementer, misal Inggris
(ii)   Sistem pemerintahan presidensiil, misal AS
(iii) Sistem pemerintahan majelis perwakilan, pernah dianut di Perancis.
Maurice masih memberrikan alternatif klasifikasi, yaitu berdasarkan struktur partau politik yang terdapat dalam sebuah negara, menghasilkan klasifikasi sbb.:
(i)     Sistem partai tunggal, misal RRC, USSR (alm)
(ii)   Sistem partai dua (bipartai), misal AS, Inggris
(iii) Sistem banyak partai, misal Perancis, Jerman, Italia.
Pembagian ini masih dianggap belum memuaskan, karena tiap negara mempunyai sistem pemerintahan yang berbeda, oleh karenanya Maurice mengajukan lagi klasifikasi dengan kriterria struktur pemerintahannya, tetapi belum memperhitungkan kekuasaan penguasa dan cara pembatasan kekuasaan, dengan penjenisan sbb.:
(i)           Sistem pemerintahan bebas atau liberal, membatasi kekuasaan penguasa secara ketat sementara setiap individu diberi kebebasan secara istimewa kecuali dibidang perekonomian, misal AS, Inggris, Swiss
(ii)         Sistem pemerintahan setengah bebas atau setengah liberal, penguasa tidak terlalu dibatasi demikian pula jaminan terhadap kebebasan warganegaranya, misal beberapa negara di Amerika Selatan
(iii)       Sistem pemerintahan totaliter atau kolektif, penguasamempunyai kekkuasaan yang bersifat mutlak terhadap warganegaranya. Kekuasaan dipegang oleh pemerintah yang didukung oleh partai negara, misal Rusia, era nazi di Jerman, era Facis di Italia.
Beberapa klasifikasi negara tersebut menurut Maurice masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Berdasarkan penalaran, menurutnya, pada dasarnya pemerintahan yang benar-benar ada di dunia ini dapat digolongkan dalam tiga golongan besar, yaitu :
(i)           Tipe Inggris,
(ii)         Tipe Amerika
(iii)       Tipe Rusia

6.2.4        Tipe Demokrasi Modern
Demokrasi dalam perkembangannya, menunjukkan perbedaan antara demokrasi yang pertama kali muncul (dalam polis) dengan demokrasi yang berkembang di kemudian hari, yang lazim disebut sebagai demokrasi modern. Jenis/Tipe demokrasi modern digolongkan sbb.:
a.             Demokrasi dengan sistem Presidensiel
Demokrasi dengan sistem presidensiel merupakan sistem demokrasi (pemerin-tahan perwakilan rakyat) yang representatif dengan sistem pemisahan kekua-saan secara tegas. Pembagian kekuasaan di antara alat-alat perlengkapan negara (division of power) sekaligus juga pemisahan kekuasaan (separation of power).
Kekuasaan eksekutif, pada dasaarnya terpisah dari badan perwakilan rakyat dan kekuasaan yudisiil. Kekuasaan eksekutif, Presiden mengangkat menteri, para menteri yang diangkat presiden bertanggung jawab kepada Presiden. Presiden mempertanggungjawabkan tugas pemerintahannya kepada rakyat melalui badan perwakilan rakyat, sementara badan perwakilan rakyat tidak dapat menggulingkan presiden.
b.            Demokrasi dengan Sistem Parlementer
Dalam demokrasi ini sistem perwakilan rakyat representatif bersamaan dengan pemisahan kekuasaan yang diantara pemegang kekuasaan (legislatif dan eksekutif) dapat saling mempengaruhi. Terdapat hubungan yang erat antara badan perwakilan rakyat dengan eksekutif. Kabinet bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat baik secara perorangan maupun kolektif. Apabila legislatif mempercayai eksekutif, legislatif akan memberikan dukungan, sebaliknya apabila legislatif tidak lagi mempercayai eksekutif, legislatif dapat menjatuhkan kabinet
Dalam sistem ini eksekutif menjalankan berdasarkan ketentuan yang digariskan legislatif. Legislatif (dewan/badan perwakilan) berbentuk majelis atau dewan (monokameral) atau berbentuk bikameral (dua majelis/dewan) sedangkan eksekutif berupa dewan menteri yang terbagi atas beberapa departemen.
Sistem parlementer dianut baik oleh negara republik maupun negara kerajaan.
c.             Demokrasi dengan Sistem Referendum
Sistem pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif dengan pengawasan langsung oleh rakyat, disebut demokrasi dengan sistem referendum atau dengan sistem badan pekerja.
Dalam sistem ini perundang-undangan diawasi langsung oleh rakyat, melalui dua cara, yaitu :
(i)                 referendum obligatoire
Berlaku dan mengikatnya rancangan undang-undang tergantung pada persetujuan rakyat terbanyak terlebih dahulu. Referendum ini dilaksanakan terhadap peraturan yang berkait dengan konstitusi negara.
(ii)               referendum fakultatief
Peraturan diumumkan terlebih dahulu oleh badan legislatif. Apabila dalam tenggang waktu yang ditetapkan rakyat yang menyatakan tidak setuju mencapai jumlah minimum yang ditentukan, maka peraturan tersebut dianggap batal dan tidak dapat diberlakukan.
Sistem referendum ini memungkinkan peran serta aktif rakyat dalam mekanisme pemerintahan negara.
Sistem ini dilaksanakan Swiss, yang disalurkan denga hak inisiatif dan hak referendum. Hak inisiatif, dalam arti rakyat berhak membuat gagasan memajukan usul baik menyangkut konstitusi maupun perundangan lain.

6.2.5        Teori Ciclus Polybios
Polybios, ahli sejarah berkebangsaan Yunani, (pernah dipenjarakan di Ro-mawi), seorang yang rajin, tekun dan cakap, meski dalam penjara ia sempat dan dapat mengadakan penelitian tentang sistem dan susunan ketatanegaraan di Roma-wi. Menurut Polybios, bentuk negara atau pemerintahan suatu negara sesungguh-nya merupakan akibat dari bentuk lain yang mendahuluinya, dan sekaligus meru-pakan sebab dari bentuk negara berikutnya, demikian seterusnya, sehingga bentuk negara kemudian akan dapat terulang lagi. Terdapat hubungan sebab akibat antara berbagai bentuk sehingga perubahannya merupakan suatu siklus, sehingga teori-nya disebut cyclus theory. Ajaran Polybios (zaman Alexander Zulkarnaen) banyak mengikuti ajaran Aristoteles   dengan sedikit perubahan, yaitu mengganti ideal Politea dengan demokrasi dan bentuk pemerosotan (Demokrasi) menjadi Aristokrasi.

Siklus Polybios :                           
                                                    Monarkhi
 



                Demokrasi                                                                            Aristokrasi
               


                                Oligarkhi                                                Tirani

Menurut Polybios, bentuk negara dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, masing-masing dibedakan menjadi dua jenis, sehingga akhirnya dikenal ada enam bentuk negara sebagai ekses dari tiga bentuk pokok tersebut.
Bentuk Monarkhi merupakan bentuk tertua, didirikan atas kekuasaan dari rak-yat, yang merupakan kesatuan berhubung kecenderungan alamiah. Cita-cita keadilan dan kesusilaan menjadi dasar penghargaan masyarakat pada bentuk Monarki. Kekuasaan negara dalam Monarki  dipegang oleh satu orang tunggal, berkuasa dan berbakat mempunyai sifat yang lebih unggul dari yang lain (ingat teori Patriarchaad), maka ia mendapatkan kekuasaan memerintah. Penguasa semula menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, memperhatikan kepentingan rakyat. Sifat pemerintahan-nya baik. Kemudian, keturunan raja tidak lagi menjalankan kepentingan umum, sedikit demi sedikit menggeser, hingga akhirnya hanya untuk kepentingan dirinya. Untuk itu kemudian memerintah dengan sewenang-wenang, akibatnya rakyat menjadi tertindas. Pemerintahan negara yang jelek oleh satu orang, menyebabkan bentuk negara berubah dari bentuk monarki menjadi Tyranni.
Pemerintahan yang tiran memicu lahirnya orang-orang yang berani dan mem-punyai sifat baik. Mereka bersatu, tampil  dan mengadakan pemberontakan. Setelah berhasil mendapatkan kekkuasaan mereka menjalankan kekuasaan dengan memperhatikan kepentingan umum. Pemerintahan Negara dijalankan oleh beberapa orang   yang sangat memperhatikan kepentingan rakyat, kepentingan umum. Negara berubah dari tyranni menjadi Aristokrasi. Pemerintahan aristokrasi, sejalan dengan pergantian para pemegang kekuasaan negara, juga mengalami perubahan. Keturunan pemegang pemerrintahan lama-kelamaan tidak lagi mengupayakan keadilan dan kepentingan umum, tetapi memperhatikan kepentingan sendiri, sehingga sifat pemerintahannya menjadi buruk. Bentuk aristokrasi berubah menjadi Oligarki.
Dalam oligarki tidak terdapat keadilan, rakyat memberontak dan mengambil alih kekuasaan untuk memperbaiki nasib mereka. Pemerintahan Negara kemudian dijalankan oleh rakyat dengan tujuan melaksanakan kepentingan rakyat. Oligarki berubah menjadi demokrasi. Dalam perkembangannya, persamaan dan kebebasan tidak lagi dihargai, karena kemudian muncul dan berkembang pandangan bahwa kebebasan adalah hal biasa dan ingin bebas sama sekali dari peraturan yang ada. Akibatnya timbul kekacauan, kebobrokan, korupsi merajalela, peraturan hukum tidak lagi mempunyai kekuatan mengikat, bahkan orang menjadi bebas untuk berbuat sesuka hati, tiap orang ingin mengatur dan memerintah. Demokrasi telah berubah menjadi Okhlokrasi.
Atas keadaan yang kacau balau tersebut, rakyat hidup di luar batas ketertiban dan kesusilaan, timbul keinginan untuk memperbaiki keadaan. Kemudian muncul seorang yang kuat dan berani, dengan jalan kekerasan berhasil mendapatkan dan menduduki kekuasaan. Kekuasaan kembali beralih ke tangan seorang tunggal lagi, yang dalam menjalankan pemerintahan ingin memperhatikan rakyatnya yang sudah bobrok. Timbul kembali bentuk negara Monarki.
6.2.6        Teori Aristoteles
Pendapat Aristoteles tentang bentuk pemerintahan pada suatu negara antara lain, bahwa kekuasaan negara harus berada pada tangan golongan warga negara atau rakyat yang berkumpul merupakan kesatuan, dan yang semuanya telah mempunyai kecerdasan dan kebajikan yang cukup, dimana kelebihan dan kekurangan saling berimbang. Hal demikian merupakan keadilan yang diwujudkan dengan terlaksananya kepentingan umum.
Pemerintahan dilaksanakan oleh seseorang atau segolongan orang berdasar undang-undang yang bersifat umum, sehingga untuk mempertegas dan memperjelas dibutuhkan putusan atau pengesahan dari seseorang. Karena orang dapat dipengaruhi oleh hawa nafsunya, maka undang-undang yang berakar pada tata susila akan lebih kuat dan lebih stabil, lebih dapat menuju ke penghidupan yang sempurna.
Lebih lanjut Aristoteles berpendapat bahwa tidak ada pemerintahan yang bersifat abadi, karena dalam tiap bentuk pemerintahan dalam dirinya mengandung benih pemaksaaan semacam revolusi. Tiap bentuk pemerintahan tidak dapat memuaskan setiap orang. Selalu ada sebagian yang merasa diperlakukan tidak adil. Mereka inilah yang berpotensi untuk meletuskan revolusi dan ingin menggulingkan pemerintahan untuk kemudian menggantikannya. Inilah bukti tidak ada bentuk pemerintahan yang abadi.
Bentuk negara terbaik adalah republik konstitusional, yaitu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya memperhatikan kepentingan umum/rakyat.


6.3              Sistem Pemerintahan
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara pada umumnya dikenal sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer.
Pemerintahan dengan sistem presidensial, Kepala Negara (presiden) berke-dudukan sebagai kepala pemerintahan. Untuk menjalankan tugas pemerintahan-nya, presiden mengangkat menteri-menteri yang bertugas untum membantu presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden atas pelaksanaan tugasnya tersebut. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen (badan perwakilan rakyat), tetapi bertanggung jawab kepada pemilihnya, yaitu rakyat baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Dalam sistem presidensiil Kepala Negara (Presiden) mempunyai kedudukan tertinggi di bidang pemerintahan. Meski demikian dia tidak dapat membubarkan parlemen.
Pemerintahan dengan sistem parlementer dipimpin oleh Perdana Menteri. Kepala Negara (Raja) berfungsi sebagai simbol negara saja, sedangkan Perdana Menteri beserta kabinetnya yang menjalankan fungsi pemerintahan. Dalam sistem ini terdapat hubungan yang erat antara Parlemen dengan Kabinet. Perdana Menteri beserta para menterinya baik sebagai Kabinet maupun secara perorangan bertang-gung jawab kepada parlemen atas pelaksanaan tugas pemerintahan. Apabila menteri (menteri-menteri) dianggap gagal menjalankan tugas pemerintahan maka Parlemen dapat menjatuhkan menteri bahkan kabinet tersebut. Demikian juga apabila Kabinet (Perdana menteri beserta para menterinya) menganggap Parlemen telah tidak dapat menjalankan tugas dengan baik maka kabinet dapat mengajukan mosi tidak percaya, yang dapat mengakibatkan bubarnya parlemen. Apabila parlemen bubar/jatuh maka harus diadakan pemilu lagi untuk memilih anggota parlemen yang baru.

 



[65] Periksa Moh Kusnardi dan Bintan Saragih, op. cit., h.159-206; Soehino, op.cit., h.14-145.
[66] Periksa Ramdlon Naning., op.cit., h.38-45
[67]  0p.Cit., h. 46-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar