Jumat, 04 September 2015

Teori Kekuasaan dan ajaran kedaulatan

Mengkaji tentang negara berarti mengkaji tentang kekuasaan. Negara tidak akan dapat ada tanpa kekuasaan. Kekuasaan dalam negara dipegang oleh sebagian kecil rakyatnya dengan berpuncak pada kepala negaranya sebagai symbol dan pemegang kedaulatan pemerintahan dan negara, meskipun secara intern Kepala Negara juga harus tunduk pada norma-norma ketatanegaraan yang ada.
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara. Sifat kedaulatan adalah: tunggal, asli, abadi dan tidak terbagi. Para pemegang kedaulatan, umumnya adalah penguasa yang sah. Kekuasaan adalah kemampuan seeorang maupun golongan untuk dapat merubah sikap dan kebiasaan pihak lain.
Terhadap kekuasaan dan kedaulatan negara banyak terdapat teori yang berusaha untuk menjelaskannya yaitu teori-teori yang memberi dasar hukum bagi kekuasaan negara dan teori-teori kedaulatan.
3.1 Konsep dan Teori Kekuasaan
Teori teori yang memberi dasar hukum bagi kekuasaan negara hendak membenarkan adanya kekuasaan negara. Untuk itu dicari ajaran mengenai arti negara, kemudian dikaitkan dengan tujuannya. Teori demikian dibagi atas tiga golongan besar[54], yaitu:
a.       Teori teokrasi, langsung dan tidak langsung,
b.      Teori kekuasaan (machtstheorie), fisik dan ekonomis,
c.       Teori Yuridis (Yuridische theorie), patriarchal, patrimonial dan perjanjian.
a.      Teori Teokrasi Langsung
Menurut ajaran teokrasi langsung, negara di dunia ada karena kehendak Tuhan  dan diperintah oleh Tuhan. Langsung artinya yang berkuasa di dalam negara adalah langsung Tuhan. Contoh: Jepang mengakui rajanya sebagai anak Tuhan, Penguasa di Tibet, Pance Lama dan Dalai Lama, menamakan dirinya sebagai Tuhan yang memperebutkan mahkota kerajaan Tibet.
b.      Teori Teokrasi Tidak Langsung
Menurut Teori ini Raja memerintah negara atas kehendak/atas nama Tuhan. Teori ini membenarkan negara dan kekuasaannya atas dasar pemberian Tuhan.
Sejarah Belanda dapat dijadikan sebagai contoh. Partai konvensional (agama) di Negeri Belanda berpendapat bahwa raja Belanda dan rakyatnya diletakkan dalam suatu tugas suci (mission sacre) sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan daerah Hindia Belanda (jajahannya). Untuk ini diterapkan Ethisce Politic yang menimbulkan teori perwalian yang menganggap bahwa pemerintah Belanda merupakan wali dari Indonesia. Berdasarkan ajaran ini Belanda dapat menjajah Indonesia.
c. Teori Kekuasaan Jasmaniah (Fisik)
Teori ini diambil dari ajaran Hobbes dan Machiavelli..
Hobbes dalam bukunya Leviathan (Singa, binatang terkuat di hutan) mengemukakan pepatah Homo homini lupus (Manusia sebagai serigala terhadap manusia yang lain) dan Bellum Omnium Contra Omnes (perang semua melawan semua).
Ajaran Hobbes membedakan dua macam status manusia, yaitu status naturalis dan status civilis. Status Naturalis adalah kedudukan manusia ketika belum ada negara, sedangkan status civilis adalah kedudukan manusia setelah ada negara sebagai warga negara.
Dalam status naturalis masyarakat kacau karena tidak ada badan atau organisasi yang menjaga/menjamin tata tertib. Perselisihan mudah timbul karena sifat manusia dalam keadaan tidak tertib, merupakan serigala bagi yang lain (homo homini lupus), kalau keadaan tersebut dibiarkan terus-menerus akan timbul perang semesta (bellum omnium contra omnes). Dalam keadaan semacam ini yang berlaku adalah hukum rimba (vuistrecht : hukum kepalan), dalam arti siapa yang kuat dia yang menang dan berkuasa, karena setiap orang hidup menurut hukumnya sendiri-sendiri. Syarat penting menjadi raja adalah kuat secara fisik melebihi orang lain agar dapat mengatasi kekacauan yang timbul dalam masyarakat.
Machiavelli dalam Il Principle mengajarkan kepada Raja bagaimana untuk memerintah sebaik-baiknya. Menurut Machiavelli, Raja harus kuat dan tahu cara mengatasi segala kekacauan yang dihadapi negara, ia dapat menggunakan segala alat yang menguntungkan baginya. Untuk mencapai tujuan raja harus menyelenggarakan pemerintahan. Jika perlu alat yang diperlukan boleh melanggar perikemanusiaan.
d.          Teori Kekuasaan Ekonomi
Menurut Karl Marx, negara merupakan alat kekuasaan bagi segolongan manusia di dalam masyarakat untuk menindas golongan lainnya guna mencapai tujuannya. Ajarannya berlaku di negara kapitalis maupun proletariat yang pemerintahannya lazim disebut dictator proletariat. Dasar ajaran Marx adalah pertentangan antara dua kelas, yaitu kaum yang ekonominya kuat dan kaum ekonomi lemah. Pertentangan tersebut ditujukan untuk merebut kekuasaan negara, sebab negara adalah alat kekuasaan.
Marx bersandar pada historische materialisme, yaitu bahwa sejarah kehi-dupan manusia ditentukan oleh kebendaan. Terdapat dua bangunan masyarakat, yaitu:
1.      bangunan bawah yang didasarkan atas kebendaan,
2.      bangunan atas yang didasarkan atas kemanusiaan.
Bangunan bawah merupakan bagian penting karena berhubungan dengan alat produksi. Bangunan ini akan mempengaruhi bangunan atas seperti agama, susila, kebudayaan, hukum,dll. Hukum merupakan alat dari golongan ekonomi yang kuat untuk mempertahankan dan menjamin hak milik perseorangan. Jika kekuasaan ekonomi di dalam masyarakat dihubungkan dengan rationalization dan debunking (istilah dalam teori politik modern) hukum sesungguhnya hanya sebagai alat untuk menjamin hak milik perseorangan.
e.       Teori Patriarchaal
Teori ini berdasarkan hukum keluarga zaman lampau, ketika masyarakat masih sangat sederhana, negara belum terbentuk, masyarakat masih hidup dalam kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Kepala keluarga yang diangkat adalah seorang yang kuat, berjasa, dan bijaksana dalam sikap bagi keluarganya (primus interparis yaitu seorang yang pertama di antara yang sama karena sifat-sifatnya yang lebih, maka ia menjadi orang yang dipuja-puja).
Peristiwa di dalam masyarakat membuat suatu kelompok menjadi semakin besar, mengakibatkan kepala kedudukan keluarga semakin kuat dan kemudian disebut sebagai raja yang berkuasa. Jika ia meninggal kekuasaannya akan diwariskan kepada raja berikutnya. Tetapi teori ini tidak menjelaskan apakah penggantinya selalu keturunan raja ataukah dapat diwariskan kepada kepala keluarga yang lain.
f.   Teori Patrimonial
Patrimonium berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik atas daerahnya sehingga semua penduduk di daerahnya harus tunduk kepadanya. Apabila Raja memberikan sebidang tanah kepada orang/bangsawan tertentu, hak atas tanah tersebut berpindah kepada orang/bangsawan yang diberi, sehingga orang/bangsa-wan tersebut berhak memerintah terhadap semua orang yang berada di atas tanah itu.
g.  Teori Perjanjian
Teori ini dikemukakanoleh tokoh terkemuka : Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja pada waktu manusia hidup dalam status naturalis kepada status civilis melalui perjanjian masyarakat. Di antara ketiga paham, Persamaannya : bahwa perjanjian masyarakat yang memindahkan manusia dari status naturalis ke status civilis. Perbedaannya terletak pada isi dan akibatnya.
Thomas Hobbes
Menurutnya manusia selalu hidup dalam ketakutan, yaitu takut diserang oleh manusia yang keadaan jasmaninya lebih kuat. Karena itu diadakan perjanjian masyarakat (antara rakyat dengan rakyat) dan dalam perjanjian tersebut raja tidak diikut sertakan. Ajaran Hobbes hanya merupakan konstruksi alam pikiran saja untuk menghalalkan kekuasaan raja.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut, individu-indivdu menyerahkan haknya kepada suatu kolektivitas yaitu kesatuan individu yang diperoleh melalui pactum unions, maka kolektivitas menyerahkan hak-haknya atau kekuasaannya kepada Raja dalam pactum subjectionis.
Raja sama sekali di luar perjanjian karenanya raja mempunyai kekuasaan yang mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absolut).

John Locke
Menurutnya antara Raja dan rakyat diadakan perjanjian. Raja menjadi berkuasa untuk melindungi hak-hak rakyat berdasarkan perjanjian tersebut. Apabila raja bertindak sewenang-wenang, rakyat dapat meminta pertanggungja-waban, karena yang primer adalah hak-hak asasi yang dilindungi warga. Perjanjian  ini memunculkan monarchi constitusional (monarchi terbatas), sebab kekuasaan raja dibatasi konstitusi.
Terdapat dua macam pactum perjanjian masyarakat:
1.  Pactum unions, perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan antar individu,
2.  Pactum subjections, perjanjian penyerahan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Menurut Hobbes, dalam perjanjian masyarakat, pactum unions sama sekali termasuk dalam pactum subjections sehingga akibatnya raja berkuasa mutlak. Menurut Locke Pactum unions dan Pactum subyektiones sama kuat pengaruhnya, oleh karena dalam penyerahan kekuasaan raja harus berjanji akan melindungi hak-hak asasi rakyat. Aliran ini mengadakan perjanjian yang hasilnya akan diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. John Locke sering disebut Monarchomachen yang memberi jaminan kepada hak asasi rakyat.

 

Jacques Rousseau

Menurut Rousseau pactum subyektiones ditelaah pactum uniones. Perjanjian antar rakyat dengan raja, rakyat tidak pernah menyerahkan kedaulatan kepada Raja. Akibat ajaran Rousseau kedaulatan dan rakyat tidak pernah menyerahkan kepada raja, bahkan jika ada raja yang memerintah, Raja tersebut hanya sebagai mandataris rakyat.

3.2 Ajaran Kedaulatan
Dalam hal kedaulatan, beberapa teori membahas tentang kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu:
a.   Teori Kedaulatan Tuhan,
b. Teori Kedaulatan Raja,
c. Teori Kedaulatan Negara,
d. Teori Kedaulatan Hukum,
e.   Teori Kedaulatan Rakyat[55].

a.  Teori Kedaulatan Tuhan
Tokohnya : Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
Ajarannya : kekuasaan tertinggi dalam suatu negara adalah dimiliki Tuhan. Teori ini berkembang zaman pertengahan (abad V-XV). Perkembangannya erat dengan munculnya agama Kristen yang saat itu baru timbul, kemudian diorganisir dalam organisasi keagamaan, gereja, dikepalai oleh seorang Paus. Di lain pihak terdapat organisasi kekuasaan yang lain, yaitu negara sebagai organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh Raja. Raja dalam memimpin negara amat sewenang-wenang terhadap tokoh agama. Organisasi gereja tetap dapat hidup meski di bawah tekanan, hingga kemudian diakui sebagai satu-satunya agama resmi, agama negara. Sejak itu gereja mempunyai kekuasaan yang nyata baik untuk mengatur kehidupan keagamaan maupun yang bersifat kenegaraan.

b.  Teori Kedaulatan Raja
Teori ini mengajarkan bahwa kekuasaan raja dalam lapangan duniawi. Marsilius menyatakan, kekuasaan tertinggi dalam negara ada pada Raja, karena Raja wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan dunia. Oleh sebab itu Raja berkuasa mutlak karena Raja merasa dalam tindak-tanduknya menurut kehendak Tuhan. Perkembangan ajaran ini berpuncak pada masa Renaissance.

c.   Teori kedaulatan negara
Tokoh : George Jellinek. Pendapatnya bahwa yang menciptakan hukum bukan Tuhan, bukan pula raja, tetapi negara. Ada hukum karena ada negara. Hukum belum merupakan penjelmaan kemauan negara. Satu-satunya sumber hukum adalah negara, oleh karenanya kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh negara.

d.  Teori Kedaulatan Hukum
Leon Duguit berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan kemauan negara. Akan tetapi dalam kenyataannya negara tunduk kepada hukum yang dibuatnya.
Menurut Krabbe, kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum. Atas pendapat ini Jellinek menanggapi bahwa negara tunduk kepada hukum secara sukarela (ajaran selbstbindung). Menurut Krabbe terdapat faktor di atas negara, yaitu kesadaran hukum dan rasa keadilan, oleh karenanya hukum yang berdaulat bukan negara. Pendapat Krabbe banyak dipengaruhi oleh aliran historis yang dipelopori Friedrich Karl von Savigny.
Menurut Friedrich Karl von Savigny, hukum merupakan ketentuan yang sudah lama terdapat dalam hati sanubari masyarakat dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan masyarakat. Hukum tumbuh bersama-sama dengan perkembangan kesadaran masyarakat. Pembuat undang-undang bukanlah pencipta undang-undang. Mereka sekedar perumus kesadaran hukum yang tumbuh dalam kalangan masyarakat.
Menurut teori kedaulatan hukum, pemerintah memperoleh kekuasaannya dari hukum dan berdasarkan atas hukum, sehingga kedaulatan itu berada pada hukum. Pemerintah dan rakyat mendapat kekuasaannya dari hukum, karenanya wajib tunduk pada ketentuan hukum.
e.   Teori Kedaulatan Rakyat
Ajaran kaum monarchomachen yang berkembang dalam abad pertengahan (Abad XV) memberikan reaksi atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran ini bermaksud mengadakan pembatasan kepada kekuasaan raja dengan mengadakan perjanjian. Hasil perjanjian dituangkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Ajaran kaum monarchomachen diteruskan pengikut hukum alam. Menurut ajaran hukum alam abad XVII dan XVIII, individu mempunyai kekuasaan pada dirinya yang diperolehnya dari hukum alam. Berdasarkan perjanjian masyarakat, individu-individu tersebut membentuk masyarakat dan selanjutnya masyarakat ini menyerahkan kekuasaannya kepada raja. Raja mendapatkan kekuasaan dari para individu melalui masyarakat. Oleh karena hukum alam merupakan dasar kekuasaan raja, sehingga kekuasaan raja dibatasi oleh hukum alam. Raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat, sehingga rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Rakyat yang berdaulat, sedangkan Raja hanya pelaksana dari kehendak atau keputusan rakyat. Tokoh ajaran kedaulatan rakyat antara lain J.J. Rousseau.
Menurut Rousseau, rakyat adalah kesatuan yang dibentuk oleh individu dan mempunyai kehendak. Kehendak tersebut diperoleh dari individu melalui perjanjian masyarakat, yang disebut kehendak umum (volonte generale) yang mencerminkan kemauan/kehendak umum. Di samping kehendak umum (volonte generale) terdapat volonte de tous, volonte de corp dan volonte particuliere. Volonte de tous, apabila kehendak itu berasal dari kumpulan individu dalam negara bukan dalam bentuk kesatuan yang dibentuk individu. Apabila dalam negara, pemerintahan dipegang oleh beberapa atau sekelompok yang sesungguhnya merupakan kesatuan tersendiri dalam negara tersebut dan mempunyai kehendak tersendiri, maka kehendak tersebut disebut volonte de corp, akibatnya volonte generale akan jatuh bersamaan dengan volonte de corp. sedangkan apabila pemerintahan dipegang oleh satu orang yang mempunyai kehendak tersendiri yang disebut volonte particuliere, akibatnya volonte generale akan jatuh bersamaan dengan volonte particuliere. Oleh karena itu maka pemerintahan harus dipegang rakyat, atau setidaknya rakyat terwakili dalam pemerintahan agar volonte generale dapat diwujudkan.
Menurut Rousseau kedaulatan rakyat pada prinsipnya merupakan cara/sistem pemecahan masalah dengan sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum merupakan khayalan, bersifat abstrak. Kedaulatan adalah kehendak umum.
Menurut Immanuel Kant, tujuan negara adalah menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan dalam batas perundang-undangan. Undang-undang dibuat oleh rakyat, meskipun melalui wakil-wakilnya. Undang-undang merupakan penjelmaan kemauan/kehendak rakyat. Rakyat yang mewakili kekuasaan tertinggi/berdaulat dalam negara.



[54] Periksa Moh. Kusnardi dan Bintan R.Saragih, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1994, h. 62-71
[55] Periksa, Soehino, op.cit. h.150-160, Abu Daud Busroh, op.cit., h.69-74 dan Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, op. cit., h.122-130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar