BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pengertian Tata Hukum
Indonesia
Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia (PHI) yang
diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, lazim juga
disebut dengan nama Pengantar Tata Hukum Indonesia (PTHI). PHI merupakan cabang
ilmu pengantar hukum selain Pengantar Ilmu Hukum dan Ilmu Negara. PIH berobyek
pada ilmu hukum pada umumnya yang berlaku abadi dan universal, Ilmu Negara
mengkaji negara berkait dengan cara terjadinya, struktur negara, sumber
kekuasaan, tipe negara dan segala seluk beluk yang berkaitan dengan negara. Pengantar
Hukum Indonesia merupakan pengantar untuk mengkaji/mempelajari hukum yang
berlaku dalam negara tertentu, dalam hal ini adalah hukum Indonesia. Hukum yang
dipelajari adalah hukum positif.
Apakah hukum positif?
Menurut Meuwissen hukum positif mempunyai beberapa ciri
obyektif, yaitu:
a.
ditetapkan oleh kekuasaan
(kewibawaan) yang berwenang, yang berupa lembaga yang berwenang untuk
menetapkan peraturan perundangan. Artinya sebuah
aturan, disebut sebagai hukum apabila dibuat oleh lembaga yang oleh undang-undang
ditentukan untuk itu. Di Indonesia, lembaga yang berwenang untuk menentukan
hukum baik pada lembaga legislative, lembaga eksekuktif maupun lembaga
yudisiil. Lembaga legislative, yaitu DPR bersama Presiden berwenang membuat
Undang-undang dan DPRD bersama dengan Gubernur di Propinsi dan dengan Bupati di
Kabupaten, berwenang membuat Peraturan Daerah, yang berlaku umum dan mengikat
seluruh anggota masyarakat. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif di tingkat pusat berwenang membuat peraturan
pelaksana yang berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden untuk melaksanakan undang-undang oleh, Gubernur sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif di Propinsi berwenang untuk membuat Kepu
tusan Gubernur untuk melaksanakan
undang-undang, Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden dan peraturan
tingkat pusat lain serta Peraturan Daerah (Propinsi). Bupati/Walikota sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif di kabupaten/Kota berwenang untuk membuat
Keputusan Bupati/Walikota untuk melaksanakan aturan produk pemerintah pusat dan
produk pemerintah propinsi serta Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pemegang
kekuasaan yudisiil, adalah jajaran kekuasaan kehakiman, yaitu lembaga peradilan
baik Pengadilan tingkat I, pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi)
maupun Mahkamah Agung. Produk kekuasaan yudisiil yang berlaku sebagai hukum
bagi masyarakat berupa Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
yang berlaku bagi para pihak yang berperkara dalam kasus tertentu.
b.
Memiliki sifat lugas dan
obyektif. Hukum merupakan hasil dari suatu prosedur
yang diatur secara cermat, secara jelas dapat dikenali dan rasional. Salah satu
unsure yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai hukum adalah dibuat
sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Prosedur pembuatan hukum harus disusun
secara runtut, mempertimbangkan segenap aspek formal dan substansial yang berkait dengan pembuatan
hukum, jelas dan dapat dilaksanakan.
c.
Berkaitan dengan tindakan
manusia yang diamati. Hukum mengatur hubungan antar
manusia yang bersifat lahiriah. Hukum hanya menjangkau tindakan manusia yang
nampak dalam pergaulan hidupnya, dalam arti mengatur hubungan manusia dengan
manusia, dan lingkungannya. Hukum tidak menjangkau tindakan manusia yang
bersifat batiniah dan atau supranatural.
d.
Memiliki cara dan keberadaan
tertentu, yang disebut keberlakuan. Terdapat tiga
keberlakuan, yaitu keberlakuan filosofis/moral, keberlakuan sosial/ empiris dan
keberlakuan yuridis/normatif. Keberlakuan filosofis berarti hukum itu
berlaku apabila isinya secara etis atas dasar-dasar yang masuk akal dapat
dibenarkan. Apabila hukum tidak mengandung nilai yang secara moral diakui
keberadaan dan dihormati masyarakat, maka sebuah produk pada prinsipnya tidak
dapat dikategorikan sebagai hukum, karena hukum berisi nilai/moral. Salah satu nilai yang harus senantiasa ada dalam hukum
adalah adil. Hukum berlaku secara empiris artinya secara factual/nyata
suatu aturan dipatuhi dan dapat diterapkan/dilaksanakan. Keberlakuan
yuridis/normatif berarti bahwa kaidah hukum itu dibentuk sesuai aturan-aturan
prosedur yang berlaku oleh badan yang berwenang. Secara substansial isinya
tidak boleh bertentangan dengan kaidah lain, terutama peraturan perundangan
yang lebih tinggi dan nilai/moral yang dihormati oleh masyarakat.
e.
Memiliki bentuk tertentu,
suatu struktur formal. Sebagai suatu aturan, hukum
harus dituangkan dalam bentuk tertentu seperti undang-undang, peraturan
pemerintah atau keputusan konkret lainnya. Di Indonesia, bentuk yang dapat
dipergunakan untuk menentukan wewenang, hak dan kewajiban pada seseorang atau
lembaga atau pejabat tertentu adalah undang-undang dan peraturan daerah, karena
kedua aturan tersebut dibuat oleh lembaga yang merupakan wakil rakyat. Hal
tersebut seseuai dengan asas bahwa setiap putusan yang mempengaruhi pelaksanaan
hak asasi manusia harus dibuat berdasar
hukum yang bersifat demokratis.
f.
Menyangkut obyek dan isi
hukum, hukum memiliki pretensi untuk mewujudkan atau mengabdi tujuan tertentu. Tujuan yang sering ditunjuk adalah ketertiban, perdamaian,
harmoni, prediktabilitas dan kepastian hukum. Oleh karena itu obyek dan isi
sebuah aturan haruslah sesuatu yang terutama berkenaan dengan pergaulan manusia
baik dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan tempat hidupnya.
Mempelajari hukum Indonesia berarti
mempelajari tindakan/perbuatan yang menurut hukum, tindakan pelanggaran hukum,
hak-hak dan kewajiban serta wewenang-wewenang menurut hukum Indonesia, yang
ditentukan oleh peraturan perundangan produk penguasa yang sah di Indonesia.
Beberapa
sarjana mendeskripsikan pengertian hukum positif sebagai hukum yang sedang
berlaku pada tempat/wilayah tertentu. Pengertian ini, dikaitkan dengan criteria
hokum positif sebagaimana tersebut di atas disebabkan oleh adanya keterbatasan
kewenangan penguasa pembuat hukum. Keterbatasan tersebut meliputi wilayah
kekuasaan dan waktu berkuasa pembuat hukum. Misalnya, produk hukum Pemerintahan
Republik Indonesia Masa Orde Baru . dari segi wilayah hanya dapat berlaku di
wilayah NKRI, dari segi waktu, produk hukum masa itu dapat tetap berlaku atau
tidak berlaku tergantung pada penguasa selanjutnya untuk mengganti aturan atau
tidak.
Pengertian hukum
positif sebagai ‘hukum yang sedang berlaku pada suatu wilayah tertentu’
mengandung kekurangan, karena berdasarkan deskripsi tersebut maka hukum adat, hukum
agama, hukum kebiasaan, dapat dimasukkan dalam kategori hukum positif. Padahal,
adanya pengkategorian hukum positif terutama untuk membedakan jenis hukum ini dari
hukum yang tidak ‘dipositifkan’ (dituliskan dan ditetapkan sebagai hukum),
yaitu hukum alam/hukum kodrat.
2.
Sejarah Tata Hukum
Indonesia
Sejak kapan Hukum Indonesia/tata hukum Indonesia ada?
Hukum Indonesia/tata hukum Indonesia ada sejak lahirnya
negara kesatuan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, sebagaimana dinyatakan
dalam :
- Proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa … bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
- Pembukaan UUD 1945
…. perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampai… ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia …
…. Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
- Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa :
- Indonesia menjadi negara merdeka
- ditetapkannya tata hukum Indonesia.
Arti Proklamasi bagi bangsa Indonesia, secara formal bahwa sejak
saat itu bangsa Indonesia sudah merdeka, artinya, sejak saat itu bangsa
Indonesia sudah bersikap untuk menentukan sendiri nasib bangsanya dan dalam
kehidupan kenegaraan menentukan sendiri susunan kenegaraannya sedangkan dalam
bidang hukum menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri. Konsekuensi yuridis
proklamasi kemerdekaan adalah bangsa Indonesia terbentuknya negara kesatuan
republik Indonesia yang berhak untuk menentukan tatanan hukum sendiri yang
mandiri, terpisah, terlepas dari tata hukum sebelumnya, yang ditentukan oleh
bangsa Indonesia, berisi hukum Indonesia dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa
Indonesia.
3.
Politik Hukum Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 menentukan arah
kebijakan pembangunan hukum adalah melakukan : ‘ Pembenahan system dan politik
hokum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki
substansi (materi) hukum, struktur (kelembagaan) hukum, dan kultur (budaya) hukum,
melalui upaya:
(1)
Menata kembali substansi hukum
melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk
mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan
hierarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan local
dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan peraturan melalui pemberdayaan
yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.
(2)
Melakukan pembenahan struktur hukum
melalui penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan
staf peradilan serta kualitas system peradilan yang terbuka dan transparan;
menyederhanakan system peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan
dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil
dan memihak pada kebenaran; memperkuat
kearifan local dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan peraturan
melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum
nasional.
(3)
Meningkatkan budaya hukum
antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan
perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala Negara dan jajarannya
dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.
Langkah yang ditempuh untuk mendukung pembenahan system dan politik
hokum dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1.
Program Perencanaan
Hukum
Program ini ditujukan untuk menciptakan
persamaan persepsi dari seluruh pelaku pembangunan khususnya di bidang hukum
dalam menghadapi berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu
diantisipasi agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara
berkesinambungan. Dengan program ini diharapkan akan dihasilkan
kebijakan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik pada saat
ini maupun masa mendatang, mengandung perlindungan dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat
secara keseluruhan.
Kegiatan
pokok yang dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun antara 2004-2009 meliputi:
1.
Pengumpulan dan pengolahan
serta penganalisaan bahan informasi hukum terutama yang berkait dengan
pelaksanaan berbagai kegiatan perencanaan pembangunan hukum secara keseluruhan;
2.
Penyelenggaraan berbagai forum
diskusi dan konsultasi public yang melibatkan instansi/lembaga pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan evaluasi dan penyusunan rencana
pembangunan hukum;
3.
Penyusunan dan penyelenggaraan
forum untuk menyusun prioritas rancangan undang-undang ke dalam Program
Legislasi Nasional (prolegnas) bersama Pemerintah dan Badan Legislasi DPR;
serta
4.
Penyelenggaraan berbagai forum
kerjasama internasional di bidang hukum yang terkait terutama dengan isu-isu
korupsi, terorisme, perdagangan perempuan dan anak, obat-obat terlarang,
perlindungan anak, dan lain-lain.
2 2. Program Pembentukan
Hukum
Program ini ditujukan untuk menciptakan berbagai perangkat peraturan
perundang-undangan dan yurisprudensi yang akan menjadi landasan hukum untuk
berperilaku tertib dalam rangka menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan
melalui proses yang benar dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta
asas umum peraturan perundang-undangan yang baik. Sedangkan pemben-tukan
yurisprudensi dilakukan oleh lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara
tertentu terutama yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Dengan program ini diharapkan tersedia berbagai peraturan
perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengatur perilaku individu
dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilaksanakan antara lain meliputi:
1.
Pelaksanaan berbagai pengkajian
hukum dengan mendasarkan baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis
yang terkait dengan isu hukum, hak asasi manusia dan peradilan;
2.
Pelaksanaan berbagai penelitian
hukum untuk dapat lebih memahami kenyataan yang ada dalam masyarakat;
3.
Harmonisasi di bidang hukum (hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan antara
peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dengan peraturan
perundang-undangan pada tingkat daerah
yang mempunyai implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat;
4.
Penyusunan naskah akademis
rancangan undang-undang berdasarkan kebutuhan masyarakat;
5.
Penyelenggaraan berbagai
konsultasi public terhadap hasil pengkajian dan penelitian sebagai bagian dari
proses pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat;
6.
Penyempurnaan dan perubahan dan
pembaruan berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dan tidak
sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan, serta yang masih
berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi prinsip kesetaraan dan
keadilan;
7.
Penyusunan dan penetapan
berbagai peraturan perundang-undangan berdasarkan asas hukum umum, taat
prosedur serta sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; serta
8.
Pemberdayaan berbagai putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk menjadi sumber hukum bagi
para hakim termasuk para praktisi hukum dalam menangani perkara sejenis yang
diharapkan akan menjadi bahan penyempurnaan, perubahan dan pembaharuan hukum
(peraturan perundang-undangan).
3. Program Peningkatan
Kinerja Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum Lainnya
Program ini ditujukan untuk memperkuat lembaga peradilan dan lembaga
penegakan hukum melalui system peradilan pidana terpadu yang melibatkan antara
lain mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan
Lembaga Pemasyarakatan dan praktisi hukum sebagai upaya mempercepat pemulihan
kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan peradilan. Dengan program ini diharapkan
terwujudnya Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum yang transparan,
akuntabel dan berkualitas dalam bentuk putusan pengadilan yang memihak pada
kebenaran dan keadilan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah:
1.
Peningkatan operasional
penegakan hukum dengan perhatian khusus kepada pemberantasan korupsi, terorisme
dan penyalahgunaan narkoba;
2.
Peningkatan forum diskusi dan
pertemuan antar lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lebih
transparan dan terbuka bagi masyarakat;
3.
Pembenahan system manajemen
penanganan perkatan yang menjamin akses public;
4.
Pengembangan system pengawasan
yang transparan dan akuntabel, antara lain pembentukan Komisi Pengawas
Kejaksaan dan Komisi Kepolisian Nasional;
5.
Penyederhanaan system penegakan
hukum;
6.
Pembaruan konsep penegakan hukum,
antara lain melalui penyusunan konsep system peradilan pidana terpadu dan
penyusunan konsep pemberian bantuan hukum serta meninjau kembali peraturan
perundang-undangan tentang izin pemeriksaan terhadap penyelenggara Negara dan
cegah tangkal tersangka kasus korupsi;
7.
Penguatan kelembagaaan, antara
lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Pengadilan Tipikor);
8.
Percepatan penyelesaian
berbagai perkara tunggakan pada tingkat kasasi melalui proses yang transparan;
9.
Pengembangan system manajemen
anggaran peradilan dan lembaga penegak hukum lain yang transparan dan
akuntabel;
10. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa
dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan
hukum.
4 4. Program Peningkatan
Kualitas Profesi Hukum
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan professional
aparat penegak hukum yang meliputi hakim, polisi, jaksa, petugas pemasyara-katan,
petugas keimigrasian, perancang peraturan perundang-undangan, penyidik pegawai
negeri sipil (PPNS), para prkatisi hukum dan lain sebagainya. Dengan program
ini diharapkan tercipta aparat hukum yang professional dan berkualitas serta
cepat tanggap dalam mengantisipasi berbagai permasalahan hukum dalam rangka
pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan meliputi:
1.
Pengembangan system manajemen
sumber daya manusia yang transparan dan professional;
2.
Penyelenggaraan berbagai
pendidikan dan pelatihan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
3.
Pengawasan terhadap berbagai
profesi hukum dengan penerapan secara konsisten kode etiknya;
4.
Penyelenggaraan berbagai
seminar dan lokakarya di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk lebih
meningkatkan wawasan dan pengetahuan aparatur hokum agar lebih tanggap terhadap
perkembangan yang terjadi baik pada saat ini maupun pada masa mendatang; serta
5.
Peningkatan kerjasama yang
intensif dengan Negara-negara lain untuk mengantisipasi dan mencegah meluasnya
kejahatan transnasional dengan cara-cara yang sangat canggih sehingga cukup
sulit terdeteksi apabila hanya dengan langkah-langkah konvensional
5 5. Program Peningkatan
Kesadaran Hukum dan Hak Asasi Manusia
Program ini ditujukan untuk menumbuhkembangkan serta meningkatkan
kadar kesadaran hukum dan hak asasi manusia masyarakat termasuk para
penyelenggara Negara agar mereka tidak hanya mengetahui dan menyadari hak dan
kewajibannya, tetapi juga mampu berperilaku sesuai dengan kaidah hokum
sertamenghormati hak asasi manusia. Dengan program tersebut diharapkan akan
terwujud penyelenggaraan Negara yang bersih serta memberikan penghormatan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Kegiatan pokok yang akan dilakukan antara lain:
1.
Pemantapan metode pengembangan
dan peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia yang disusun berdasarkan
pendekatan dua arah, agar masyarakat tidak hanya dianggap sebagai obyek
pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan serta benar-benar memahami
dan menerapkan hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku;
2.
Peningkatan penggunaan media
komunikasi yang lebih modern dalam rangka pencapaian sasaran penyadaran hukum
pada berbagai lapisan masyarakat;
3.
Pengkayaan metode
pengembangan dan peningkatan kesadaran hukum
dan hak asasi manusia secara terus-menerus untuk mengimbangi pluralitas social
yang ada dalam masyarakat sebagai implikasi dari globalisasi; serta
4.
Peningkatan kemampuan dan
profesionalisme tenaga penyuluh tidak saja dari kemampuan substansi hukum juga
sosiologi serta perilaku masyarakat setempat, sehingga komunikasi dalam
menyampaikan materi dapat lebih tepat, dipahami dan diterima dengan baik oleh
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar