Kamis, 03 September 2015

Bab 1 PHI

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Pengertian Tata Hukum Indonesia
Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia (PHI) yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, lazim juga disebut dengan nama Pengantar Tata Hukum Indonesia (PTHI). PHI merupakan cabang ilmu pengantar hukum selain Pengantar Ilmu Hukum dan Ilmu Negara. PIH berobyek pada ilmu hukum pada umumnya yang berlaku abadi dan universal, Ilmu Negara mengkaji negara berkait dengan cara terjadinya, struktur negara, sumber kekuasaan, tipe negara dan segala seluk beluk yang berkaitan dengan negara. Pengantar Hukum Indonesia merupakan pengantar untuk mengkaji/mempelajari hukum yang berlaku dalam negara tertentu, dalam hal ini adalah hukum Indonesia. Hukum yang dipelajari adalah hukum positif.
Apakah hukum positif?
Menurut Meuwissen hukum positif mempunyai beberapa ciri obyektif, yaitu:
a.       ditetapkan oleh kekuasaan (kewibawaan) yang berwenang, yang berupa lembaga yang berwenang untuk menetapkan peraturan perundangan. Artinya sebuah aturan, disebut sebagai hukum apabila dibuat oleh lembaga yang oleh undang-undang ditentukan untuk itu. Di Indonesia, lembaga yang berwenang untuk menentukan hukum baik pada lembaga legislative, lembaga eksekuktif maupun lembaga yudisiil. Lembaga legislative, yaitu DPR bersama Presiden berwenang membuat Undang-undang dan DPRD bersama dengan Gubernur di Propinsi dan dengan Bupati di Kabupaten, berwenang membuat Peraturan Daerah, yang berlaku umum dan mengikat seluruh anggota masyarakat. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif  di tingkat pusat berwenang membuat peraturan pelaksana yang berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden untuk melaksanakan undang-undang oleh, Gubernur sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di Propinsi berwenang untuk membuat Kepu



tusan Gubernur untuk melaksanakan  undang-undang, Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden dan peraturan tingkat pusat lain serta Peraturan Daerah (Propinsi). Bupati/Walikota sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di kabupaten/Kota berwenang untuk membuat Keputusan Bupati/Walikota untuk melaksanakan aturan produk pemerintah pusat dan produk pemerintah propinsi serta Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pemegang kekuasaan yudisiil, adalah jajaran kekuasaan kehakiman, yaitu lembaga peradilan baik Pengadilan tingkat I, pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) maupun Mahkamah Agung. Produk kekuasaan yudisiil yang berlaku sebagai hukum bagi masyarakat berupa Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang berlaku bagi para pihak yang berperkara dalam kasus tertentu.
b.      Memiliki sifat lugas dan obyektif. Hukum merupakan hasil dari suatu prosedur yang diatur secara cermat, secara jelas dapat dikenali dan rasional. Salah satu unsure yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai hukum adalah dibuat sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Prosedur pembuatan hukum harus disusun secara runtut, mempertimbangkan segenap aspek formal  dan substansial yang berkait dengan pembuatan hukum, jelas dan dapat dilaksanakan.
c.       Berkaitan dengan tindakan manusia yang diamati. Hukum mengatur hubungan antar manusia yang bersifat lahiriah. Hukum hanya menjangkau tindakan manusia yang nampak dalam pergaulan hidupnya, dalam arti mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan lingkungannya. Hukum tidak menjangkau tindakan manusia yang bersifat batiniah dan atau supranatural.
d.      Memiliki cara dan keberadaan tertentu, yang disebut keberlakuan. Terdapat tiga keberlakuan, yaitu keberlakuan filosofis/moral, keberlakuan sosial/ empiris dan keberlakuan yuridis/normatif. Keberlakuan filosofis berarti hukum itu berlaku apabila isinya secara etis atas dasar-dasar yang masuk akal dapat dibenarkan. Apabila hukum tidak mengandung nilai yang secara moral diakui keberadaan dan dihormati masyarakat, maka sebuah produk pada prinsipnya tidak dapat dikategorikan sebagai hukum, karena hukum berisi nilai/moral. Salah satu  nilai yang harus senantiasa ada dalam hukum adalah adil. Hukum berlaku secara empiris artinya secara factual/nyata suatu aturan dipatuhi dan dapat diterapkan/dilaksanakan. Keberlakuan yuridis/normatif berarti bahwa kaidah hukum itu dibentuk sesuai aturan-aturan prosedur yang berlaku oleh badan yang berwenang. Secara substansial isinya tidak boleh bertentangan dengan kaidah lain, terutama peraturan perundangan yang lebih tinggi dan nilai/moral yang dihormati oleh masyarakat.
e.       Memiliki bentuk tertentu, suatu struktur formal. Sebagai suatu aturan, hukum harus dituangkan dalam bentuk tertentu seperti undang-undang, peraturan pemerintah atau keputusan konkret lainnya. Di Indonesia, bentuk yang dapat dipergunakan untuk menentukan wewenang, hak dan kewajiban pada seseorang atau lembaga atau pejabat tertentu adalah undang-undang dan peraturan daerah, karena kedua aturan tersebut dibuat oleh lembaga yang merupakan wakil rakyat. Hal tersebut seseuai dengan asas bahwa setiap putusan yang mempengaruhi pelaksanaan hak asasi manusia harus  dibuat berdasar hukum yang bersifat demokratis.
f.       Menyangkut obyek dan isi hukum, hukum memiliki pretensi untuk mewujudkan atau mengabdi tujuan tertentu. Tujuan yang sering ditunjuk adalah ketertiban, perdamaian, harmoni, prediktabilitas dan kepastian hukum. Oleh karena itu obyek dan isi sebuah aturan haruslah sesuatu yang terutama berkenaan dengan pergaulan manusia baik dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan tempat hidupnya.
Mempelajari hukum Indonesia berarti mempelajari tindakan/perbuatan yang menurut hukum, tindakan pelanggaran hukum, hak-hak dan kewajiban serta wewenang-wewenang menurut hukum Indonesia, yang ditentukan oleh peraturan perundangan produk penguasa yang sah di Indonesia.
Beberapa sarjana mendeskripsikan pengertian hukum positif sebagai hukum yang sedang berlaku pada tempat/wilayah tertentu. Pengertian ini, dikaitkan dengan criteria hokum positif sebagaimana tersebut di atas disebabkan oleh adanya keterbatasan kewenangan penguasa pembuat hukum. Keterbatasan tersebut meliputi wilayah kekuasaan dan waktu berkuasa pembuat hukum. Misalnya, produk hukum Pemerintahan Republik Indonesia Masa Orde Baru . dari segi wilayah hanya dapat berlaku di wilayah NKRI, dari segi waktu, produk hukum masa itu dapat tetap berlaku atau tidak berlaku tergantung pada penguasa selanjutnya untuk mengganti aturan atau tidak.
Pengertian hukum positif sebagai ‘hukum yang sedang berlaku pada suatu wilayah tertentu’ mengandung kekurangan, karena berdasarkan deskripsi tersebut maka hukum adat, hukum agama, hukum kebiasaan, dapat dimasukkan dalam kategori hukum positif. Padahal, adanya pengkategorian hukum positif terutama untuk membedakan jenis hukum ini dari hukum yang tidak ‘dipositifkan’ (dituliskan dan ditetapkan sebagai hukum), yaitu hukum alam/hukum kodrat.
2.      Sejarah Tata Hukum Indonesia
Sejak kapan Hukum Indonesia/tata hukum Indonesia ada?
Hukum Indonesia/tata hukum Indonesia ada sejak lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, sebagaimana dinyatakan dalam :
  1. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa … bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
  2. Pembukaan UUD 1945
…. perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai… ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia …
…. Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
  1. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa :
    1. Indonesia menjadi negara merdeka
    2. ditetapkannya tata hukum Indonesia.
Arti Proklamasi bagi bangsa Indonesia, secara formal bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia sudah merdeka, artinya, sejak saat itu bangsa Indonesia sudah bersikap untuk menentukan sendiri nasib bangsanya dan dalam kehidupan kenegaraan menentukan sendiri susunan kenegaraannya sedangkan dalam bidang hukum menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri. Konsekuensi yuridis proklamasi kemerdekaan adalah bangsa Indonesia terbentuknya negara kesatuan republik Indonesia yang berhak untuk menentukan tatanan hukum sendiri yang mandiri, terpisah, terlepas dari tata hukum sebelumnya, yang ditentukan oleh bangsa Indonesia, berisi hukum Indonesia dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia.
3.      Politik Hukum Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 menentukan arah kebijakan pembangunan hukum adalah melakukan : ‘ Pembenahan system dan politik hokum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum, melalui upaya:
(1)   Menata kembali substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan local dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.
(2)   Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas system peradilan yang terbuka dan transparan; menyederhanakan system peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan  memihak pada kebenaran; memperkuat kearifan local dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.
(3)   Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala Negara dan jajarannya dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.

Langkah yang ditempuh untuk mendukung pembenahan system dan politik hokum dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1.      Program Perencanaan Hukum
Program ini ditujukan untuk menciptakan persamaan persepsi dari seluruh pelaku pembangunan khususnya di bidang hukum dalam menghadapi berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu diantisipasi agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara berkesinambungan. Dengan program ini diharapkan akan dihasilkan kebijakan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik pada saat ini maupun masa mendatang, mengandung perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun antara 2004-2009 meliputi:
1.      Pengumpulan dan pengolahan serta penganalisaan bahan informasi hukum terutama yang berkait dengan pelaksanaan berbagai kegiatan perencanaan pembangunan hukum secara keseluruhan;
2.      Penyelenggaraan berbagai forum diskusi dan konsultasi public yang melibatkan instansi/lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan evaluasi dan penyusunan rencana pembangunan hukum;
3.      Penyusunan dan penyelenggaraan forum untuk menyusun prioritas rancangan undang-undang ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) bersama Pemerintah dan Badan Legislasi DPR; serta
4.      Penyelenggaraan berbagai forum kerjasama internasional di bidang hukum yang terkait terutama dengan isu-isu korupsi, terorisme, perdagangan perempuan dan anak, obat-obat terlarang, perlindungan anak, dan lain-lain.

2       2. Program Pembentukan Hukum
Program ini ditujukan untuk menciptakan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi yang akan menjadi landasan hukum untuk berperilaku tertib dalam rangka menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan melalui proses yang benar dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta asas umum peraturan perundang-undangan yang baik. Sedangkan pemben-tukan yurisprudensi dilakukan oleh lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara tertentu terutama yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Dengan program ini diharapkan tersedia berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengatur perilaku individu dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan antara lain meliputi:
1.      Pelaksanaan berbagai pengkajian hukum dengan mendasarkan baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis yang terkait dengan isu hukum, hak asasi manusia dan peradilan;
2.      Pelaksanaan berbagai penelitian hukum untuk dapat lebih memahami kenyataan yang ada dalam masyarakat;
3.      Harmonisasi di bidang hukum (hukum tertulis dan hukum tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan antara peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dengan peraturan perundang-undangan pada  tingkat daerah yang mempunyai implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat;
4.      Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang berdasarkan kebutuhan masyarakat;
5.      Penyelenggaraan berbagai konsultasi public terhadap hasil pengkajian dan penelitian sebagai bagian dari proses pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
6.      Penyempurnaan dan perubahan dan pembaruan berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan, serta yang masih berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi prinsip kesetaraan dan keadilan;
7.      Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta
8.      Pemberdayaan berbagai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk menjadi sumber hukum bagi para hakim termasuk para praktisi hukum dalam menangani perkara sejenis yang diharapkan akan menjadi bahan penyempurnaan, perubahan dan pembaharuan hukum (peraturan perundang-undangan).

        3. Program Peningkatan Kinerja Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum Lainnya
Program ini ditujukan untuk memperkuat lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum melalui system peradilan pidana terpadu yang melibatkan antara lain mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Lembaga Pemasyarakatan dan praktisi hukum sebagai upaya mempercepat pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan. Dengan program ini diharapkan terwujudnya Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum yang transparan, akuntabel dan berkualitas dalam bentuk putusan pengadilan yang memihak pada kebenaran dan keadilan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1.      Peningkatan operasional penegakan hukum dengan perhatian khusus kepada pemberantasan korupsi, terorisme dan penyalahgunaan narkoba;
2.      Peningkatan forum diskusi dan pertemuan antar lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lebih transparan dan terbuka bagi masyarakat;
3.      Pembenahan system manajemen penanganan perkatan yang menjamin akses public;
4.      Pengembangan system pengawasan yang transparan dan akuntabel, antara lain pembentukan Komisi Pengawas Kejaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional;
5.      Penyederhanaan system penegakan hukum;
6.      Pembaruan konsep penegakan hukum, antara lain melalui penyusunan konsep system peradilan pidana terpadu dan penyusunan konsep pemberian bantuan hukum serta meninjau kembali peraturan perundang-undangan tentang izin pemeriksaan terhadap penyelenggara Negara dan cegah tangkal tersangka kasus korupsi;
7.      Penguatan kelembagaaan, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor);
8.      Percepatan penyelesaian berbagai perkara tunggakan pada tingkat kasasi melalui proses yang transparan;
9.      Pengembangan system manajemen anggaran peradilan dan lembaga penegak hukum lain yang transparan dan akuntabel;
10.  Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum.

4    4. Program Peningkatan Kualitas Profesi Hukum
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan professional aparat penegak hukum yang meliputi hakim, polisi, jaksa, petugas pemasyara-katan, petugas keimigrasian, perancang peraturan perundang-undangan, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), para prkatisi hukum dan lain sebagainya. Dengan program ini diharapkan tercipta aparat hukum yang professional dan berkualitas serta cepat tanggap dalam mengantisipasi berbagai permasalahan hukum dalam rangka pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi:
1.      Pengembangan system manajemen sumber daya manusia yang transparan dan professional;
2.      Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
3.      Pengawasan terhadap berbagai profesi hukum dengan penerapan secara konsisten kode etiknya;
4.      Penyelenggaraan berbagai seminar dan lokakarya di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan aparatur hokum agar lebih tanggap terhadap perkembangan yang terjadi baik pada saat ini maupun pada masa mendatang; serta
5.      Peningkatan kerjasama yang intensif dengan Negara-negara lain untuk mengantisipasi dan mencegah meluasnya kejahatan transnasional dengan cara-cara yang sangat canggih sehingga cukup sulit terdeteksi apabila hanya dengan langkah-langkah konvensional
5    5. Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia
Program ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan kadar kesadaran hukum dan hak asasi manusia masyarakat termasuk para penyelenggara Negara agar mereka tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan kewajibannya, tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan kaidah hokum sertamenghormati hak asasi manusia. Dengan program tersebut diharapkan akan terwujud penyelenggaraan Negara yang bersih serta memberikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan antara lain:
1.      Pemantapan metode pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia yang disusun berdasarkan pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan serta benar-benar memahami dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku;
2.      Peningkatan penggunaan media komunikasi yang lebih modern dalam rangka pencapaian sasaran penyadaran hukum pada berbagai lapisan masyarakat;
3.      Pengkayaan metode pengembangan  dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia secara terus-menerus untuk mengimbangi pluralitas social yang ada dalam masyarakat sebagai implikasi dari globalisasi; serta

4.      Peningkatan kemampuan dan profesionalisme tenaga penyuluh tidak saja dari kemampuan substansi hukum juga sosiologi serta perilaku masyarakat setempat, sehingga komunikasi dalam menyampaikan materi dapat lebih tepat, dipahami dan diterima dengan baik oleh masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar